Sleep Apnea Meningkatkan Resiko Kematian Hingga 46%

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Naresh Punjabi dan kawan-kawan dari Johns Hopkins University menemukan bahwa resiko kematian pada penderita sleep apnea berat adalah 46%. Resiko ini jelas nampak pada pria usia 40-70 tahun.

Mereka mengatakan bahwa orang-orang dengan gangguan nafas selama tidur ini mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami kematian oleh berbagai sebab dibandingkan dengan orang lain yang tidak menderita sleep apnea.

Sleep apnea adalah sebuah gangguan tidur berbahaya yang ditandai dengan tidur mendengkur dan rasa kantuk berlebih di siang hari. Lebih jauh lagi, sleep apnea mengakibatkan hipertensi, berbagai gangguan jantung, diabetes dan stroke. Sleep apnea terjadi akibat penyempitan saluran nafas selama tidur. Akibatnya pasokan oksigen akan berulang kali terhenti sepanjang malam.

Penelitian yang diterbitkan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia pada Public Library of Science journal PLoS Medicine ini meneliti 6.400 orang selama 8 tahun. Mereka yang telah terdiagnosa dengan sleep apnea berat lebih rentan 46% mengalami kematian oleh berbagai sebab.
Dalam populasi penelitian, diantara pria, 42,9% tidak mempunyai gangguan nafas selama tidur, 33,2% terdiagnosa dengan sleep apnea ringan, 15,7 % sedang dan 8,2%-nya mengalami sleep apnea yang parah. Sedangkan pada wanita 25% diantaranya terdiagnosa dengan sleep apnea ringan, 8% sleep apnea sedang dan 3% nya sleep apnea berat.

Menurut para peneliti tersebut, mereka yang dengan sleep apnea berat, dapat berhenti nafas selama 20-30 detik dan terbangun (namun tidak sampai tersadar dari tidur.) Derajat keparahan sleep apnea dilihat dari jumlah henti nafas perjam (AHI/apnea hypopnea index) dimana 0-5 kali perjam artinya mendengkur normal tanpa henti nafas, 5-15 kali perjam sleep apnea ringan, 15-30 kali perjam sleep apnea sedang dan lebih 30 kali perjam berarti sleep apnea berat. Pemeriksaan tidur dilakukan di laboratorium tidur dengan menggunakan alat polysomnography (PSG.)

Dibandingkan dengan pengalaman kami di Mitra Kemayoran, sleep apnea terberat pernah mencapai 109 kali perjam dengan durasi henti nafas terlama mencapai 120-an detik dan kadar oksigen terendah mencapai kurang dari 50%! Tentu saja ini amat berbahaya.

Data dari the National Heart, Lung, and Blood Institute menyebutkan bahwa 12 juta penduduk dewasa Amerika menderita sleep apnea. Sedangkan menurut the National Sleep Foundation diperkirakan mencapai 18 juta orang. Sayangnya di Indonesia belum ada penelitian berskala nasional yang memperhatikan gangguan tidur yang fatal ini. Mengingat struktur rahang ras Asia yang lebih sempit, dicurigai Indonesia memiliki lebih banyak penderita sleep apnea.

Menurut Dr. David Rapoport dari New York University yang juga turut serta dalam penelitian, perawatan terbaik saat ini adalah dengan menggunakan CPAP (continuous positive airway pressure), berupa masker yang memberikan udara bertekanan untuk membuka saluran nafas selama tidur. Sementara alternatif lainnya merupakan pembedahan, termasuk didalamnya pengangkatan amandel jika diperlukan. Pilihan lain adalah dengan menggunakan alat mulut yang bisa mendorong rahang bawah maju.

Sean Algaier “The Biggest Loser” dan Sleep Apnea – Mendengkur

Orang tidak akan mengaitkan tidur dengan acara realitas The Biggest Loser, tapi ternyata kesehatan tidur justru memegang peranan penting. Sejak musim ke-7, dalam pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan tidur dijadikan pemeriksaan rutin bagi para peserta. Hasilnya ternyata mengejutkan para dokter yang turut membina acara tersebut. Kebanyakan peserta ternyata mendengkur dan menderita sleep apnea. Bahkan dalam derajat yang parah. Dalam satu musim tersebut semua peserta terdiagnosa dengan sleep apnea!

Pada musim pertama, dokter di acara tersebut menyebutkan tiga pilar kesehatan: psikologi, makan yang sehat dan olah raga. Kini ia menambahkan pilar ke-4, yaitu tidur yang sehat.

Para peserta The Biggest Loser tersebut mendapatkan perawatan sleep apnea dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP), berupa masker yang dihubungkan dengan alat khusus. Dan inilah salah satu cerita bagaimana perawatan sleep apnea telah mengubah hidupnya.

Sean

Sean Algaier ikut acara The Biggest Loser musim ke-8 dalam usia 29 tahun dan bobot sekitar 210 kg. Sean sudah kelebihan berat badan sejak di tingkat SMU. Di rumah ia gemar sekali makan dan baginya berolah raga adalah sebuah bentuk hukuman.

