Kurang Tidur Picu Perilaku Curang dan Tidak Etis

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Journal of Applied Psychology menemukan bahwa memberikan dua cangkir kopi pada karyawan yang kekurangan tidur akan membantu mereka menolak tindakan-tindakan yang tidak etis.

Saat mengantuk dan kurang tidur, kita jadi sulit menolak ajakan untuk berbuat curang. Alasannya sederhana saja, kita terlalu lelah dan mengantuk untuk menganalisa dan mencari alasan untuk berkata tidak.

Penelitian

Para ahli mengatur agar para relawan untuk tidak tidur semalaman, lalu dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama di pagi hari diberi permen karet tanpa kafein, sementara kelompok lainnya diberi permen karet dengan kadar kafein 200 mg, setara dengan dua cangkir kopi.

Para peserta lalu ditempatkan pada sebuah situasi dimana mereka didorong untuk berbohong agar mendapat uang ekstra. Mereka yang mengunyah permen karet berkafein lebih cenderung menolak berbuat curang, sementara kelompok yang tidak mendapatkan kafein rata-rata menurut saja ketika diajak berbohong.

Temuan Terdahulu

Penelitian ini sebenarnya didasari oleh temuan terdahulu dimana para karyawan yang kekurangan tidur cenderung berbuat curang dan tak etis dibanding mereka yang cukup tidur. Penelitian yang diterbitkan oleh Organizational Behavior and Human Decission Process di tahun 2011 ini mencatat perbedaan perilaku yang dipicu oleh kekurangan tidur. Bahkan para peneliti mencatat perbedaan durasi tidur 22 menit saja sudah merubah perilaku etis seseorang.

Kelompok peneliti lain juga pernah menyatakan bahwa kondisi kurang tidur akan mendorong perilaku yang menyimpang di tempat kerja. Mereka juga temukan bahwa kurang tidur sedikit saja sudah membuat orang mudah berperilaku tak semestinya saat bekerja. Karyawan yang tidur kurang dari enam jam seharinya lebih mudah berbuat curang dibanding yang tidur lebih dari enam jam. Kecurangan bukan tentang mencuri, tetapi pada pemalsuan dokumen, mengakui hasil kerja orang lain dan secara sengaja melaporkan data yang salah.

Tidur dan Pengendalian Diri

Pekerja yang baik, salah satu syaratnya tentu berperilaku etis dan jujur. Perilaku karyawan yang baik juga mencerminkan organisasi yang baik. Tentu semua perusahaan menginginkan para pekerjanya merupakan orang-orang ulet, pekerja keras serta berperilaku baik.

Tetapi sering kali kita juga melihat bagaimana para pemimpin perusahaan terus mendorong para pekerjanya untuk bekerja giat tanpa memperhatikan kebutuhan istirahat. Padahal dari data-data ilmiah kita sadari bagaimana kesehatan tidur justru mendorong performa dan produktivitas seseorang. Kini ada satu alasan lagi agar perusahaan mau memperhatikan waktu istirahat karyawannya.

Tidur ternyata berkaitan erat dengan pengendalian diri seseorang. Pengendalian diri berpusat pada korteks pre-frontal otak manusia. Saat kurang tidur, seolah otak terkuras tenaganya. Saat kekurangan tenaga inilah kemampuan pengendalian diri seseorang menurun. Ia pun jadi lebih mudah tergoda untuk berbuat curang.

Walau dikatakan kafein membantu perilaku etis seseorang, kita harus lebih jeli melihat permasalahannya. Asal muasal kebutuhan akan kafein adalah kantuk yang disebabkan oleh kurang tidur. Untuk itu, jauh lebih penting mencegah kantuk dari pada asal mengatasinya dengan konsumsi kafein sembarangan. Ingat, banyak penelitian juga membuktikan bagaimana kafein menunda kantuk tapi tidak dapat meningkatkan performa seseorang.

