Kafein pada Anak dan Dewasa Muda

Kafein adalah satu-satunya zat psikoaktif yang bisa dikonsumsi bebas secara legal oleh anak-anak maupun dewasa. Zat psikoaktif adalah zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental-emosional dan perilaku. Zat ini, jika dikonsumsi terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan. Zat-zat psikoaktif merupakan zat yang bermanfaat jika digunakan secara benar di bidang medis, sayangnya kini banyak disalah gunakan.

Kafein, kini dikonsumsi luas oleh masyarakat. Ia ada dalam kopi, teh, minuman ringan, minuman penambah energi dan berbagai produk penambah vitalitas. Sayangnya, tak banyak orang yang tahu efeknya jika dikonsumsi sembarangan oleh anak atau remaja.

Sampai saat ini Badan POM mengatur agar konsumsi kafein adalah 150 mg setiap harinya dibagi dalam tiga dosis. Sementara tiap sajiannya diatur tak melebihi 50 mg. Sementara Canada lebih detail mengatur berdasarkan umur. Anak usia 4-6 tahun tak boleh konsumsi kafein lebih dari 45 mg perhari, kira-kira sama dengan kadar kafein sekaleng cola. Untuk usia 7-9 tahun 62 mg/hari dan 10-12 tahun dibatasi 85 mg perhari.

Anak

Para peneliti menganggap konsumsi kafein harus dibatasi pada anak-anak karena efeknya yang bersifat diuretik (merangsang kencing) berpengaruh pada kebiasaan mengompol. Tetapi penelitian yang diterbitkan pada the Journal of Pediatrics di tahun 2010 menyatakan hubungan konsumsi kafein tak berhubungan dengan kebiasan mengompol. Kelompok ahli tersebut menemukan bahwa konsumsi kafein pada anak berhubungan langsung dengan durasi tidurnya. Anak usia 5-7 tahun yang mengkonsumsi kafein, yang seharusnya tidur 9,46 jam/hari, 1/4nya rata-rata tidur 9 jam. Anak usia 8-12 tahun yang meminum minuman berkafein bahkan rata-rata tidur hanya 8,47 menit.

Dari segi angka, kekurangan tidur yang dialami seolah tak bermakna. Tetapi manfaat tidur yang cukup sebenarnya sangat penting bagi proses tumbuh kembang anak. Segala potensi otak yang hanya dibangun saat tidur akan hilang seiring dengan berkurangnya durasi tidur. Anak-anak dengan tidur yang tak sehat diketahui memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih rendah, lebih aktif, agresif, dan temperamental dibanding anak yang tidur cukup.

Dewasa Muda

Remaja dan dewasa muda diketahui memiliki kebutuhan tidur antara 8,5-9,25 jam seharinya. Mereka juga memiliki jam biologis yang unik hingga baru mengantuk di atas jam 11 malam. Sayangnya di Indonesia jam masuk sekolah masih pukul 7 pagi, bahkan jam 6:30 untuk di Ibu Kota. Dengan kemacetan dan segala tuntutan sosial, usia dewasa muda adalah kelompok yang paling kurang tidur. Apalagi bagi usia 20an dimana produktivitas sangatlah diutamakan, pengurangan jam tidur tak bisa dihindarai. Akibatnya untuk menopang aktivitas, banyak pemuda/i kita bergantung pada kafein dalam minuman kopi atau berbagai minuman penambah energi.

Efek kafein yang menyegarkan dan menghilangkan kantuk memberikan ilusi bahwa seseorang bisa lebih produktif. Padahal kemampuan otak yang sudah kelelahan tak akan terbantukan. Hanya tidur yang sehatlah yang dapat mengembalikan kebugaran dan performa otak. Untuk itu diperlukan pengetahuan untuk mengatur tidur dan konsumsi kafein.

Tak banyak orang yang tahu bahwa kafein bisa bekerja di tubuh selama lebih dari 10 jam. Akibatnya konsumsi kafein tak diatur dengan baik. Minuman kafein dikonsumsi kapan saja kantuk menyerang, bahkan di sore hari. Tak heran pada akhirnya akan mengganggu durasi dan kualitas tidur. Keesokan harinya muncullah pemuda/i zombie yang beraktivitas dalam kantuk dan kembali minum kafein sekedar untuk bisa berfungsi. Sebuah siklus yang merugikan produktivitas dan kesehatan.