Sebelum mengikuti program ini, Sean tidak tahu bila ia menderita sleep apnea, tapi sudah lama istrinya curiga. Di tengah malam, sang istri amat takut melihat nafas Sean terengah-engah dan tampak sesak. Namun Sean tak pernah ambil peduli dengan kekhawatiran istrinya dan menolak melakukan pemeriksaan tidur. Karena biayanya memang tak bisa dibilang murah, sedangkan Sean lebih memilih membelanjakan uang bagi keluarga dibanding untuk dirinya sendiri. Lagi pula, baginya mendengkur bukanlah masalah besar.

Sementara itu, teman-temannya sering menertawakan karena ia mudah sekali tertidur. Ia selalu merasa lelah, hingga baginya ini normal saja. Sean bisa tertidur 5-6 kali sehari, bahkan ketika mengendara! Ia juga mendengkur keras di malam hari, dan ini mempengaruhi kehidupan perkawinannya. Mereka tidur di tempat tidur yang sama, namun di tengah malam ia akan pindah tidur.

Biasanya Sean akan tidur di kursi dalam posisi duduk. Baginya dengan posisi ini ia bisa tidur lebih lama. Tapi karena berat badannya amat berlebih, aliran darah jadi kurang lancar dan kakinya menjadi bengkak di pagi hari. Mungkin saja ia mengalami sumbatan pembuluh darah atau hal-hal lain yang buruk akibat sleep apnea yg dideritanya.

Begitu memasuki program acara, Sean menjalani pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Namun ia tak tahu hasilnya.

Di hari pertama, ia mulai berolah raga secara intensif. “Saya tertidur di hari pertama di Gym;” ceritanya. “Malam sebelumnya saya tidak bisa tidur, dan saya amat lelah. Waktu itu saya berjam-jam di atas treadmill. Dan tiba-tiba saya terbangun dengan kamera di depan wajah saya, serta Bob (pelatih) berteriak-teriak membangunkan. Ini amat memalukan!”

Setelah sesi latihan, Sean diberitahu bahwa ia menderita sleep apnea yang parah. Dalam tidur, nafasnya berhenti sebanyak lebih dari 100 kali perjam. Malamnya, ia langsung tidur dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP). Untuk pertama kalinya, ia tidur penuh selama 8 jam.

Sean mengatakan, “Sepertinya ini pertama kalinya saya tidur sejak tingkat SMP. Saya tidur pulas dan saya benar-benar bahagia. Di pagi hari rasanya saya sanggup lari marathon. Kini nafas saya tidak berhenti lagi dalam tidur, dan saya tidur di ranjang yang sama dengan istri.” Di penghujung acara, Sean telah kehilangan 70 kg – dari 210 menjadi 140 kg saja. Ia mengakui bahwa dengan menggunakan CPAP ia dapat menurunkan berat badan dengan lebih mudah. Kini bobotnya menjadi 108 kg dan ia berharap masih bisa menurunkan 10-20 kg lagi.

“CPAP telah mengubah hidup saya,” ujar Sean. “ Saya rasa, siapapun yang mengalami gangguan tidur, jika mereka mau memperbaikinya, itu akan mengubah hidup mereka. Mereka tidak menyadari betapa banyak mereka kehilangan ketika tidak tidur baik di malam hari. Saya tak akan mau kembali merasakan perasaan itu lagi. Saya ingin merasa segar dan ‘hidup’ di siang hari. Saya sarankan, siapapun yang ingin menurunkan berat badan atau mendengkur, selamatkan hidup Anda dengan menjalani pemeriksaan tidur!”

Sumber: National Sleep Foundation

Mata yang Tak Pernah Lelah

Pekerja shift riskan menderita insomnia.

Koran Jakarta, Minggu, 18 April 2010

“Saya tidak bisa tidur, dokter,” seorang perempuan setengah baya mengeluh kepada Dr Andreas Prasadja RPSGT, sleep physician di Klinik Gangguan Tidur Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta. Tak tanggung-tanggung, perempuan itu juga mengaku, sepanjang setahun terakhir, dia tak pernah tidur pulas. Kasus yang cukup pelik. Serangkain wawancara kemudian dilakukan Andreas untuk mencari akar permasalahan pasiennya itu.

Pada satu sesi, Andreas curiga ketika sang pasien mengaku kerap memakai kaus kaki ketika hendak tidur. “Kenapa pakai kaus kaki? Dingin atau ada yang merasa tidak enak?” Tanya Andres. “Kaki Saya terasa sakit, dok,” jawab si perempuan. “Bingo!” batin Andreas yang yakin inti masalahnya ada pada kebiasaan itu. Dalam istilah kedokteran, gangguan tidur yang dialami pasien itu disebut Restless Leg Syndrome (RLS) atau sindrom tungkai gelisah.

« Tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tinggal, juga dapat berpotensi menderita insomnia sementara. »

RLS merupakan diagnosa banding terhadap insomnia, dengan gejala penderita merasa tidak nyaman dengan kakinya. Hal itu bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa seperti kesemutan, pegal hingga nyeri. Namun, si penderita kerap kesulitan menjelaskan sakit yang dia alami tersebut. “Tapi ciri pada umumnya, saat berbaring, kaki merasa tidak nyaman dan kerap digerak-gerakkan penderita karena berusaha untuk menghilangkan sakit itu.

