Sudah beberapa bulan ini Lina (27) mengenali suaminya tidur mendengkur keras sekali. Awalnya Lina menyangka sang suami kelelahan setelah seharian bekerja. Dondi (35) sang suami, adalah seorang manajer di sebuah perusahaan consumer good yang sangat sibuk. Hampir dipastikan setiap hari lembur.
Lina menandai sejak sering lembur tubuh Dondi melar alias menjadi gemuk. “Saya perhatikan kebiasaan mendengkur Dondi makin intens saat tubuhnya menggemuk,” ujar Lina, seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak.
Namun anehnya, imbuh Lina, meskipun tidur sepanjang malam dengan mendengkur keras, Dondi tetap saja mengaku kurang tidur, akibatnya dia terbangun dalam kondisi yang tidak segar.
Kegemukan dan dengkuran memang berhubungan. Menurut Mayoclinic.com, timbunan lemak di sekitar saluran pernapasan bagian atas kemungkinan bisa mengganggu pernapasan sehingga menghasilkan bunyi dengkuran.
Kita seringg beranggapan bahwa tidur mendengkur pertanda seseorang tertidur pulas. Padahal tidak demikian lho. Ini pemahaman yang salah kaprah dan kerap menyesatkan. Tidur mendengkur sama sekali bukan pertanda tidur pulas, sebaliknya malah menjadi indikasi sleep apnea, istilah yang dipakai untuk merujuk pada gangguan tidur yang ditandai dengan mendengkur. Sleep apnea merupakan henti napas saat tertidur, tanpa si penderita menyadarinya.
Apa saja faktor risiko terjadinya sleep apnea? Coba cek daftarnya di bawah ini:
1. Kegemukan. Timbunan lemak di saluran pernapasan bagian atas akan mengganggu pernapasan. Namun tak semua orang yang mengalami sleep apnea berbadan gemuk. Si kurus bisa saja terkena sleep apnea,khususnya ras Asia.
2. Sleep apnea bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun demikian lelaki yang mengorok jumlahnya dua kali lipat dibandingkan perempuan. Kaum Hawa peluang mengoroknya meningkat jika kelebihan berat badan dan setelah mengalami menopause.
3. Bentuk leher pendek. Ukuran leher mengindikasikan risiko seseorang terkena sleep apnea. Leher pendek membuat saluran napas menyempit. Jika tonsil atau adenoid membesar, halini akan menghalangi jalan napas, akibatnya keluar dengkuran.
4. Dengkuran akan makin sering, dua hingga tiga kali lebih tinggi, pada orang di atas usia 65 tahun
5. Orang yang mengonsumsi alkohol, sedatif atau obat penenang. Substansi yang dikandungnya melemaskan otot-otot di tenggorokan
6. Perokok tiga kali lebih besar berpotensi mengalami obstructive sleep apnea (OSA) dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Merokok akan meningkatkan jumlah inflamasi dan retensi cairan di jalan napas bagian atas. Risiko ini menurun jika yang bersangkutan berhenti merokok.
Gejala awal dari sleep apnea adalah tidur mendengkur, sering buang air keci di malam hari, mulut terasa asam karena asam lambung meningkat, dan sering terbangun di malam hari karena tersedak akibat henti napas.
Kasus henti napas saat tidur ini tak boleh disepelekan. Pasalnya, saat jalan napas tersumbat, pasokan oksigen ke dalam darah dan otak pun berkurang sehingga memicu otak untuk terjaga.Tapi meski otak terjaga, orang itu tidak terbangun. Hal ini memotong proses tidur dan kualitas tidur menjadi buruk. Akibatnya, saat bangun jadi tidak segar, capek, sulit konsentrasi, masih mengantuk meski sudah tidur 8 jam, dan mengantuk di siang hari.
Menurut pakar tidur dr. Andreas Prasadja, dengkuran terjadi karena penyempitan jalan napas yang mengakibatkan udara tidak dapat masuk atau keluar. Gerakan napas akan menghebat karena sesak. Oksigen menurun sementara kadar kabondioksida meningkat, seseorang dengan sleep apnea biasanya ‘terbangun’ disertai suara entakan keras seolah napas baru terbebas.
