Sering Mengantuk

Ketika mendengar ‘gangguan tidur’ yang terlintas dipikiran kita adalah sulit tidur atau insomnia. Tetapi kini, para ahli kesehatan menekankan bahwa dalam melihat gangguan tidur, kita harus melihat efeknya di siang hari. Artinya sulit tidur baru bermakna insomnia bila disertai gangguan di siang harinya. Misalkan rasa lemas, pusing, emosional dan sebagainya.

Sementara bila seseorang sudah cukup tidur namun masih merasa tak segar ketika bangun dan terus mengantuk di siang hari, ini berarti ia mengalami gejala ‘kantuk berlebih’. Kantuk berlebih atau hipersomnia sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari, tetapi kita tak tahu apa itu.

selalu mengantuk

Hipersomnia juga dikenal sebagai Excessive Daytime Sleepiness (EDS). Tidak sama dengan kelebihan tidur atau oversleeping. Sejujurnya kedokteran tidur tidak mengenal tidur berlebihan, karena yang ada adalah sering mengantuk sehingga terkesan tidur terus menerus.

Hipersomnia sendiri bukanlah suatu penyakit. Ia barulah gejala yang mengarah pada beberapa gangguan tidur. Sama seperti demam. Demam barulah gejala, penyakitnya nanti bisa flu, demam tifoid atau DBD.

Untuk itu baik kiranya jika kita juga mengenali gangguan tidur apa saja yang mempunyai gejala sering mengantuk atau hipersomnia.

Narkolepsi

Narkolepsi dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur, dimana penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang waktu ia mengantuk. Rasa kantuk biasanya hilang setelah tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur.

Gangguan terjadi pada mekanisme pengaturan tidur. Tidur, berdasarkan gelombang otak, terbagi dalam tahapan-tahapan mulai dari tahap N1,N 2, N3 dan R atau Rapid Eye Movement (REM). Tidur R adalah tahapan dimana kita bermimpi. Pada penderita narkolepsi gelombang REM seolah menyusup ke gelombang sadar. Akibatnya kantuk terus menyerang, dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar.

Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad):

  1. Rasa kantuk berlebihan (EDS)
  2. Katapleksi (cataplexy)
  3. Sleep paralysis
  4. Hypnagogic/hypnopompic hallucination.

Katapleksi merupakan gejala khas narkolepsi yang ditandai dengan melemasnya otot secara mendadak. Otot yang melemas bisa beberapa otot saja sehingga kepala terjatuh, mulut membuka, menjatuhkan barang-barang, atau bisa juga keseluruhan otot tubuh. Keadaan ini dipicu oleh lonjakan emosi, baik itu rasa sedih maupun gembira. Biasanya emosi positif lebih memicu katapleksi dibanding emosi negatif. Pada sebuah penelitian penderita narkolepsi diajak menonton film komedi, dan saat ia terpingkal-pingkal tiba-tiba ia terjatuh lemas seolah tak ada tulang yang menyangga tubuhnya.

Kondisi mimpi yang menyusup ke alam sadar bermanifestasi sebagai halusinasi. Penderita narkolepsi biasanya berhalusinasi seolah melihat orang lain di dalam ruangan. Orang lain tersebut bisa orang yang dikenal, teman, keluarga, sekedar bayangan, hantu atau bahkan makhluk asing, tergantung pada latar belakang budaya penderita.

Dengan gejala-gejala yang tidak biasa ini, tidak jarang keluarga menganggap penderita narkolepsi mengidap gangguan jiwa.

Sindroma Tungkai Gelisah

Sindroma tungkai gelisah, Restless Legs Syndrome (RLS) adalah rasa tidak nyaman pada kaki yang dirasakan saat duduk atau berbaring diam untuk waktu yang lama. Rasa tidak nyaman yang sulit digambarkan dengan kata-kata ini hanya dapat dihilangkan dengan cara digerak-gerakkan atau dengan pijatan. Rasa tidak nyaman digambarkan sebagai rasa kesemutan, pegal, sakit atau rasa ada sesuatu yang merambat di dalam.