Dan mereka suka mengenakan kaus kaki,” ujar Andreas. Lantaran merasa tidak nyaman tadi, penderita juga punya kebiasaan menjulurkan kaki ke lantai, menepuk-nepuknya berharap sakit dapat hilang atau bangun dari ranjang untuk berjalan beberapa langkah. Tentu, sesekali sakit itu meredup dan penderita berusaha tidur lagi.

Namun ketika berbaring beberapa menit, nyeri itu muncul lagi dan itu terjadi berulang kali sepanjang malam. “Akibatnya, mereka sama saja tidak tidur,” ujar Andreas. Ada pula ciri lain yang melekat pada penderita RLS. Mengigau, ya, berceloteh tanpa sadar itu bisa dikatakan kebiasaan lainnya. Kemudian kerap diikuti mendengkur atau mengalami sleep apnea alias berhenti napas beberapa saat ketika tidur. RLS, dalam istilah Andreas ibarat sleep disorder in disorder. Apa yang dialami pasien Andreas itu, dalam skala terbatas sebenarnya kerap menghantui banyak orang. Tidak percaya? Pernahkah Anda mendengar istilah insomnia? Ya, sederhananya seperti itulah RLS.

Sementara dan Permanen

Secara umum, insomnia dibagi menjadi dua kelompok; Insomnia sementara dan insomnia permanen. Beberapa hal yang menyebabkan insomnia sementara antara lain; Kesulitan tidur yang diakibatkan ketidakstabilan emosional, mengalami stres, kesedihan atau bahkan perasaan girang yang berlebihan. Insomnia kelompok ini dapat dipicu beberapa hal. Misalnya, para pekerja yang memakai aturan shift, memiliki peluang yang cukup besar menderitanya. Hal itu karena biologis tubuh dipaksa bangun dalam kondisi yang tidak sesuai atau tidak normal dengan jam biologisnya.

Tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tinggal, juga dapat berpotensi menderita insomnia sementara. Biasanya hal ini terjadi bagi mereka yang semula tinggal di daerah yang lengang dan tenang, mendadak harus pindah ke tempat tinggal yang berisik seperti di pusat kota.

Sedangkan insomnia pemanen dapat disebabkan gastroesophagel refl ux atau naiknya asam lambung saat berbaring. Bisa pula berasal dari sindrom tungkai gelisah atau RLS tadi atau bersamaan dengan sleep apnea yang menimbulkan nyeri dan membuat penderitanya tidak bisa tidur. Kondisi psikologis yang tidak stabil dan depresi juga dapat memicu si penderita yang seakan matanya terus terjaga, padahal fi siknya sudah meronta dan lelah ini.

Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat, hampir sepertiga penduduk negeri Paman Sam itu, menderita gangguan tidur. Sementara di Indonesia, gangguan tidur menyerang lantaran pola jam kerja yang bervariasi. Pekerjaan-pekerjaan yang mengakibatkan terganggunya siklus tidur besar kemungkinan menjangkiti profesi perawat, dokter, dan petugas keamanan. Bahkan penelitian lain menyebut bahwa 70 persen perawat di Jakarta mengalami insomnia.

Mendengkur

Menghadapi penderita gangguan tidur, menurut Andreas perlu dilakukan tindakan yang bertahap. Gejala gangguan tidur itu tidak bisa sekaligus dihilangkan. Tapi satu per satu. Bagi penderita RLS, misalnya, Andreas sangat memprioritaskan agar si penderita secara bertahap dapat merasakan tidur yang lebih nyaman. Tindakan pertamanya adalah berupa menghilangkan kebiasaan ngorok alias mendengkur tadi. “Hal ini agar kualitas tidur si penderita membaik,” ujar dia. Bila hal itu sudah tercapai, tindakan selanjutnya adalah menerapi RLS itu. Caranya dengan bantuan neurolog, ahli saraf. Hal ini karena gangguan tidur erat kaitannya dengan kondisi psikis seseorang yang dianggap tidak normal atau labil. Parameter keberhasilan terapi saraf ini adalah si pasien tidak akan mengigau lagi selama tidur. Selain itu, sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dilakukan penderita secara mandiri untuk membantu penyembuhannya. Hal itu bisa dilakukan dengan cara membiasakan diri dengan pola hidup normal dan sehat. Konkretnya, misalnya, dengan pola tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap harinya. Olahraga teratur setiap pagi dan membiarkan tubuh terpapar Matahari juga akan lebih baik. Hal itu juga perlu dukungan dari lingkungan yang kondusif. Misalnya, dengan membuat kamar tidur dan ranjang senyaman mungkin, menjaga suhu udara dan aliran udara di kamar dengan pas dan baik. Termasuk sangat disarankan tidur dengan kondisi penerangan yang minim atau bahkan gelap sekaligus. Membiasakan diri mandi dengan air hangat, mendapatkan pijatan atau meditasi sebelum tidur, juga sangat membantu agar tidur pulas tercapai. _ teguh nugroho