Nah, episode bangun ini disebut sebagai episode bangun mikro karena walau gelombang otak terbangun, namun si pendengkur tidak terjaga. “Episode ini terus berulang sepanjang malam hingga mengganggu kualitas tidur. Akibatnya, ia akan terus berada dalam kondisi kurang tidur, walaupun sebenarnya sudah tidur cukup,” ujar Andreas yang berpraktik di RS Mitra Kemayoran Jakarta.
Sleep apnea, kata Andreas, tidak boleh dianggap sepele. Pasalnya pada orang dewasa bisa menjadi penyebab hipertensi, penyakit jantung, diabetes hingga stroke.
Apakah mendengkur hanya ‘konsumsi’ orang dewasa? Sayangnya tidak. Ada juga anak-anak yang mengorok. Anak yang mengorok bisa terganggu kecerdasannya karena terjadi pada malam hari saat di mana hormon pertumbuhan bekerja sangat aktif. “Intinya sleep apnea berpotensi menghambat tumbuh kembang anak jika tak ditangani dengan baik,” ujar dia.
Proses tidur amatlah penting bagi seorang anak, karena proses tumbuh kembang justru terjadi pada saat tidur. Pada tahap tidur dalam, dikeluarkan hormon pertumbuhan yang berperan dalam proses pertumbuhan. Sedangkan pada tahap tidur mimpi, dipercaya sebagai tahap tidur di mana kemampuan kognitif, mental dan emosional dijaga.
“Dengan adanya sleep apnea, proses tidur akan terpotong-potong. Akibatnya proses tumbuh kembang pun terganggu. Kecerdasan dan potensi-potensi mental lain yang seharusnya tumbuh dan berkembang saat tidur, tidak tumbuh,” tandas Andreas. Anak yang punya masalah tidur biasanya secara emosional labil, mudah marah dan rewel.
Nah, apakah hanya mereka yang berbadan gemuk yang cenderung mengorok? Ternyata tidak lho. “Orang Asia lebih cenderung mendengkur karena struktur rahang yang lebih sempit dan leher yang lebih pendek dibandingkan ras Eropa. Jadi penderita sleep apnea belum tentu bertubuh gemuk,” ujar Andreas.
Tidak semua dengkuran menjadi pertanda sleep apnea. “Untuk memastikannya harus dicek di laboratorium klinik tidur,” jelas Andreas. Dalam pemeriksaan, si pendengkur akan direkam fungsi-fungsi tubuhnya selama tidur sepanjang malam dengan menggunakan Apnea Hypopnea Index. Dari sini akan diketahui berapa kali dia mengalami henti napas setiap jamnya.
Lebih lanjut Andreas memaparkan, berat-ringannya sleep apnea bukan ditentukan oleh keras-lembutnya volume dengkuran, melainkan frekuensi henti napas yang terjadi setiap jam. Dan, jika terjadi 15–30 kali dalam satu jam sudah termasuk gangguan sedang, dan berat jika frekuensinya mencapai lebih dari 30 kali per jam.
”Makanya untuk mengetahui adanya gangguan, Anda bisa datang ke laboratorium tidur untuk direkam kondisi selama tertidur seperti pernapasan, gelombang otak dan jantung,”ungkapnya.
Lantas, bagaimana solusi mendengkur ini? “ Tidak ada obat untuk gangguan tidur. Jika ada henti napas, harus pakai alat disebut CPAP (continous positive airway pressure). CPAP mirip masker yang dilengkapi tabung kecil untuk memompa udara bertekanan positif ke dalam saluran pernapasan, bentuknya sangat fleksibel sehingga tidak menggangu tidur. Untuk mencegah terjadinya sleep apnea datang kembali, CPAP ini sebaiknya digunakan selama tidur,” papar Andreas seraya menambahkan solusi lainnya adalah dengan operasi.
Jadi olahraga tak bisa mengurangi dengkuran? “Tidak, kecuali kalau penyebab mengorok karena murni kegemukan,” tandasnya.
http://www.hidupgaya.com/index.php?action=content&id=2010021919075714
Filed under: Liputan Media, Mendengkur | Tagged: atasi mendengkur, klinik gangguan tidur, klinik mendengkur, klinik ngorok, mendengkur, ngorok, OSA, sleep apnea | Leave a comment »