Mulai dari jenjang SMU, mahasiwa/i hingga yang sudah bekerja, kelompok usia dewasa muda adalah kelompok usia pengkonsumsi stimulan (kafein & nikotin) paling tinggi.

Kafein dan Perilaku Kekerasan

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Journal of Youth and Adolescence tahun 2013 mencoba melihat efek kafein pada gangguan perilaku kekerasan dan perilaku mengacau (violent and conduct disorder) pada remaja. Conduct disorder atau perilaku mengacau dijabarkan sebagai kecenderungan untuk melanggar aturan, norma-norma sosial atau bahkan hukum.

Penelitian ini meneliti 3.747 anak usia 15-16 tahun di Islandia. Separuh jumlah peserta penelitian adalah anak perempuan.

Hasilnya, didapati hubungan yang kuat antara konsumsi kafein dan perilaku kekerasan. Juga ditemukan bahwa remaja perempuan yang mengkonsumsi minuman berkafein lebih beresiko terlibat dalam perilaku kekerasan dibandingkan yang tak minum kafein.

Remaja perempuan tampaknya lebih rentan terhadap pengaruh kafein dibanding remaja pria. Tak dipahami secara jelas kenapa perempuan lebih rentan dibanding pria. Diduga ini disebabkan oleh adanya respon metabolisme kafein yang berbeda antara pria dan wanita. Salah satunya adalah kandungan lemak tubuh yang lebih tinggi pada wanita.

Konsumsi Kafein dan Tidur

Hubungan antara konsumsi kafein, dan perilaku kekerasan tak dapat dijelaskan secara pasti. Para ahli lain bahkan beragumen bahwa perilaku kekerasan remaja disebabkan oleh kurang tidur bukan oleh karena efek kafein secara langsung.

Kurang tidur jelas sebabkan kantuk dan mood yang buruk, untuk atasinya banyak orang meminum minum berkafein. Tanpa disadari efek kafein juga bisa mempengaruhi kesehatan tidur malam hari. Pada gilirannya, kurang tidur sebabkan kondisi mengantuk yang memicu lebih banyak konsumsi minuman berkafein.

Anak-anak, remaja dan dewasa muda Indonesia saat ini mengantuk. Ini dapat dilihat dari maraknya iklan produk yang bisa meningkatkan keterjagaan dan performa. Bukannya tak boleh minum minuman berkafein, tetapi aturlah konsumsinya:

  1. Ketahui minuman apa saja yang mengandung kafein dan kadarnya.

  2. Sadari efek kafein yang bisa lebih dari 10 jam.

  3. Atur jadwal tidur yang cukup dan teratur hingga kebugaran di pagi-siang hari terjaga.

  4. Sesuaikan waktu konsumsi kafein hingga efektif atasi kantuk, tetapi juga tidak mengganggu kesehatan tidur.

Dengan demikian kita jadi semakin produktif!

Kesehatan Tidur di Lingkungan Kerja

Kita sudah tahu bagaimana kurang tidur dapat memengaruhi performa kerja di siang hari. Konsentrasi yang berkurang, lamban serta ceroboh adalah tanda-tanda kantuk yang masih diabaikan para pekeImagerja.

Di era 24 jam ini, tidur adalah kebutuhan biologis yang paling sering dikorbankan atas nama produktivitas. Tanpa disadari bahwa dengan kurangi tidur, justru mengurangi performa seseorang. Karena ketika tidur kita diam tak bergerak bukan berarti tidak produktif. Justru tubuh sangat aktif membangun kesehatan, daya tahan tubuh dan kemampuan otak.

Kondisi emosi juga dijaga saat tidur. Saat lelah seseorang cenderung lebih memerhatikan kepentingan dirinya sendiri tanpa memerhatikan masukan dari sekelilingnya. Tak heran jika kondisi kurang tidur juga mengganggu proses kerja tim serta mendorong terjadinya tindakan kurang etis di lingkungan kerja.