Jadi, bagaimana caranya menjaga perusahaan agar produktif dan berperilaku etis? Perhatikan juga hal-hal berikut:
– Sediakan kopi, dan sertai dengan informasi cara konsumsi yang tepat
– Batasi waktu lembur yang tak produktif
– Sediakan tempat dan waktu untuk power nap
– Berikan pelatihan dan pengetahuan kesehatan tidur

Bercermin pada hasil-hasil temuan ini, sebaiknya kita juga mulai memperhatikan kesehatan tidur dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia. Mungkin terdengar berlebihan atau mengada-ada, tetapi data ilmiah menunjukkan hasil yang positif. Jika baik, kenapa tidak kita coba.

Kesehatan tidur untuk Indonesia yang lebih baik.

Kurang Tidur Kurangi Fungsi Pembuluh Darah dan Nafas

Penemuan baru dari para peneliti dari the University of Birmingham, Inggris Raya, menyatakan bahwa dengan mengurangi tidur, fungsi-fungsi pembuluh darah dan pernapasan akan terganggu. Akhirnya tentu kesehatan jantung jadi terancam.

Kurang Tidur

Masyarakat modern saat ini sangat kekurangan tidur. Dibanding nenek moyang kita, kita tidur lebih sedikit 1-2 jam. Tak heran jika berbagai penyakit jantung, diabetes dan obesitas jadi meningkat. Ya, jika selama ini kita hanya perhatikan makanan dan olah raga tanpa perhatikan kesehatan tidur, kesehatan kita secara umum terancam.

Dengan gaya hidup 24 jam seperti sekarang, banyak orang merasa sayang jika harus memejamkan mata untuk tidur. Pikirnya lebih banyak waktu untuk bekerja akan lebih banyak oekerjaan yang bisa dikerjakan. Kenyataannya, kemampuan otak yang sudah lelah malah menurunkan kualitas dan performa kerja seseorang.

Penelitian

Para peneliti mencoba melihat, kenapa pengurangan tidur bisa buruk untuk kesehatan jantung. Caranya dengan melihat fungsi-fungsi pembuluh darah dan pernafasan sebelum dan setelah pengurangan tidur. Fungsi pembuluh darah dilihat dengan meningkatkan aliran darah dan seberapa baik respon pembuluh darah dapat mengakomodirnya. Fungsi nafas dilihat dengan meningkatkan kadar karbondioksida. Normalnya jika kadar karbondioksida ditingkatkan nafas jadi lebih cepat dan dalam.

Peserta penelitian ada 8 orang berusia 20-35 tahun. Dua malam pertama semuanya tidur delapan jam setiap malamnya. Lalu tiga malam berikutnya mereka diminta tidur 4 jam saja. Terakhir para peserta tidur 10 jam selama lima hari untuk melihat efek bayar hutang tidur. Selama penelitian, berulang kali fungsi-fungsi nafas dan pembuluh darah diperiksa.

Hasilnya, setelah dua hari hanya tidur 4 jam, para relawan mengalami pengurangan fungsi pembuluh darah yang signifikan. Sedangkan saat mencapai hari ketiga kurang tidur, fungsi pembuluh darah sedikit membaik. Ini dianggap sebagai mekanisme adaptasi dari tubuh.

Pada fungsi nafas juga dapat dilihat akibatnya. Selama peserta penelitian kurang tidur, fungsi kontrol nafas tampak menurun. Respon terhadap peningkatan kadar karbondioksida tidak meningkatkan laju pernafasan seperti yang diharapkan.

Setelah melewati 5 malam terakhir dengan tidur 10 jam tiap malamnya, dapat dilihat bahwa semua fungsi-fungsi ini membaik.

Kesehatan Jantung

Bayangkan saja jika seseorang berulang kali mengalami kurang tidur untuk waktu yang lama, tentu fungsi pembuluh darahnya akan terganggu. Untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan, kerusakan fungsi pembuluh darah akhirnya akan akibatkan gangguan pada kesehatan jantung.