Gangguan syaraf ini meyulitkan penderitanya untuk jatuh tidur. Sedangkan di saat tidur, otak berulang kali terbangun (micro arousal) akibat kaki yang bergerak-gerak secara periodik tanpa disadari. Sehingga proses tidur pun jadi terpotong-potong. Tidak heran jika salah satu gejala khasnya adalah rasa hipersomnia.

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Henti nafas sewaktu tidur merupakan penemuan terpenting dari dunia kedokteran tidur yang disebabkan oleh menyempitnya saluran nafas atas. Dalam keadaan tidur, saluran nafas melemas sehingga menyebabkan penyempitan. Akibatnya walaupun dada dan perut berusaha menarik nafas, tidak ada udara yang dapat lewat.

Ciri utama dari OSA adalah kebiasaan tidur mendengkur dan adanya rasa kantuk berlebih di siang hari. Gejala lainnya berupa sering terbangun untuk buang air kecil di malam hari, bangun dengan rasa kurang segar, sakit kepala di pagi hari, kemampuan konsentrasi dan daya ingat yang menurun, emosi yang sulit dikontrol, hingga libido yang menurun. Rasa kantuk berlebih berujung pada kualitas hidup yang buruk, seperti turunnya produktifitas dan kemampuan berkendara atau mengoperasikan mesin.

Ini diakibatkan oleh kualitas tidur yang buruk. Saat saluran nafas tersumbat, aliran udara akan berhenti dan mengakibatkan turunnya kadar oksigen dan naiknya kadar karbondioksida dalam darah. Sebuah sensor dalam tubuh akan aktif jika kadar karbondioksida terlalu tinggi. Selanjutnya ia akan membangunkan otak (micro arousal) untuk bernafas. Pada saat ini penderitanya mengeluarkan suara khas seperti tercekik atau tersedak (gasping/choking) yang lalu diikuti dengan kembalinya suara dengkuran. Perlu ditekankan bahwa penderita OSA tidak ingat bahwa dirinya berulang kali terbangun sepanjang malam.

OSA merupakan gangguan yang serius. Tidak jarang penderitanya meninggal dunia akibat kecelakaan kerja maupun lalu lintas. Sedangkan pada kesehatan, OSA merupakan faktor resiko independen dari hipertensi gangguan jantung hingga stroke. Di tahun 1998, WHO bahkan telah menyatakan bahwa OSA merupakan salah satu penyebab dari Hipertensi Arteri Pulmonal.

TIDUR untuk Sehat dan Awet Muda

Jam biologis tubuh yang tidak sesuai dengan jadwal aktivitas kehidupan yang makin sibuk masa kini, memunculkan berbagai gejala gangguan tidur. Panduan para ahli berikut ini akan membantu Anda agar tetap bisa mendapatkan tidur yang berkualitas.

Saking otomatisnya aktivitas tidur, kita cenderung mengabaikannya, sampai suatu ketika kita mengalami gangguan tidur. Dalam keadaan demikian, barulah kita merasakan betapa pentingnya tidur.

Ketika tidur, tubuh memusatkan sebagian besar energinya untuk proses penyerapan dan asimilasi zat makanan, regenerasi sel, juga detoksifikasi. Jadi, kurang tidur akan menghambat proses tersebut dan mengganggu metabolisme tubuh.

Tidur juga sangat penting untuk memulihkan kondisi mental. Kurang tidur bisa membuat orang linglung, begitu  menurut Sean Drummond, peneliti ilmu kedokteran tidur (sleeping medicine) dari University of California, USA.. Jika seseorang  terjaga sepanjang 21 jam tanpa tidur, kemampuan kognitifnya anjlok. Ia pun bisa sempoyongan seperti mabuk.

Berita baiknya, kondisi itu bisa berlaku sebaliknya. Bahwa beberapa jam tambahan tidur nyenyak pada malam hari atau siang bisa memperbaiki  konsentrasi yang menjadi dasar kemampuan kognitif seseorang. Jadi hanya dalam keadaan tidur nyenyaklah tubuh mampu menyembuhkan dan mempertahankan kesehatannya.

