Kanker dan Kesehatan Tidur

Masyarakat Indonesia sudah mengadopsi kehidupan modern yang berdetak 24 jam tiada henti. Tanpa disadari kesehatan tidur pun kehilangan prioritasnya. Padahal kekurangan tidur memiliki akibat buruk bagi kesehatan maupun kondisi psikologis seseorang. Salah satunya adalah risiko terhadap kanker.

Walau tak menunjukkan hubungan sebab akibat, namun bukti-bukti ilmiah menunjukkan bagaimana kesehatan tidur yang buruk akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita kanker.

Melatonin

Melatonin di keluarkan oleh kelenjar pineal otak dan berperan penting dalam pengaturan jam biologis manusia. Suasana gelap akan meningkatkan kadar melatonin, sementara cahaya akan mengganggu produksi melatonin. Pengeluaran melatonin akan terganggu ketika kita terpapar cahaya terang di malam hari. Tak heran manusia modern memiliki kerancuan jam biologis hingga tidur semakin larut.

Semakin lama durasi tidur, tentu kadar melatonin akan semakin tinggi juga. Sementara pekerja dengan jam gilir tentu mengalami pengurangan kadar melatonin yang signifikan. Penelitian di Inggris menunjukkan bagaimana para perawat mengalami peningkatan risiko kanker payudara (47%) yang berhubungan dengan kadar melatonin.

Untuk Indonesia, kita belum memilki data pasti, tapi menarik jika kita melihat data dari negara tetangga terdekat. Singapura dalam penelitian tahun 2008 menunjukkan bahwa pada wanita pasca menopause yang tidur 9 jam atau lebih memiliki risiko kanker payudara lebih rendah 67% dibandingkan mereka yang tidur di bawah 6 jam. Pada penelitian ini wanita yang tidur lebih lama memiliki kadar melatonin 42% lebih tinggi dibanding yang kurang tidur.

Mendengkur

Kondisi mendengkur juga sudah dianggap biasa di masyarakat kita. Padahal berbagai penelitian terus menunjukkan keburukan mendengkur bagi kesehatan. Tidak main-main, mendengkur yang disertai dengan henti nafas saat tidur dapat menyebabkan hipertensi, diabetes, berbagai penyakit jantung, stroke hingga disfungsi seksual. Hubungan ngorok dengan risiko kanker pun semakin giat diteliti dan memberikan bukti-bukti yang semakin meyakinkan.

Sleep apnea adalah penyakit tidur yang gejala utamanya adalah mendengkur dan kantuk yang berlebihan di siang hari. Henti nafas terjadi berulan-ulang selama tidur tanpa disadari oleh penderitanya. Akibatnya kadar oksigen dalam darah pun naik turun tak beraturan.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam the Journal of Clinical Sleep Medicine, April 2014 menyebutkan bahwa angka kematian pada penderita kanker yang juga menderita sleep apnea adalah 3,4 kali lipat. Sementara penderita sleep apnea sedang-parah memiliki risiko menderita kanker hingga 2,5 kali lipat. Pengamatan sebelumnya yang dilakukan di Wisconsin, AS juga menunjukkan hasil yang senada. Disebutkan bahwa penderita sleep apnea sedang (moderate) memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami kematian akibat kanker, sementara yang parah risiko nya adalah 4,8 kali lipat.

Hubungan antara mendengkur dan kanker diduga disebabkan oleh turunnya kadar oksigen saat tidur. Penelitian yang dilakukan di University of Washington di Seattle menyatakan bahwa pada model tikus yang dibuat kekurangan oksigen berulang kali saat tidur, akan memicu perkembangan tumor yang lebih ganas.

Ngorok Memperburuk Kanker!

Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau henti nafas saat tidur merupakan penyebab dari berbagai penyakit serius seperti hipertensi, diabetes, gangguan jantung, hingga stroke. Namun sebuah penelitian dalam jurnal kedokteran American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine menemukan suatu hal yang mengejutkan, hubungan sleep apnea dan kanker!

Obstructive Sleep Apnea

OSA, ditandai oleh dua gejala utama yaitu mendengkur atau ngorok dan rasa kantuk yang berlebihan. Kedua tanda yang sering kita temui sehari-hari namun sayangnya juga paling sering kita abaikan. Tetapi jangan salah mengerti, yang penting dibicarakan di sini adalah proses henti nafas yang terjadi bukan suara dengkuran.

Saat tidur, dan otot-otot kita melemas, saluran nafas jadi menyempit. Akibatnya aliran udara akan terhenti. Setelah beberapa waktu, penderita akan terbangun disertai sensasi tersedak untuk menarik udara kembali. Otak terbangun sesaat dan langsung kembali tertidur, akibatnya penderita tak sadar ia terbangun-bangun selama tidur. Kadar oksigen pun jadi menurun. Kondisi ini akan terjadi berulangkali selama tidur. Tak jarang hingga lebih dari 30 kali tiap jamnya.

Penurunan kadar oksigen (hipoksia) dan episode bangun singkat berulang-ulang inilah yang memicu reaksi berantai yang berbuntut pada peningkatan tekanan darah, kadar gula dan masalah-masalah kardio vaskular lainnya.

Penelitian Pada Tikus

Sekelompok peneliti Spanyol menemukan bahwa henti nafas yang terjadi berulang seperti yang terjadi pada penderita sleep apnea, akan mendorong proliferasi sel-sel kanker melanoma dan meningkatkan pertumbuhan tumor pada tikus. Penelitian ini juga menemukan bahwa sel-sel tumor dari model tikus dengan OSA ini mengandung banyak sel-sel nekrosis. Artinya mengandung tipe kanker yang lebih agresif.

Pada penelitian ini beberapa tikus disuntikkan sel-sel tumor melanoma, lalu dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, dikurangi oksigennya selama 20 detik sebanyak 60 kali perjamnya, selama 6 jam perhari. Kelompok kedua diberikan oksigen dalam kadar normal. Kemudian tumor diukur besarnya selama penelitian dan setelah penelitian berakhir. Setelah 14 hari, tumor dari tikus-tikus tersebut diangkat dan ditimbang serta diukur jumlah sel-sel nekrosisnya untuk menentukan seberapa agresifnya tumor-tumor tersebut.

Walau semua sel tumor bertambah besar, namun kelompok tikus yang dikurangi suplai oksigennya secara berulang ternyata lebih besar pertambahan volumenya. Berat tumor dan jumlah sel nekrosis didapati 2 kali lebih besar dibanding kelompok tikus dengan kadar oksigen normal.

Profesor Ramon Farre dari the University of Barcelona School of Medicine Biophysics and Bioengineering Lab, mengatakan bahwa efek hipoksia terhadap pertumbuhan sel kanker telah lama diketahui, tetapi efek hipoksia berulang-ulang seperti yang dialami penderita OSA dalam tidur belum pernah diteliti. Maka penelitian ini dianggap memberi terobosan baru di dunia kedokteran. Namun ia juga menekankan bahwa penelitian ini masih amat awal. Diharapkan penelitian ini akan memicu penelitian-penelitian lain yang lebih mendalam. Dengan ditemukannya efek hipoksia intermiten terhadap pertumbuhan sel kanker, pengetahuan kita akan kesehatan tidur dan OSA jadi lebih luas. Jika selama ini kita hanya tahu efek OSA terhadap gangguan jantung dan metabolisme, kini kita juga tahu efeknya terhadap penyakit yang telah lama menghantui, kanker.