Sementara fungsi nafas yang menurun juga dapat ditemui pada penderita sleep apnea (mendengkur). Pendengkur sering kali mengalami henti nafas saat tidur, yang akibatkan penurunan oksigen dan peningkatan kadar karbondioksida. Dengan durasi tidur yang pendek, tubuh jadi tak punya respon yang baik terhadap peningkatan karbondioksida, yang nantinya juga buruk buat kesehatan jantung.

Beberapa penelitian lampau sudah banyak yang tunjukkan efek buruk durasi tidur yang pendek. Baik untuk kesehatan jantung, kadar gula darah, tekanan darah sampai risiko kanker. Penelitian lainnya juga tunjukkan bagaimana penambahan jam tidur dapat bermanfaat bagi kesehatan.

Menurut prof. William Dement, bapak kedokteran tidur, untuk mencapai kesehatan yang paripurna kita membutuhkan tiga komponen utama yaitu gizi yang seimbang, olah raga yang teratur dan tidur yang sehat. Kekurangan salah satu saja, akan merugikan kesehatan seseorang.

Tidur adalah sebuah berkah bagi kita untuk kembalikan kebugaran, ketrampilan, kesehatan dan performa. Untuk apa kita batasi?

Ingin Langsing? Diet, Olah Raga dan Tidur lah yang Sehat

Selama ini kita berpikir bahwa tidur tak membutukan tenaga, sehingga banyak tidur mengakibatkan kegemukan. Tapi ini tidak benar. Berbagai penelitian membuktikan bagaimana tidur yang cukup justru diperlukan untuk menjaga nafsu makan dan berat badan.

dr. Andreas Prasadja, RPSGT

Penelitian terbaru yang dimuat pada jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences menemukan bahwa tidur kurang dari 5 jam selama seminggu akan membuat kita mengonsumsi lebih banyak kalori. Kebanyakan peningkatan kalori diakibat oleh ngemil setelah makan malam. Jadi pada penelitian ini, ketika jam tidur dibatasi, para relawan justru makan/ngemil pada saat jam biologisnya justru menunjukkan waktu untuk tidur.

Penelitian yang dilakukan di the University of Colorado ini menyertakan 16 orang pemuda/i. Mereka diminta untuk bermalam di kamar tidur yang telah diatur pencahayaan, suara dan disertakan juga alat-alat untuk mengukur fungsi-fungsi tubuh selama tidur. Kamar seperti ini populer juga disebut sebagai laboratorium tidur. Tak lupa, demi kepentingan penelitian, jumlah kalori makanan yang dikonsumsi juga diukur.

Tiga hari pertama, mereka diminta untuk tidur selama 9 jam. Selanjutnya para peserta dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama tidur 5 jam, sementara yang kedua tetap 9 jam selama lima hari. Para peserta disediakan berbagai makanan dan cemilan sepanjang penelitian. Setelah lima hari, mereka bertukar waktu tidur. Kelompok pertama jadi 9 jam, dan kelompok kedua jadi tidur 5 jam sehari.

Hasilnya, kelompok yang hanya tidur 5 jam, membakar 5% lebih banyak kalori dibanding yang tidur 9 jam. Tapi mereka juga makan 6% lebih banyak kalori. Mereka yang kurang tidur sarapan lebih sedikit, tapi ngemil jauh lebih banyak. Bahkan jumlah kalori dari cemilan yang dimakan lebih besar dari jumlah kalori makanan rutin.

Penelitian lain yang diterbitkan pada the Journal of Psychoneuroendocrinology juga menunjukkan efek kurang tidur pada penambahan berat badan. Penelitian ini menyediakan makanan yang disajikan secara prasmanan pada 16 orang relawan. Pertama saat mereka cukup tidur (8 jam) dan kedua kalinya setelah kurang tidur.