Bukan hanya insomnia

Sampai saat ini kasus insomnia atau kurang tidur merupakan gangguan tidur yang paling banyak dikeluhkan sehingga topik ini menjadi bahasan penting dalam Konferensi Nasional Psikoterapi III,  yang baru lewat pada awal Mei 2010 lalu di Jakarta. Angka prevalensi insomnia di Indonesia menurut penyelenggara konferensi adalah 10% dari jumlah penduduk, sementara di Amerika 10-15%. Tingginya angka kejadian di sini disebabkan karena penanganan  insomnia belum memadai (Tempo, 16 Mei 2010).

Ahli kesehatan tidur, Dr Andreas Prasadja, RPSGT dari Klinik Gangguan Tidur (Sleep Disorder Clinic), Ruimah Sakit Mitra Kemyoran Jakarta, menyatakan yang lebih penting diwaspadai sekarang ini bukan sekadar gejala insomnia, namun hipersomnia (serangan kantuk berlebihan), yang antara lain disebabkan oleh sleep apnea (yang ditandai dengan tidur mendengkur) atau henti napas saat tidur dan bisa berakibat fatal dan mematikan. Banyak penderita tidak menyadarinya.

Kurangnya informasi dan pandangan umum masyarakat di sini bahwa mendengkur hanya kebiasaan memalukan dari tidur, menyebabkan kasus henti napas ini tidak pernah secara tuntas dikonsultasikan kepada ahlinya.  Apalagi disembuhkan.

Banyak kejadian serangan stroke di kamar mandi pada pagi hari, tidak bisa dianggap hal yang biasa. Ilmu kedokteran tidur menengarainya sebagai kemungkinan kualitas tidur  yang sangat buruk pada malam sebelumnya.  Penderita mengalami gangguan henti napas yang menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam darah yang drastis pada saat menjelang pagi.

Berapa lama kecukupan tidur ?

Orang dewasa sehat jika diberi kesempatan tidur dalam waktu yang tidak terbatas, akan tidur rata-rata antara 8-8.5 jam sepanjang malam.  Namun kebutuhan tidur masing-masing orang akan berubah sepanjang tahun sesuai perjalanan umur.

Sedang, rata-rata, bayi yang baru lahir akan tidur 16-18 jam, anak-anak pada masa sekolah 10-12 jam sehari-semalam, sedangkan  remaja sekitar 9 jam. Adanya perubahan hormonal pada remaja akan mengubah siklus menjadi tidur lebih malam. Beban kerja otak juga bisa menjadi penentu kebutuhan tidur seseorang. Semakin berat beban kerja otak makin banyak diperlukan waktu tidur dibandingkan mereka yang hidupnya lebih santai.

Hormon dan aktivitas tidur

Selain aktivitas gelombang otak, dalam  fase tidur berlangsung  aktivitas hormonal yang memungkinkan sistem tubuh bekerja secara sinergi dan menjadikan tidur sangat  bermanfaat  bagi penyembuhan dan peremajaan diri, demikian penjelasan dokter ahli naturopati, Dr Amarullah H. Siregar, DIHom, DNMed, PhD. (N)

Penulis : Endang Ariani

Simak artikel lengkapnya di Nirmala 06/Tahun 11, edar 1 Juni 2010

link: http://www.nirmalamagazine.com/articles/viewArticleCategory/16/page:4

Urusan Tidur? Pria dan Wanita Memang Berbeda

Rabu, 15 Juli 2009 | 00:31 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Wanita dan pria ternyata memang berbeda, salah satunya dalam urusan tidur. Setidaknya, itulah yang hasil penelitian yang dilakukan para ahli dari Duke University Medical Center, North Carolina, Amerika Serikat, yang dirilis Maret 2008. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa wanita yang tidak tidur dengan baik, ternyata cenderung lebih memiliki perasaan buruk, mudah marah, dan depresi, dibandingkan dengan kaum pria.

Bahkan, salah seorang penelitinya, Edward Suarez, PhD., yang juga gurubesar psikiatri di universitas tersebut, menyatakan bahwa gangguan tidur pada wanita juga menunjukkan gejala naiknya risiko terkena penyakit kardiovaskular. Hal itu tidak terjadi pada pria yang mengalami gangguan tidur yang sama.