Link: http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=50136

Sleep Disorder Clinic, Solusi Atasi Gangguan Tidur

HEALTH CHECK, Tabloid Mom & Kiddie, Edisi 20 TH IV (26 April – 9 Mei 2010)

RS Mitra Kemayoran Jakarta
Sleep Disorder Clinic, Solusi Atasi Gangguan Tidur

Teks: Dian Wisudani Foto: Aris Margono

Pernahkah Anda merasa kantuk berlebih pada siang hari? Selalu merasa lelah? Apakah daya ingat Anda menurun atau konsentrasi menurun? Apakah vitalitas dan motivasi Anda terasa menurun? Atau tidur Anda mendengkur? Tenang! Kini telah hadir Sleep Disorder Clinic dengan slogan One Stop Diagnostic and Treatment di RS Mitra Kemayoran Jakarta akan membantu Anda mengatasi segala gangguan tidur. Benarkah? Seperti apa ya terapi? Yuk simak, kutipan berikut!

Klinik Tidur Pertama di Indonesia

Berangkat dari kurangnya perhatian masyarakat kita terhadap kesehatan tidur, RS Mitra Kemayoran Jakarta berinisiatif membuka Laboratorium Tidur (Sleep Laboratory). Tepatnya, tahun 2002 Laboratorium Tidur resmi dibuka. Sayang, saat itu belum ada dokter yang khusus menangani kesehatan tidur. Sehingga fungsi Laboratorium Tidur belum berjalan optimal. Laboratorium Tidur mulai dikembangkan menjadi Klinik Gangguan Tidur (Sleep Disorder Clinic) sebagai klinik terpadu pertama di Indonesia yang memberikan perhatian khusus dalam menangani gangguan tidur sejak kehadiran dr. Andreas Prasadja, RPSGT. Semua ini berawal dari dirinya yang diperkenalkan kedokteran tidur oleh pemilik rumah sakit tempatnya bekerja. Kebetulan saat itu, rumah sakit sudah memiliki laboratorium tidur namun belum ada dokternya. Akhirnya, dr. Andreas diminta untuk mempelajarinya. Singkat cerita pria kelahiran 16 Mei 1975 silam ini berhasil mengikuti ujian tentang kesehatan tidur dan mendapatkan gelar RPSGT (Registered Polysomnographic Technologist) di Amerika Serikat tahun 2008. Dan ternyata, dr. Andreas adalah dokter tidur pertama di Indonesia. So, Moms or Dads bahkan si buah hati yang punya masalah dengan gangguan tidur akan ditangani langsung oleh seorang dokter yang telah diakui kemampuannya baik di dalam maupun di luar negeri. Seru bukan!

Di klinik ini, Moms or Dads juga si buah hati akan diberikan pelayanan seperti konsultasi, edukasi, pemeriksaan hingga perawatan secara lengkap untuk mengatasi berbagai gangguan tidur. Pun didukung perawat yang sudah terlatih khusus menangani pasien di klinik tersebut.

Dari Mendengkur Sampai Insomnia

Gangguan tidur seperti mendengkur, sindroma tungkai gelisah, narkolepsia dan insomnia mendapat perhatian khusus klinik tersebut. Mendengkur misalnya, dianggap hal biasa bagi kebanyakan orang. Dengkuran yang keras sering diasosiasikan tidurnya sangat lelap. Tapi tahukah Anda ada bahaya yang mengancam dibalik dengkuran saat tidur. Bahaya ini tidak hanya mengincar orang dewasa, pun pada anak-anak harus diwaspadai. Bahaya tersebut dikenal dengan sebutan Obstructive Sleep Apnea (OSA) yakni henti nafas waktu tidur yang disebabkan oleh menyempitnya jalan nafas. Periode henti nafas yang terjadi akan mengakibatkan terpotongnya proses tidur. Hanya saja, pada orang dewasa akan tampak sebagai kantuk berlebih, pada anak-anak justru semakin aktif untuk melawan rasa kantuknya. Gejala-gejala OSA pada anak-anak diantaranya; mendengkur, tampak sesak saat tidur, kantuk berlebih pada siang hari, bernafas lewat mulut, pembesaran amandel dan adenoid, gelisah saat tidur, gangguan perilaku seperti sifat agresif, hiperaktif dan sulit berkonsentrasi.

OSA pada anak dapat mengganggu proses pertumbuhan. Karena, saat tidur dalam tubuh anak akan mengeluarkan hormon pertumbuhan yang penting dalam pengaturan tumbuh kembangnya. Proses tidur yang terpotong juga berakibat langsung pada kemampuan mental dan emosionalnya.

Pemeriksaan Polysomnography (PSG)

Sebelum menjalani terapi, alumnus UNIKA Atmajaya Jakarta ini menjelaskan bahwa pasien harus melakukan pemeriksaan Polysomnography (PSG) untuk menegakkan diagnosa gangguan tidur yang mungkin Anda atau si buah hati Anda derita. Juga sebagai pijakan awal menentukan terapi gangguan tidur (OSA misalnya) dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah dilakukan. PSG mampu merekam segala sesuatu yang terjadi mulai dari saat pasien tertidur, melewati tahapan-tahapan tidur serta setiap proses perubahan nafas, tegangan otot, gerakan mata yang terjadi dalam setiap tahap tidur, hingga saat bermimpi dan akhirnya terbangun.