Hasilnya, saat kurang tidur ternyata mereka cenderung mengambil porsi makan lebih banyak dibanding saat cukup tidur. Para relawan ini juga melaporkan merasa lebih lapar dan setelah diperiksa ternyata memiliki kadar ghrelin yang meningkat. Ghrelin adalah hormon yang merangsang nafsu makan.

Setelah sarapan, peserta penelitian yang kurang tidur juga ngemil lebih banyak. Disimpulkan, kondisi kurang tidur akan mendorong seseorang untuk makan lebih banyak.

Penelitian terakhir mengingatkan pada sebuah penelitian setahun yang lalu,. Dalam pertemuan ilmiah American Heart Association, disajikan sebuah penelitian yang menunjukkan bagaimana kurang tidur akan meningkatkan konsumsi kalori kita.

Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa sekelompok orang yang kurang tidur memiliki kadar ghrelin yang tinggi dan leptin yang rendah. Sekali lagi, ghrelin adalah hormon yang meningkatkan nafsu makan, sedangkan leptin bertanggung jawab untuk menekan nafsu makan.

Penelitian-penelitian ini memperhatikan efek kurang tidur dengan peningkatan berat badan. Tetapi para ahli mengingatkan bahwa kita harus melihat lebih dalam. Bukan hanya pada jumlah tidur yang kurang, tetapi pada kantuk. Bagaimana pengaruh kantuk pada nafsu makan misalnya. Sebab ada banyak penyakit tidur yang menyebabkan orang terus mengantuk walau sudah tidur cukup.

Mendengkur misalnya. Mendengkur yang selama ini dianggap disebabkan oleh kegemukan, ternyata bisa terjadi sebaliknya, mendengkur menyebabkan kegemukan. Penelitian di Turki tahun 2005 tunjukkan bagaimana pendengkur dengan sleep apnea, henti nafas saat tidur, memiliki kadar ghrelin yang tinggi dan leptin yang rendah seperti orang yang kurang tidur.

Para ahli mengingatkan bahwa kenaikan berat badan dan kegemukan memiliki banyak faktor yang saling berkaitan. Dengan semakin banyaknya penelitian ilmiah yang menunjukkan hubungan kesehatan tidur dan berat badan, sudah saatnya kita tak hanya memikirkan olah raga dan diet. Masukkan juga kesehatan tidur dalam program penurunan berat badan Anda.

Urusan Tidur? Pria dan Wanita Memang Berbeda

Rabu, 15 Juli 2009 | 00:31 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Wanita dan pria ternyata memang berbeda, salah satunya dalam urusan tidur. Setidaknya, itulah yang hasil penelitian yang dilakukan para ahli dari Duke University Medical Center, North Carolina, Amerika Serikat, yang dirilis Maret 2008. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa wanita yang tidak tidur dengan baik, ternyata cenderung lebih memiliki perasaan buruk, mudah marah, dan depresi, dibandingkan dengan kaum pria.

Bahkan, salah seorang penelitinya, Edward Suarez, PhD., yang juga gurubesar psikiatri di universitas tersebut, menyatakan bahwa gangguan tidur pada wanita juga menunjukkan gejala naiknya risiko terkena penyakit kardiovaskular. Hal itu tidak terjadi pada pria yang mengalami gangguan tidur yang sama.

Mengapa ada perbedaan seperti itu? Jawabannya, karena pria dan wanita memiliki sistem hormonal yang berbeda. Menurut Suarez, kondisi hormon pada wanita, sangat berpengaruh pada suasana hati, kondisi perasaan, keseimbangan insulin, dan tentu saja kualitas tidur. Contohnya, asam amino tritophan dan hormon melatonin yang membantu tidur, terkait pada fungsi serotonin pada otak, yang bekerja mengendalikan mood. Artinya, jika tidur terganggu, maka fungsi serotonin pun otomatis bakal ikut kocar-kacir.