Mengapa ada perbedaan seperti itu? Jawabannya, karena pria dan wanita memiliki sistem hormonal yang berbeda. Menurut Suarez, kondisi hormon pada wanita, sangat berpengaruh pada suasana hati, kondisi perasaan, keseimbangan insulin, dan tentu saja kualitas tidur. Contohnya, asam amino tritophan dan hormon melatonin yang membantu tidur, terkait pada fungsi serotonin pada otak, yang bekerja mengendalikan mood. Artinya, jika tidur terganggu, maka fungsi serotonin pun otomatis bakal ikut kocar-kacir.

Hal senada juga disebutkan dr. Andreas Prasadja, spesialis di bidang tidur dari Sleep Disorder Clinic, Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta. “Karena faktor hormonal pula, masalah tidur pada wanita menjadi lebih kompleks,” ujarnya

Pada saat hamil, misalnya. Pada trimester pertama, akibat tingginya hormon progesteron, seorang wanita yang biasanya tidur 5-6 jam sehari, biasanya jadi tidur lebih banyak, antara 7-8 jam sehari. Memasuki trimester kedua, progesteron masih meningkat, namun lebih lamban. Pada masa trimester kedua inilah wanita hamil baru dapat tidur dengan lebih baik.

Tapi, di usia kehamilan ini pula, banyak wanita yang justru menderita sleep apnea. “Ini ditandai dengan tidur mendengkur,” kata Andreas. Sleep apnea pada masa kehamilan bisa terjadi akibat pertambahan berat badan dan membengkaknya saluran napas. Kondisi ini sebaiknya benar-benar diperhatikan. Soalnya, menurut Andreas sleep apnea pada masa kehamilan amat berbahaya, karena dapat memicu hipertensi dan berujung pada pre-eklamsia.

Saking seriusnya, di sejumlah rumah sakit di negara- negara maju, khususnya di bagian perawatan ibu hamil, sudah banyak didirikan pusat-pusat CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) atau terapi untuk sleep apnea. Dan, pada trimester terakhir, gangguan tidur berupa insomnia bisa menyerang kembali, akibat posisi tidur yang serba sulit dan kecemasan akan proses kelahiran.

Di Indonesia, meski tidak dikhususkan untuk ibu hamil, kini ada laboratorium tidur yang bisa memonitor aktivitas tidur Anda. Sudah dibuka di beberapa tempat. Di Jakarta misalnya, ada di RS Persahabatan, RS Mitra Kemayoran, dan RS Medistra. Seperti telah disebutkan dalam artikel tidur sebelumnya (Koran Tempo, 8 Juli 2009), sebaiknya Anda memilih laboratorium dengan fasilitas polysomnography tipe 1 yang memiliki minimal tujuh channel. Yaitu bisa merekam gelombang otak, mengukur tonus otot di dagu dan kaki, menganalisa suara dengkuran, membaca gerakan bola mata, mengukur aliran udara nafas, gerakan nafas (dada dan perut), melakukan rekam jantung, mengukur kadar oksigen, juga menilai posisi tidur (miring kiri, kanan, terlentang, tengkurap), dan lainlain. Dan Lab tersebut juga harus ditunggu oleh tenaga profesional khusus di bidangnya, serta hasil dari analisa alat tersebut harus dianalisa serta dibaca oleh dokter yang khusus di bidang tidur. TIM INFO TEMPO


TIP

Jangan Merokok


Ada berbagai cara dan siasat ampuh untuk mengatasi gangguan sulitnya tidur. Selain berkonsultasi dengan ahlinya, minum segelas susu hangat mungkin bisa membantu. Ini karena susu mengandung tritophan, yaitu senyawa kimia yang bisa membantu kita terlelap. Hindari kafein dan minuman beralkohol, yang bisa membuat Anda terjaga sepanjang malam. Ini juga berlaku untuk nikotin. Hindari merokok saat hendak tidur atau jika Anda terbangun di tengah malam.

