Ketika mendengar ‘gangguan tidur’ yang terlintas dipikiran kita adalah sulit tidur atau insomnia. Tetapi kini, para ahli kesehatan menekankan bahwa dalam melihat gangguan tidur, kita harus melihat efeknya di siang hari. Artinya sulit tidur baru bermakna insomnia bila disertai gangguan di siang harinya. Misalkan rasa lemas, pusing, emosional dan sebagainya.
Sementara bila seseorang sudah cukup tidur namun masih merasa tak segar ketika bangun dan terus mengantuk di siang hari, ini berarti ia mengalami gejala ‘kantuk berlebih’. Kantuk berlebih atau hipersomnia sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari, tetapi kita tak tahu apa itu.
Hipersomnia juga dikenal sebagai Excessive Daytime Sleepiness (EDS). Tidak sama dengan kelebihan tidur atau oversleeping. Sejujurnya kedokteran tidur tidak mengenal tidur berlebihan, karena yang ada adalah sering mengantuk sehingga terkesan tidur terus menerus.
Hipersomnia sendiri bukanlah suatu penyakit. Ia barulah gejala yang mengarah pada beberapa gangguan tidur. Sama seperti demam. Demam barulah gejala, penyakitnya nanti bisa flu, demam tifoid atau DBD.
Untuk itu baik kiranya jika kita juga mengenali gangguan tidur apa saja yang mempunyai gejala sering mengantuk atau hipersomnia.
Narkolepsi
Narkolepsi dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur, dimana penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang waktu ia mengantuk. Rasa kantuk biasanya hilang setelah tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur.
Gangguan terjadi pada mekanisme pengaturan tidur. Tidur, berdasarkan gelombang otak, terbagi dalam tahapan-tahapan mulai dari tahap N1,N 2, N3 dan R atau Rapid Eye Movement (REM). Tidur R adalah tahapan dimana kita bermimpi. Pada penderita narkolepsi gelombang REM seolah menyusup ke gelombang sadar. Akibatnya kantuk terus menyerang, dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar.
Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad):
- Rasa kantuk berlebihan (EDS)
- Katapleksi (cataplexy)
- Sleep paralysis
- Hypnagogic/hypnopompic hallucination.
Katapleksi merupakan gejala khas narkolepsi yang ditandai dengan melemasnya otot secara mendadak. Otot yang melemas bisa beberapa otot saja sehingga kepala terjatuh, mulut membuka, menjatuhkan barang-barang, atau bisa juga keseluruhan otot tubuh. Keadaan ini dipicu oleh lonjakan emosi, baik itu rasa sedih maupun gembira. Biasanya emosi positif lebih memicu katapleksi dibanding emosi negatif. Pada sebuah penelitian penderita narkolepsi diajak menonton film komedi, dan saat ia terpingkal-pingkal tiba-tiba ia terjatuh lemas seolah tak ada tulang yang menyangga tubuhnya.
Kondisi mimpi yang menyusup ke alam sadar bermanifestasi sebagai halusinasi. Penderita narkolepsi biasanya berhalusinasi seolah melihat orang lain di dalam ruangan. Orang lain tersebut bisa orang yang dikenal, teman, keluarga, sekedar bayangan, hantu atau bahkan makhluk asing, tergantung pada latar belakang budaya penderita.
Dengan gejala-gejala yang tidak biasa ini, tidak jarang keluarga menganggap penderita narkolepsi mengidap gangguan jiwa.
Sindroma Tungkai Gelisah
Sindroma tungkai gelisah, Restless Legs Syndrome (RLS) adalah rasa tidak nyaman pada kaki yang dirasakan saat duduk atau berbaring diam untuk waktu yang lama. Rasa tidak nyaman yang sulit digambarkan dengan kata-kata ini hanya dapat dihilangkan dengan cara digerak-gerakkan atau dengan pijatan. Rasa tidak nyaman digambarkan sebagai rasa kesemutan, pegal, sakit atau rasa ada sesuatu yang merambat di dalam.
Gangguan syaraf ini meyulitkan penderitanya untuk jatuh tidur. Sedangkan di saat tidur, otak berulang kali terbangun (micro arousal) akibat kaki yang bergerak-gerak secara periodik tanpa disadari. Sehingga proses tidur pun jadi terpotong-potong. Tidak heran jika salah satu gejala khasnya adalah rasa hipersomnia.
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Henti nafas sewaktu tidur merupakan penemuan terpenting dari dunia kedokteran tidur yang disebabkan oleh menyempitnya saluran nafas atas. Dalam keadaan tidur, saluran nafas melemas sehingga menyebabkan penyempitan. Akibatnya walaupun dada dan perut berusaha menarik nafas, tidak ada udara yang dapat lewat.
Ciri utama dari OSA adalah kebiasaan tidur mendengkur dan adanya rasa kantuk berlebih di siang hari. Gejala lainnya berupa sering terbangun untuk buang air kecil di malam hari, bangun dengan rasa kurang segar, sakit kepala di pagi hari, kemampuan konsentrasi dan daya ingat yang menurun, emosi yang sulit dikontrol, hingga libido yang menurun. Rasa kantuk berlebih berujung pada kualitas hidup yang buruk, seperti turunnya produktifitas dan kemampuan berkendara atau mengoperasikan mesin.
Ini diakibatkan oleh kualitas tidur yang buruk. Saat saluran nafas tersumbat, aliran udara akan berhenti dan mengakibatkan turunnya kadar oksigen dan naiknya kadar karbondioksida dalam darah. Sebuah sensor dalam tubuh akan aktif jika kadar karbondioksida terlalu tinggi. Selanjutnya ia akan membangunkan otak (micro arousal) untuk bernafas. Pada saat ini penderitanya mengeluarkan suara khas seperti tercekik atau tersedak (gasping/choking) yang lalu diikuti dengan kembalinya suara dengkuran. Perlu ditekankan bahwa penderita OSA tidak ingat bahwa dirinya berulang kali terbangun sepanjang malam.
OSA merupakan gangguan yang serius. Tidak jarang penderitanya meninggal dunia akibat kecelakaan kerja maupun lalu lintas. Sedangkan pada kesehatan, OSA merupakan faktor resiko independen dari hipertensi gangguan jantung hingga stroke. Di tahun 1998, WHO bahkan telah menyatakan bahwa OSA merupakan salah satu penyebab dari Hipertensi Arteri Pulmonal.
Filed under: Gangguan Tidur, Kesehatan Tidur, Mendengkur | Tagged: EDS, hipersomnia, klinik tidur, narkolepsi, periodic limb movements in sleep, PLMS, restless legs syndrome, selalu mengantuk, sering mengantuk, sindroma tungkai gelisah | 8 Comments »