Hal senada juga disebutkan dr. Andreas Prasadja, spesialis di bidang tidur dari Sleep Disorder Clinic, Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta. “Karena faktor hormonal pula, masalah tidur pada wanita menjadi lebih kompleks,” ujarnya

Pada saat hamil, misalnya. Pada trimester pertama, akibat tingginya hormon progesteron, seorang wanita yang biasanya tidur 5-6 jam sehari, biasanya jadi tidur lebih banyak, antara 7-8 jam sehari. Memasuki trimester kedua, progesteron masih meningkat, namun lebih lamban. Pada masa trimester kedua inilah wanita hamil baru dapat tidur dengan lebih baik.

Tapi, di usia kehamilan ini pula, banyak wanita yang justru menderita sleep apnea. “Ini ditandai dengan tidur mendengkur,” kata Andreas. Sleep apnea pada masa kehamilan bisa terjadi akibat pertambahan berat badan dan membengkaknya saluran napas. Kondisi ini sebaiknya benar-benar diperhatikan. Soalnya, menurut Andreas sleep apnea pada masa kehamilan amat berbahaya, karena dapat memicu hipertensi dan berujung pada pre-eklamsia.

Saking seriusnya, di sejumlah rumah sakit di negara- negara maju, khususnya di bagian perawatan ibu hamil, sudah banyak didirikan pusat-pusat CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) atau terapi untuk sleep apnea. Dan, pada trimester terakhir, gangguan tidur berupa insomnia bisa menyerang kembali, akibat posisi tidur yang serba sulit dan kecemasan akan proses kelahiran.

Di Indonesia, meski tidak dikhususkan untuk ibu hamil, kini ada laboratorium tidur yang bisa memonitor aktivitas tidur Anda. Sudah dibuka di beberapa tempat. Di Jakarta misalnya, ada di RS Persahabatan, RS Mitra Kemayoran, dan RS Medistra. Seperti telah disebutkan dalam artikel tidur sebelumnya (Koran Tempo, 8 Juli 2009), sebaiknya Anda memilih laboratorium dengan fasilitas polysomnography tipe 1 yang memiliki minimal tujuh channel. Yaitu bisa merekam gelombang otak, mengukur tonus otot di dagu dan kaki, menganalisa suara dengkuran, membaca gerakan bola mata, mengukur aliran udara nafas, gerakan nafas (dada dan perut), melakukan rekam jantung, mengukur kadar oksigen, juga menilai posisi tidur (miring kiri, kanan, terlentang, tengkurap), dan lainlain. Dan Lab tersebut juga harus ditunggu oleh tenaga profesional khusus di bidangnya, serta hasil dari analisa alat tersebut harus dianalisa serta dibaca oleh dokter yang khusus di bidang tidur. TIM INFO TEMPO


TIP

Jangan Merokok


Ada berbagai cara dan siasat ampuh untuk mengatasi gangguan sulitnya tidur. Selain berkonsultasi dengan ahlinya, minum segelas susu hangat mungkin bisa membantu. Ini karena susu mengandung tritophan, yaitu senyawa kimia yang bisa membantu kita terlelap. Hindari kafein dan minuman beralkohol, yang bisa membuat Anda terjaga sepanjang malam. Ini juga berlaku untuk nikotin. Hindari merokok saat hendak tidur atau jika Anda terbangun di tengah malam.

Jika tak bisa meninggalkan kopi di malam hari, setidaknya minumlah dalam waktu empat hingga enam jam sebelum waktu tidur. Cara tersebut akan membuat Anda tertidur dengan lebih mudah.

link: http://www.tempointeraktif.com/hg/info_sehat/2009/07/15/brk,20090715-187196,id.html

Efek Buruk Ketika Anak Kurang Tidur

Senin, 20 Juli 2009 | 13:41 WIB
Waspadai anak rewel dan sering menangis. Bisa jadi ia kurang tidur.