Tahap-tahap Pemeriksaan PSG

Pemeriksaan PSG tidak memerlukan persiapan khusus selain kondisi rambut yang bersih, pemakaian minyak rambut dan sejenisnya tidak diperkenankan. Pemasangan alat ini dilakukan pukul 21.00 WIB. Tapi pasien harus sudah berada dalam kamar pukul 19.00 WIB untuk beradaptasi terlebih dulu dengan suasana tidur yang baru. Esok paginya, pukul 06.00 WIB alat sudah dilepas dan pasien bisa langsung mandi untuk beraktivitas seperti biasa. Hasil perekaman akan dibaca dan dinilai oleh dokter untuk kemudian dibuatkan laporannya. Proses ini biasanya berlangsung selama 2-3 hari. Pasien dapat bertemu kembali dengan dokter untuk mengambil hasil dan berkonsultasi tentang langkah selanjutnya. Jangan takut, pemeriksaan PSG tidak menyakitkan, Moms or Dads bahkan si kecil akan merasa aman dan nyaman.

Dengkuran Hilang, Tidur pun Lelap

Setelah dilakukan pemeriksaan PSG bila hasilnya menunjukkan pasien menderita OSG atau sleep apnea dapat dimulai dengan cara konservatif seperti menurunkan berat badan, tidur miring, serta menghindari alkohol dan obat-obatan hipnotik. Jika dinilai kurang memadai, dilanjutkan dengan tindakan invasif atau pembedahan. Namun pilihan utama untuk merawat sleep apnea yakni dengan mengunakan masker hidung yang dihubungkan dengan unit Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).
dr. Andreas menuturkan, ada berbagai jenis masker yang digunakan pasien diantaranya:
1. Masker Hidung atau Nasal Mask.
Masker ini bisa menutupi hidung dengan sempurna dan menggunakan pengikat yang dapat menjaga masker tetap terpasang dengan baik selama tidur.
2. Masker Hidung & Mulut atau Full Face Mask.
Masker jenis ini biasanya hanya diberikan pada penderita sleep apnea yang bernafas melalui mulut, meski telah mengenakan masker hidung.
3. Masker Bantalan Hidung atau Nasal Pillows/Cushions.
Masker ini tidak menggunakan banyak pengikat ke kepala dan mempunyai bantalan khusus yang masuk ke lubang hidung. Biasanya digunakan oleh penderita yang memiliki rasa takut dengan penggunaan masker. Masker ini sering juga dipilih karena tidak terlalu banyak ikatan di kepala.

Biaya Terapi

Penasaran ingin tahu berapa kocek yang musti keluar untuk sekali terapi? Memang tidak sedikit tapi bila dibandingkan dengan manfaat yang bisa Moms or Dads setelah menjalani terapi tidur ini. Biaya sekali pemeriksaan di laboratorium tidur berkisar 3 juta-an tergantung jenis gangguan tidur dan perawatannya. Tapi tidak semua gangguan tidur memerlukan pemeriksaan ini lho. Itupun diluar biaya obat bila memang diperlukan. Sedangkan biaya konsultasi cukup merogoh kocek sekitar 100 ribu-an rupiah.

dr. Andreas Prasadja, RPSGT
Praktisi Kesehatan Tidur
Klinik Gangguan Tidur
(Sleep Disorder Clinic)
RS Mitra Kemayoran
Jl. HBR Motik, Kemayoran, Jakarta 10630
Telp. 021 – 6545555 (hunting)
Perjanjian Telp. 021 – 6545007 (Direct)
sleepclinic@mitrakeluarga.com

Tidur Nyenyak Tanpa Kafein dan Nikotin

Jauhkan kafein dan nikotin untuk menikmati tidur yang lelap.

Minuman yang mengandung kafein seperti kopi, seringkali dijadikan “pelarian” bagi kita untuk mengangkat mata yang mulai mengantuk. Maklum pekerjaan menumpuk dan deadline yang ditetapkan semakin memburu. Tanpa disadari, kebiasaan ini telah membuat tubuh kita untuk tetap aktif hingga dini hari.

Dr. Andreas Prasadja, RPSGT yang merupakan Sleep Physician, Sleep Disorder Clinic – RS Mitra Kemayoran Jakarta, mengatakan, minum kopi memang membuat mata jadi segar dan semangat tinggi. Pekerjaan memang bisa dikerjakan, tapi ketelitiannya pasti menurun. “Padahal kerja kopi itu, 9-15 jam.”

Maka bayangkan apa yang terjadi ketika kita meminumnya menjelang sore. “Di malam hari, saat tubuh meminta untuk istirahat, mata kita masih terbuka lebar.” Kita menjadi tidak adil pada tubuh, karena tidak ada satu pun zat yang dapat menggantikan efek restorasi tidur atau kembali ke tidur lelap.