Jika tak bisa meninggalkan kopi di malam hari, setidaknya minumlah dalam waktu empat hingga enam jam sebelum waktu tidur. Cara tersebut akan membuat Anda tertidur dengan lebih mudah.

link: http://www.tempointeraktif.com/hg/info_sehat/2009/07/15/brk,20090715-187196,id.html

Sean Algaier “The Biggest Loser” dan Sleep Apnea – Mendengkur

Orang tidak akan mengaitkan tidur dengan acara realitas The Biggest Loser, tapi ternyata kesehatan tidur justru memegang peranan penting. Sejak musim ke-7, dalam pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan tidur dijadikan pemeriksaan rutin bagi para peserta. Hasilnya ternyata mengejutkan para dokter yang turut membina acara tersebut. Kebanyakan peserta ternyata mendengkur dan menderita sleep apnea. Bahkan dalam derajat yang parah. Dalam satu musim tersebut semua peserta terdiagnosa dengan sleep apnea!

Pada musim pertama, dokter di acara tersebut menyebutkan tiga pilar kesehatan: psikologi, makan yang sehat dan olah raga. Kini ia menambahkan pilar ke-4, yaitu tidur yang sehat.

Para peserta The Biggest Loser tersebut mendapatkan perawatan sleep apnea dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP), berupa masker yang dihubungkan dengan alat khusus. Dan inilah salah satu cerita bagaimana perawatan sleep apnea telah mengubah hidupnya.

Sean

Sean Algaier ikut acara The Biggest Loser musim ke-8 dalam usia 29 tahun dan bobot sekitar 210 kg. Sean sudah kelebihan berat badan sejak di tingkat SMU. Di rumah ia gemar sekali makan dan baginya berolah raga adalah sebuah bentuk hukuman.

Sebelum mengikuti program ini, Sean tidak tahu bila ia menderita sleep apnea, tapi sudah lama istrinya curiga. Di tengah malam, sang istri amat takut melihat nafas Sean terengah-engah dan tampak sesak. Namun Sean tak pernah ambil peduli dengan kekhawatiran istrinya dan menolak melakukan pemeriksaan tidur. Karena biayanya memang tak bisa dibilang murah, sedangkan Sean lebih memilih membelanjakan uang bagi keluarga dibanding untuk dirinya sendiri. Lagi pula, baginya mendengkur bukanlah masalah besar.

Sementara itu, teman-temannya sering menertawakan karena ia mudah sekali tertidur. Ia selalu merasa lelah, hingga baginya ini normal saja. Sean bisa tertidur 5-6 kali sehari, bahkan ketika mengendara! Ia juga mendengkur keras di malam hari, dan ini mempengaruhi kehidupan perkawinannya. Mereka tidur di tempat tidur yang sama, namun di tengah malam ia akan pindah tidur.

Biasanya Sean akan tidur di kursi dalam posisi duduk. Baginya dengan posisi ini ia bisa tidur lebih lama. Tapi karena berat badannya amat berlebih, aliran darah jadi kurang lancar dan kakinya menjadi bengkak di pagi hari. Mungkin saja ia mengalami sumbatan pembuluh darah atau hal-hal lain yang buruk akibat sleep apnea yg dideritanya.

Begitu memasuki program acara, Sean menjalani pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Namun ia tak tahu hasilnya.

Di hari pertama, ia mulai berolah raga secara intensif. “Saya tertidur di hari pertama di Gym;” ceritanya. “Malam sebelumnya saya tidak bisa tidur, dan saya amat lelah. Waktu itu saya berjam-jam di atas treadmill. Dan tiba-tiba saya terbangun dengan kamera di depan wajah saya, serta Bob (pelatih) berteriak-teriak membangunkan. Ini amat memalukan!”

Setelah sesi latihan, Sean diberitahu bahwa ia menderita sleep apnea yang parah. Dalam tidur, nafasnya berhenti sebanyak lebih dari 100 kali perjam. Malamnya, ia langsung tidur dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP). Untuk pertama kalinya, ia tidur penuh selama 8 jam.