KOMPAS.com – Kualitas tidur yang baik diperoleh dengan deep sleep atau tidur lelap. Tanpa itu, meskipun tidurnya lama, anak bisa saja mengalami kurang tidur. Kualitas tidur yang kurang akan menghambat aktivitas anak hingga pada akhirnya berpengaruh terhadap proses kreativitas, sosialisasi, dan kemampuan fisiknya. Kurang tidur dapat dideteksi melalui pengamatan cermat terhadap berbagai gejalanya, seperti emosi yang labil (cengeng, selalu merengek, mudah tersinggung, dan kesal), konsentrasi rendah, cepat lelah, tidak bugar, mudah lupa, atau pertumbuhan anak tidak memenuhi standar (failure to thrive). Selain itu, biasanya tidur anak pun ditandai dengan suara mendengkur, sikap gelisah, dan sering terjaga.
Untuk lebih jelasnya, inilah akibat-akibat jika anak mengalami masalah kurang tidur:

Tinggi badan kurang. Salah satu dampak kurang tidur pada anak adalah gangguan pertumbuhan badan karena pengeluaran hormon selama tidur menjadi “kacau”. Ya, kekurangan tidur pada anak akan menganggu sekresi hormon, salah satunya hormon pertumbuhan. Pasalnya, kadar tertinggi dalam hormon pertumbuhan dilepaskan dalam peredararan darah tatkala anak tidur. Lantaran itu, kekurangan tidur menyebabkan pelepasan hormon pertumbuhan terganggu, sehingga dikhawatirkan memengaruhi pertumbuhan tinggi badan anak.

Daya tahan tubuh menurun. Kurang tidur menyebabkan otak tak memiliki waktu cukup untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Ini berarti mengganggu regenerasi sel-sel tubuhnya. Tubuh tentu akan terganggu keseimbangannya, termasuk fungsi metabolisme dalam tubuh. Para peneliti menyimpulkan, kurang tidur menyebabkan kerentanan fungsi imun atau menurunkan daya tahan tubuh. Akibatnya anak mudah sakit. Daya tahan tubuh hanya bekerja optimalpada saat tidur. Jadi, agar anak sehat, kuat dan tak mudah sakit, menambah konsumsi vitamin saja belumlah cukup, perhatikan juga kecukupan tidurnya.

Kemampuan motorik tidak optimal. Bila anak kurang tidur, maka keesokan harinya ia akan merasa kurang energik atau tidak bersemangat. Ya, kurang tidur menyebabkan notak tidak memiliki waktu cukup untuk memulihkan tenaga. Dr. Carl Hunt MD, Direktur dari National Center on Sleep Disorders Research di Nationanl Institute of Health mengatakan, kurang tidur akan mengakibatkan terganggunya kemampuan motorik karena anak dalam keadaan lelah. Motorik kasarnya menjadi lamban atau justru berlebihan, sedangkan gerak halusnya kurang cermat. Alhasil, anak menjadi kurang cermat dan ceroboh.
Kurang tidur juga menyebabkan anak kurang waspada dan mudah cedera atau mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu mungkin saja terjadi ketika anak bermain sepeda, terantuk, atau terjatuh ketika bermain. Manifestasi kantuk pada anak sedikit berbeda. Tidak seperti orang dewasa, anak yang menahan kantuk justru lebih aktif secara fisik sehingga terkesan tidak bisa diam.

Sulit berkonsentrasi. Lantaran kurang tidur, saat pagi ataupun siang hari, anak tidak mampu menahan kantuknya. Alhasil, anak mengalami kesulitan konsentrasi. Anak sulit mengerjakan sesuatu karena sulit berkonsentrasi. Selain mengalami penurunan konsentrasi, anak juga kurang perhatian, lambat, mengalami gangguan belajar, bahkan prestasi akademik menurun.
Tidur amat berperan pada proses tumbuh kembang seorang anak. Tahap tidur dengan mimpi yang ditandari dengan gerakan bola mata cepat (REM: Rapid Eye Movement), diyakini sebagai tahapan tidur ketika proses perkembangan otak dan saraf terjadi. Jika ini terganggu/kurang berarti akan ada potensi-potensi yang terlewatkan.