Selain kopi, Andreas juga menyebutkan minuman berkola, coklat, dan nikotin merupakan benda-benda yang harus dijauhi. Terlebih saat kita mulai masuk ke waktu tidur. “Mari berikan nutrisi yang sehat untuk tidur yang sehat. Karena tidur sehat, menajamkan daya kerja otak.”  (Siagian Priska)

link: http://preventionindonesia.com/article.php?name=%2Ftidur-nyenyak-tanpa-kafein-dan-nikotin&channel=nutrition_and_recipes

Ngantuk terus Pertanda Apa? – Majalah Femina 42/2010

Pagi atau siang hari, saat seharusnya berkonsentrasi pada pekerjaan, Anda malah mengantuk. Anda tak sendirian, coba perhatikan sekitar Anda. Di kantor, kampus, kendaraan, banyak orang terkantuk-kantuk. Kantuk memang bisa karena kurang tidur, tapi dapat juga merupakan gejala penyakit tersendiri.

KANTUK: SINYAL TUBUH

Saat mengantuk di siang hari, menurut dr. Andreas Prasadja, RPSGT dari Klinik Gangguan Tidur RS Mitra Kemayoran, perhatikan, jam berapa kantuk itu datang. Bila setelah jam makan siang, wajar jika kita sedikit mengantuk. Hal ini disebabkan oleh jam biologis kita menurunkan kesiagaannya. Ini disebut after lunch circadian dipping.

Tapi, waspadai jika ini terus-menerus terjadi. Menurut dr. Dante Saksono Herbuwono, SpPD Endokrin dari Divisi Metabolik Endokrin RSCM, kantuk bisa jadi merupakan salah satu gejala prediabetes. Setelah makan, tubuh mengalami hiperinsulinemia (berlebihannya insulin), sehingga kadar gula darah turun drastis. Untuk itu, amatilah gejala prediabetes, seperti mudah haus dan sering ingin buang air kecil. Jika dibiarkan, prediabetes bisa menjadi diabetes. Namun, untuk memastikannya, jalani dulu pemeriksaan darah.

Gampang mengantuk, atau cepat lelah dan lesu, juga merupakan salah satu gejala anemia (kekurangan sel darah merah). Karena anemia, suplai oksigen ke seluruh tubuh oleh sel darah merah, terganggu. Padahal, oksigen adalah salah satu unsur penting untuk menghasilkan energi. Untuk mengetahuinya, Anda harus melakukan pemeriksaan darah. Jika hasilnya oke, bisa jadi Anda mengantuk karena memang kurang tidur atau kualitas tidur Anda buruk.

Jangan sepelekan tidur. Daya tahan tubuh hanya bekerja optimal saat kita tidur. Tidur penting untuk menjaga kemampuan kognitif dan stabilitas emosi agar kita tetap produktif.

Tidur pun berperan penting dalam proses perbaikan sel-sel tubuh yang rusak. Pada tahap tidur lelap, tubuh mengeluarkan growth hormone. Salah satu yang paling cepat beregenerasi adalah sel kulit.  Tak heran, kurang tidur membuat kulit jadi terlihat kusam.

Kata cukup dalam hal tidur ternyata berbeda pada setiap orang. ”Kebutuhan tidur kita adalah 6-8 jam. Tetapi, kelompok usia mana? Orang dewasa umumnya membutuhkan tidur 6-8 jam. Pada trimester pertama, ibu hamil biasanya mengalami penambahan kebutuhan tidur. Misal, kalau biasanya butuh 8 jam, di masa ini ibu butuh tidur hingga 10 jam.”

Dokter Andreas mengatakan, kelompok usia remaja dan dewasa muda hingga akhir 20-an, butuh tidur lebih banyak, yakni hingga 8,5 – 9,25 jam seharinya. Menurutnya, kelompok usia inilah yang paling rentan terhadap kekurangan tidur.

Jam biologis-nya pun unik. Jika orang dewasa mulai mengantuk pada pukul 22:00, orang muda justru sedang penuh dengan vitalitas. Mereka baru mengantuk setelah lewat tengah malam. Di pagi hari, mereka sudah harus bangun untuk beraktivitas dan harus mengikuti jadwal yang tak sesuai dengan jam biologisnya.

KELEBIHAN TIDUR ATAU KANTUK BERLEBIH?

Kebiasaan orang muda melawan jam biologis terlihat ketika masuk kerja pukul 8:30 atau masuk sekolah pukul 6:30 pagi. Tak heran jika kita temui remaja yang senang belajar atau berkarya di malam hari, tetapi sebaliknya, bangun kesiangan.

Atau, sering juga kita temui staf muda yang terkantuk-kantuk di tengah rapat. Jika Anda berusia 26 tahun, dan hanya tidur 6 jam, wajar jika mengantuk di siang hari. Ini bukan kemalasan, tetapi pola tidur yang tak sehat. Persisnya, karena kebutuhan tubuh untuk tidur tidak terpenuhi.

Cara sederhana untuk mengetahui bahwa Anda sudah cukup tidur adalah jika ketika bangun pagi tubuh segar, dan selanjutnya tidak mengantuk seharian. Jika mau tahu berapa jam yang diperlukan tubuh, tidurlah. Jangan pasang alarm. Biarkan tubuh bangun sendiri, karena sudah merasa cukup tidur.