Sean mengatakan, “Sepertinya ini pertama kalinya saya tidur sejak tingkat SMP. Saya tidur pulas dan saya benar-benar bahagia. Di pagi hari rasanya saya sanggup lari marathon. Kini nafas saya tidak berhenti lagi dalam tidur, dan saya tidur di ranjang yang sama dengan istri.” Di penghujung acara, Sean telah kehilangan 70 kg – dari 210 menjadi 140 kg saja. Ia mengakui bahwa dengan menggunakan CPAP ia dapat menurunkan berat badan dengan lebih mudah. Kini bobotnya menjadi 108 kg dan ia berharap masih bisa menurunkan 10-20 kg lagi.

“CPAP telah mengubah hidup saya,” ujar Sean. “ Saya rasa, siapapun yang mengalami gangguan tidur, jika mereka mau memperbaikinya, itu akan mengubah hidup mereka. Mereka tidak menyadari betapa banyak mereka kehilangan ketika tidak tidur baik di malam hari. Saya tak akan mau kembali merasakan perasaan itu lagi. Saya ingin merasa segar dan ‘hidup’ di siang hari. Saya sarankan, siapapun yang ingin menurunkan berat badan atau mendengkur, selamatkan hidup Anda dengan menjalani pemeriksaan tidur!”

Sumber: National Sleep Foundation

Suami Pemalas? Sering Mengantuk?

Pasangan Anda pemalas? Ia enggan menemani berbelanja di akhir pekan, selalu mengantuk, sering tampak lesu, kurang motivasi, tak bersemangat serta kurang produktif. Jangan cepat-cepat menyebutnya sebagai pemalas. Perhatikan kebiasaan tidurnya, meskipun ia mudah sekali tertidur, ada kemungkinan besar ia menderita gangguan tidur!

Dita kesal sekali pada suaminya yang pemalas. Setiap pulang kerja ia selalu mengeluh lelah hingga harus tidur lebih awal, sedangkan di akhir pekan Dita sekeluarga hanya dapat bersenang-senang sebentar karena Mas Arif tersayang sudah terlalu lelah untuk meneruskan perjalanan.

Awalnya Dita dapat memaklumi sikap Arif karena ia tahu kesibukan suaminya di kantor. Ia berpikir, mungkin ini semua disebabkan oleh tekanan pekerjaan, dan padatnya lalu lintas Jakarta. Sampai suatu kesempatan ia mendengar kelakar rekan-rekan sekantor Mas Arif tentang bagaimana suaminya sempat tertidur di saat rapat. Dita pun mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada suaminya. Ia mulai memperhatikan kebiasaan-kebiasaan suaminya yang sering terlihat lesu dan kurang bersemangat itu. Salah satunya adalah sering buang air kecil di malam hari. Dita pun memikirkan kemungkinan Arif menderita diabetes.

Setelah menjalani pemeriksaan lengkap, dokter menyatakan Arif tidak menderita diabetes. Bahkan dokter menganjurkan agar Arif berkonsultasi ke Klinik Gangguan Tidur. Mereka amat terkejut ketika dokter di klinik tersebut menyatakan Arif menderita gejala gangguan tidur karena kantuk berlebih yang ia derita. Lebih terkejut lagi ketika dokter tersebut mengaitkan keluhan-keluhan Arif dengan hipertensi dan kebiasaannya mendengkur!

Hipersomnia

Selama ini kita memahami gangguan tidur sebagai insomnia semata. Ternyata kantuk berlebih yang juga dikenal sebagai hipersomnia juga merupakan suatu gejala gangguan tidur. Hipersomnia sering kita abaikan karena kita tidak terbiasa memperhatikan kesehatan tidur kita. Padahal tren kesehatan dunia kini amat memperhatikan kesehatan tidur sebagai parameter kesehatan seseorang. Prof. William Dement, yang juga dikenal sebagai bapak kedokteran tidur, menyatakan bahwa lebih mudah memprediksi status kesehatan seseorang dari kebiasaan tidurnya dibanding dari diet atau olah raga yang dilakukannya.

Hipersomnia merupakan tanda seseorang menderita gangguan tidur. Mulai dari kurangnya jumlah tidur hingga gangguan tidur yang lebih serius seperti Sleep Apnea, Sindroma Tungkai Gelisah hingga Narkolepsi.