Muncul gangguan emosi. Kalau kurang tidur, maka anak mengalami gangguan emosi. Ia cepat marah, mudah tersinggung, agresif, bahkan stres. Intinya, anak jadi emosional. Bagi anak balita, biasanya jadi rewel, sensitif, dan cengeng. Pengendalian emosinya buruk.

Kegemukan atau obesitas. Penelitian Universitas Otago, Dunedin, Selandia Baru, yang dipublikasikan jurnal Pediatrics, menyebutkan, kurang tidur dapat menyebabkan obesitas. Awalnya, tubuh yang tak bugar membuat anak enggan melakukan aktivitas fisik. Akibatnya, kalori dalam tubuh tertimbun menjadi lemak. Selain itu, kurang tidur memicu tingginya hormon yang meningkatkan keinginan makan dan menekan produksi hormon yang membatasi keinginan makan.

Risiko diabetes meningkat. Menurut laporan sebuah penelitian di Jepang, kurang tidur juga meningkatkan risiko naiknya kadar guka darah tinggi sehingga berpotensi menyebabkan diabetes. Seperti diungkapkan Profesor Yoshitaka Kaneita dari Universitas Nihon, Jepang, kurangnya waktu istirahat pada malam hari dapat memicu produksi hormon yang merangsang nafsu makan. Hal itu dapat meningkatkan perasaan lapar seperti halnya selera mengonsumsi makanan berkalori tinggi. Kurang tidur juga memengaruhi kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme gula. Alhasil, kemampuan tubuh dalam memproses glukosa akan menurun dan meningkatkan risiko diabete. Kurang tidur jika terjadi terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain, seperti darah tinggi dan jantung.

Narasumber: Dr. Andreas Prasadja, RPSGT, dari Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Kemayoran, Jakarta; Sekretaris INA Sleep, Indonesian Society of Sleep Medicine. (Hilman)

Sumber : www.tabloid-nakita.com

link: http://perempuan.kompas.com/read/xml/2009/07/20/13411129/Efek.Buruk.Ketika.Anak.Kurang.Tidur.

Menghitung Waktu Tidur

Rabu, 10 Februari 2010 | 00:48 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Sebuah penelitian yang dirilis awal bulan ini pada Journal SLEEP, memperkirakan bahwa seseorang yang sudah berumur akan berkurang kebutuhan tidurnya dan lebih jarang ngantuk daripada mereka yang lebih muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa total waktu tidur menurun secara signifikan dan progresif sejalan dengan peningkatan usia. Mereka yang sudah mulai tua akan tidur lebih pendek 20 menit dibanding mereka yang lebih muda atau berusia dewasa sedang. Dan kelompok usia tersebut, waktu tidurnya akan 23 menit lebih pendek dibanding dewasa muda.

Penemuan ini tentu memperkuat teori lain yang menyebutkan tidak normal bagi para lansia yang mengantuk di siang hari. Begitu disebutkan pemimpin penelitian, Derk-Jan Dijk, PhD, professor of sleep and physiology di University of Surrey, U.K. “Jika mereka mengantuk di siang hari, baik tua atau pun muda, mungkin alasannya, tidak cukup tidur atau bisa jadi mereka mengalami gangguan tidur,” katanya.

Masalahnya, bagaimana menghitung waktu tidur yang benar sehingga kita tidak salah duga alasan mengapa mengantuk di siang hari. Dokter ahli tidur dari Sleep Disorder Clinic di RS Mitra Kemayoran, Jakarta, Andreas Prasadja, menyebutkan trik cara menghitung kebutuhan tidur, terutama untuk para profesional muda atau usia dewasa muda.