“Tak ada satu zat pun yang dapat menggantikan tidur,” tegas dr. Andreas. Segala rasa segar-bugar, siap menghadapi tantangan di pagi hari, hanya bisa Anda dapatkan dari tidur yang sehat. Zat-zat seperti nikotin dan kafein yang kita kenal sebagai stimulan, sebenarnya hanyalah hipnolitik. Artinya, penunda kantuk.

Mungkin ada teman Anda yang sehari-hari tampak selalu lelah, lamban, ‘lemot’ bahkan terkantuk-kantuk sehingga dicap sebagai pemalas atau ‘putri tidur’. Padahal, mereka mengaku selalu cukup tidur, bahkan berlebih. Jangan salah, tidak ada yang disebut sebagai kelebihan tidur. Yang ada, kantuk berlebih.

Saat kebutuhan tidur terpenuhi, tapi terus merasa sangat mengantuk, ini tak normal. ”Kantuk tak normal ini adalah hipersomnia atau kantuk berlebih,” jelas dr. Andreas. Ini saatnya Anda menemui dokter dan melakukan pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Mungkin saja masalahnya ada pada kualitas tidur.

Hipersomnia merupakan gejala dari beberapa gangguan tidur serius seperti sleep apnea, periodic limb movements in sleep, atau narkolepsi. Yang paling sering diderita namun terabaikan adalah sleep apnea. Alasannya mudah saja, karena gejalanya terbilang biasa kita temui, yaitu mendengkur. Masalah yang penting bagi kesehatan tidur bukanlah suara dengkurannya, melainkan henti napas di antara dengkuran.

”Sleep apnea artinya henti napas saat tidur. Ini terjadi karena saluran napas menyumbat secara periodik selama Anda tidur. Karena sesak, biasanya penderita akan terbangun tanpa terjaga. Ia tak sadar atau tak ingat. Akibatnya, si penderita bangun dengan rasa tak segar tanpa tahu sebabnya. ”Agar tak membahayakan orang lain, di Inggris, penderita yang baru memeriksakan dengkurannya dilarang berkendara sampai selesai dirawat,” ungkap dr. Andreas.

Perawatan sleep apnea, menurut dr. Andreas, ditujukan untuk mengatasi henti napas sebagai pencegahan berbagai penyakit. Karena, seseorang yang menunjukkan gejala sleep apnea bisa dicurigai bahwa ia menderita sakit serius. Penyakit tersebut bisa hipertensi, diabetes, obesitas, penyakit jantung, stroke, atau bisa juga kerusakan otak. Bahkan, sleep apnea bisa menyebabkan kematian.

Sementara itu, periodic limb movements in sleep adalah gerakan-gerakan kaki secara periodik tanpa disadari saat tidur. Akibat gangguan ini, kualitas tidur bisa terganggu juga. Meski tidur sudah cukup lama, tapi tidur yang terganggu akan membuat tubuh tidak segar di saat bangun. Bila terjadi, orang tersebut bisa mengalami keletihan terus-menerus (lihat boks).

Sedangkan narkolepsi, atau sleep attack, adalah istilah medis bagi seseorang yang tiba-tiba langsung tertidur, dengan atau tanpa tanda apa pun. Mungkin Anda pernah melihatnya di adegan film, saat seorang aktor tiba-tiba tertidur saat sedang tertawa terbahak-bahak.

Tapi, ini bukan lawakan! Gangguan ini bisa menyebabkan kehidupan penderitanya sangat tak nyaman. Bayangkan jika ia tiba-tiba tertidur saat berada di keramaian atau di jalan. Baik periodic limb movements in sleep dan narkolepsi perlu ditangani oleh ahli kedokteran tidur.

OLAHRAGA, KANTUK, TIDUR
Menurut dr. Michael Triangto SpKO, spesialis kedokteran olahraga dari Slim+ Health Sport Therapy, mudah mengantuk atau tubuh seperti kurang berenergi bisa disebabkan oleh kurang berolahraga.
”Olahraga yang tepat intensitasnya adalah yang dilakukan hingga mencapai zona latihan (training zone) diri orang tersebut, dan dilakukan teratur. Jika tidak optimal, mungkin tubuh akan tetap loyo.
Atau sebaliknya, dia makin mudah mengantuk karena tubuh terlalu lelah akibat olahraga berlebihan.”

Tapi, jangan berolahraga terlalu dekat dengan waktu tidur. Sebaiknya berikan jarak antara olahraga dan waktu tidur minimal 3 jam. Ini berlaku bahkan untuk olahraga yoga yang punya reputasi merelakskan tubuh. Pasalnya, begitu selesai berolahraga, tubuh memproduksi adrenalin yang membuat Anda sulit tidur. Setelah beberapa lama, adrenalin menurun, tubuh akan relaks dan Anda mudah tidur. Bila dilakukan cukup cepat, yoga akan meningkatkan detak jantung dan energi.