Penderita hipersomnia sering kali menyangkal dirinya mengantuk berlebihan, padahal kantuk pada jam-jam setelah makan siang merupakan salah satu tanda awalnya. Ya, kantuk di siang hari tidak ada kaitannya dengan perut yang kenyang. Jam biologis yang mendorong seseorang untuk tetap terjaga memang menurunkan kesiagaannya  pada jam-jam tersebut. Tetapi pada kondisi normal, seharusnya kita tidak mengantuk. Kita mengantuk karena hutang tidur yang kita tanggung. Hutang tidur bisa diakibatkan karena tidur kita yang kurang pada malam sebelumnya atau tidur kita cukup tetapi kualitasnya buruk. Salah satu tandanya adalah rasa kurang segar saat bangun pagi walaupun tidur sudah cukup lama. Manifestasi yang semakin berat biasanya berupa sakit kepala di pagi hari.

Sleep Apnea

Penderita gangguan tidur seperti Arif. Walaupun sudah cukup lama tidur (normal 8 jam sehari,) bahkan terkadang lebih, masih merasa tidak segar di pagi hari. Apalagi di siang hari, rasa lelah terus merongrong aktifitasnya. Untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan ia memerlukan usaha dua kali lipat dibanding orang lain. Ditambah dengan beban hutang tidur, tak heran apabila ia selalu merasa lelah. Di kantor ia juga dikenal sebagai pimpinan yang galak karena emosinya yang labil. Semua ini menurunkan kualitas hidupnya.

Arif masih beruntung karena ia seorang pekerja kantor. Paling buruk, ia tertidur di saat rapat. Bayangkan jika ini terjadi pada seorang pilot atau buruh yang mengoperasikan mesin. Pada tahun 2003 terjadi kecelakaan Shinkansen (kereta cepat) di Osaka (Japan Times, March 3rd, 2003.) Si masinis tetap bertugas walaupun dalam kondisi mengantuk. Telah lama ia merasa selalu lelah dan mengantuk, namun semuanya dianggap wajar dan dapat diatasi dengan bercangkir-cangkir kopi. Tetapi hari itu ia tertidur selama 8 menit. Tidak ada kopi maupun minuman berenergi yang dapat menolong. Untunglah tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Tetapi kejadian ini menguak sebuah kenyataan bahwa si masinis ternyata menderita sleep apnea, yang ditandai dengan kantuk berlebihan dan tidur mendengkur!

Arif lalu menjalani pemeriksaan Polisomnografi (PSG) di laboratorium tidur. Hasilnya ia menderita Obstructive Sleep Apnea yang parah. Dalam tidurnya ia berhenti nafas rata-rata 52 kali per jam. Bahkan satu kali Arif pernah berhenti nafas selama 73 detik. Satu menit lebih! Dalam keadaan sadar, kita tidak akan dapat menahan nafas selama ini. Belum lagi kadar oksigen darahnya yang menurun drastis selama henti nafas.

PSG adalah standar emas pemeriksaan untuk mendiagnosis berbagai gangguan tidur. Tanpa pemeriksaan ini, dokter akan mengalami kesulitan dalam melakukan terapi karena tidak adanya diagnosis yang jelas.

Setelah diterapi beberapa waktu, Dita amat puas melihat perubahan pada Arif. Suara dengkuran tak lagi terdengar. Dan seolah suaminya mendapatkan kehidupannya kembali. Walaupun terkadang masih mengantuk di siang hari, Arif sudah bisa merasakan kualitas tidur yang baik. Di pagi hari suaminya tampak selalu segar dan bersemangat. Setiap pekerjaan diselesaikannya dengan baik dan memuaskan. Predikat galak-pun perlahan menghilang dari obrolan kantor. Hipertensi yang sudah lama diderita perlahan kembali normal. Dosis obat yang harus diminum tiap hari pun perlahan diturunkan dibawah pengawasan dokter. Yang paling membahagiakan, kini Arif memiliki banyak waktu untuk dihabiskan bersama keluarga tercinta.