Beberapa penelitian, menunjukkan angka berbeda. Ada 7,5 jam per hari, ada juga yang 8,5 – 9,25 jam per hari. Nah, untuk meyakinkannya, menurut Andreas, dicatat dulu berapa jam tidur kita dalam sehari. Misalnya enam jam. Coba perlahan- lahan tambah jam tidur setiap dua atau tiga malam selama 15 menit. Sampai ketemu, berapa jam kebutuhan tidur kita sesungguhnya dalam sehari. “Nah, kalau sudah dirutinkan tidur sekian jam itu, evaluasi produktivitas dan status emosional kita. Jika ternyata jauh lebih baik, sekian jam itulah kebutuhan tidur kita,” ujar Andreas. Secara umum, berdasarkan kemampuan kognitif, mental dan emosional, manusia butuh tidur antara 7,5-8,5 jam per hari. “Tapi dengan catatan, kita tidak menderita gangguan tidur. Kalau ada gangguan tidur kita tetap mengantuk walau tidur cukup,” tambahnya. Sepertinya kebutuhan tidur ini memang harus dipenuhi setiap individu. Jika tidak? Kemampuan kognitif dan mental bakal terganggu dan ini bakal berpengaruh pada produktivitas.

Lalu, bagaimana jika ada individu yang merasa tetap produktif jika tidur kurang dari enam jam, misalnya. “Saya tetap katakan pada orangorang tersebut untuk menambah jam tidur. Jika sudah ditambah pasti produktivitas pun bakal bertambah,” ujar sosok penggemar bike to work ini .Kecukupan waktu tidur ini memang tak boleh disepelekan. Berbagai penelitian pun telah banyak membuktikannya. “Ada penelitian yang menyatakan bahwa remaja yang cukup tidur bakal lebih tahan terhadap stress dibanding yang kurang tidur,” ujar Andreas. Penelitian serupa juga dilakukan pada para remaja di Amerika yaitu dengan memundurkan jam masuk sekolah. Hasilnya, selain prestasi akademik dan olah raga yang meningkat, kenakalan remaja justru jauh berkurang. “Terkait dengan kesehatan tubuh, kondisi kurang tidur juga ditengarai menyebabkan peningkatan gula darah, tekanan darah, berat badan dan risiko terserang kanker,” katanya serius.

Sebelum terlanjur bermasalah, menghitung waktu tidur sesuai kebutuhan mungkin langkah bijak. SUSANDIJANI

TIP
Jetlag? Istirahat Cukup

Sebagai seorang profesional, terbang ke zona waktu berbeda seringkali tak terhindarkan. Akibatnya, jetlag pun jadi langganan. Untuk menghindarinya simak beberapa tips Dr Andreas Prasaja RPSGT dalam bukunya, Ayo Bangun! Dengan Bugar karena Tidur yang Benar. Pertama, sebelum berangkat, persiapkan diri dengan mencukupi kebutuhan istirahat. Kalau bisa tidur lebih banyak dari biasanya. Jika Anda terbang dalam keadaan lelah, malah akan memperburuk kondisi di perjalanan. Kedua, usahakan duduk senyaman mungkin di pesawat. Sesekali lakukan peregangan otot supaya tidak kaku. Bila perlu, berjalan-jalan sejenak, sekadar membersihkan wajah di toilet. Jika terbang dimalam hari, isi waktu dengan tidur, bila perlu gunakan penutup mata. Minum air yang cukup, jangan minum alkohol atau minuman berkafein, karena bisa mengganggu istirahat Anda. Ketika sampai tujuan, usahakan mengikuti pola tidur setempat. Terakhir mengkonsumsi obat tidur yang memiliki kerja pendek. Obat ini akan banyak membantu proses adaptasi dan bisa membantu tidur di perjalanan atau setiba di tujuan. SDJ