Menurut dr. Andreas,  makin berat porsi berolahraga seseorang, maka ia  makin butuh tidur. Saat ini sedang tren melakukan bersepeda touring. Saat tubuh merasa sangat lelah setelah bersepeda, sebaiknya tidur yang cukup. ”Ini penting untuk menghindari over training yang bisa berakibat buruk bagi jantung.”

SUPAYA TIDUR NYENYAK…
• Hindari makanan atau minuman yang membuat tubuh terjaga menjelang jam tidur, misalnya kopi atau alkohol.
• Hindari minum berlebihan sebelum tidur yang membuat Anda terbangun karena ingin buang air kecil saat tidur.
• Lakukan relaksasi sebelum tidur, misalnya mandi dengan air hangat, meredupkan penerangan, memasang aromaterapi, atau mendengarkan musik yang menenangkan.
• Usahakan pergi tidur dan bangun pada jam yang sama, saat libur sekalipun.
• Jauhi hal-hal yang mengganggu tidur, seperti televisi di kamar.
• Berkonsultasi dengan dokter, jika Anda merasakan gangguan yang berhubungan dengan penyakit serius.

TANDA-TANDA TIDUR TIDAK SEHAT
• Anda selalu butuh alarm agar bisa bangun di pagi hari.
• Seharian tak bisa lepas dari kopi supaya tetap melek.
• Perlu beberapa kali membaca surel untuk benar-benar paham isinya.
• Sulit mempertahankan konsentrasi saat rapat atau seminar.
• Mengantuk saat melakukan aktivitas yang monoton, seperti menyetir kendaraan.
• Mudah terserang penyakit infeksi, seperti flu atau radang tenggorokan.
• Sensitif dan mudah marah.
• Kulit kusam dan tak segar.
• Tidak teliti, banyak membuat kesalahan.
• Sering lupa meletakkan kunci mobil atau kacamata.
• Nafsu makan tak mudah dipuaskan.
• Libido menurun.

Penulis: Nuri Fajriati (Kontributor – Jakarta)


[Dari femina 42 / 2010]

Ngantuk terus Pertanda Apa? – Issue Wanita – Femina-online.com.

Hemat Biaya Kesehatan dengan Mengatasi Ngorok

Mengatasi mendengkur sering diremehkan. Apalagi begitu mendengar pemeriksaan dan perawatan yang begitu serius. Tak jarang orang jadi enggan untuk menjalani terapi. Tapi sadarkah Anda akan akibat-akibatnya? Bahkan berbagai penelitian yang dilakukan di negara-negara lain menunjukkan bahwa perawatan mendengkur ternyata justru menghemat biaya kesehatan.

Kebiasaan ngorok jadi berbahaya ketika disertai henti nafas (OSA). OSA berdampak amat luas, selain pada kesehatan, OSA juga berkaitan erat dengan hubungan sosial dan kondisi perekonomian seseorang. Bayangkan beban ekonomi seseorang yang harus berulang kali ke dokter atau dirawat di rumah sakit akibat hipertensi, gangguan jantung, diabetes hingga stroke yang harusnya dapat diperingan jika saja OSA-nya dirawat. Tak heran, jika asuransi di negara-negara maju memilih untuk mengganti semua biaya pemeriksaan dan perawatan OSA.

Penderita OSA, sering kali kita dapati dalam kondisi emosional yang labil hingga rentan untuk terkena depresi(1). Ini dipicu oleh ‘kondisi kurang tidur’ yang dideritanya. Sementara itu, penggunaan CPAP sebagai terapi terbukti memperbaiki status emosional dan gejala-gejala depresi yang terdapat pada penderita OSA(2).

Secara ekonomi, OSA juga amat memberatkan penderitanya. Ini disebabkan oleh berbagai penyakit yang berkaitan dengan OSA, terutama hipertensi dan penyakit-penyakit kardiovaskuler lainnya(3).

Sebuah penelitian menyatakan bahwa penderita OSA, dalam waktu 10 tahun sebelum terdiagnosa, membutuhkan berbagai pelayanan kesehatan hingga dua kali lipat dibanding yang tidak menderita OSA. Sementara, penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa penderita OSA mengalami rawat inap di rumah sakit hingga dua kali lebih lama dibanding yang tidak. Akibatnya pasien pun harus mengeluarkan biaya hingga dua kali lipat. Sedangkan, setelah dirawat, pengeluaran untuk perawatan kesehatan berkurang hingga setengahnya(4).

Penelitian lainnya menunjukkan manfaat penggunaan CPAP pada penderita OSA. Dalam dua tahun sebelum perawatan dengan CPAP, pasien OSA memerlukan 413 hari perawatan di RS, selanjutnya ia hanya dirawat 54 hari di RS dalam dua tahun setelah menggunakan CPAP. Sementara pasien yang tidak menggunakan CPAP justru mengalami peningkatan jumlah rawat inap di RS, dari 137 hari sebelum perawatan menjadi 188 hari setelah perawatan(5).

Sumber:

1.  Schröder dan O’Hara, 2005

2.  Schwartz et al, 2007

3.  Smith et al, 2002

4.  Ronald et al, 1999

5.  Peker et al, 1997