Tidur dan Stress

Ketika sedang stress karena tekanan pekerjaan, siapa pun jadi sulit tidur. Tapi bukan itu saja, kondisi kurang tidur juga menyebabkan seseorang jadi mudah stress. Kesehatan tidur dan stress saling memengaruhi seolah menjadi lingkaran setan. Sebuah penelitian mengingatkan bahwa terjaga selama 24 jam akan meningkatkan hormon stress secara signifikan.

Kesibukan di siang hari sering kali mengganggu tidur kita di malam hari. Stress di pekerjaan maupun macet perjalanan meninggalkan ketegangan yang harus kita turunkan sebelum naik ke tempat tidur. Kantuk akan jadi percuma jika kita masih terlalu tegang untuk tidur. Akibatnya kita hanya memejamkan mata di tempat tidur tanpa bisa terlelap.

Turunkan dulu ketegangan dengan menyenangkan diri sebelum tidur. Sekedar membaca atau mendengarkan musik akan membantu suasana hati lebih rileks.

Pekerjaan 24/7

Bekerja dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari seminggu belum tentu produktif. Walau ditopang dengan stimulan semacam kafein atau nikotin, otak yang lelah tetap tak terbantu. Sampai saat ini belum ada satu zat pun yang dapat menggantikan proses restoratif tidur. Stimulan hanyalah penunda kantuk.

Terkoneksi 24 jam dengan internet sebenarnya membantu waktu kerja kita jadi lebih fleksibel. Tetapi banyak orang justru tak dapat berhenti bekerja walau sudah meninggalkan kantor. Seolah organ tubuh, smartphone sudah jadi bagian dari diri kita. Sebuah survei di AS nyatakan bahwa 72% pekerja tidur dengan smartphone menyala di sisinya. Bahkan 45%-nya masih menjawab e-mail sebelum jatuh tidur.

Parahnya para pemimpin justru menghargai para pekerja yang masih mengirimkan e-mail di dini hari. Sikap yang justru berbahaya. Kemampuan untuk menganalisa dan mengambil keputusan di saat mengantuk tidaklah baik, bahkan buruk. Setiap keputusan penting yang diambil di saat mengantuk layak diragukan. Bill Clinton mengaku bahwa setiap kesalahan yang ia lakukan, selalu dilakukan saat lelah.

Kantuk Menurunkan Kreativitas

Pekerja yang mengantuk sulit untuk kreatif. Sebuah penelitian di tahun 1999 melihat bagaimana kurang tidur dapat mengganggu kemampuan mengambil keputusan dan menerima masukan. Penelitian belakangan bahkan melihat bagaimana terjaga selama 24 jam dapat mengganggu fungsi bagian korteks prefrontal pada otak, bagian yang mengontrol kreativitas, kontrol diri dan cara berpikir yang inovatif.

Bagi perusahan di bidang kreatif atau yang membutuhkan pikiran-pikiran “out of the box” dari para karyawannya, kesehatan tidur jadi amat penting. Mengabaikan kesehatan tidur sama dengan menurunkan kreativitas dan menurunkan mutu karya.

Kafein dan Produktivitas

Benarkah kafein dan minuman penambah energi dapat meningkatkan produktivitas? Mungkin saja. Tetapi mengabaikan tidur lalu menopang ke-terjaga-an dengan kafein bukanlah jawaban yang tepat. Stimulan, baik itu dalam bentuk minuman maupun suplementasi makanan hanya akan menunda kantuk. Otak yang lelah tetap akan lelah. Pemikiran yang sempit dan lamban tetap akan lamban.

Kafein di lingkunan kerja mungkin sudah dianggap biasa. Tetapi konsumsi secara membabi buta tidaklah bijak. Prioritaskan tidur yang sehat terlebih dahulu, di saat tertentu baru konsumsi kafein atau minuman penambah energi.

Jam Biologis dan Produktivitas

Di dalam otak kita tertanam jam yang mengatur ritme tubuh. Mulai dari waktu lapar, buang air, hingga kantuk dan bugar. Selain tidur yang cukup dan berkualitas, baik juga kita kenali ritme jam biologis untuk tingkatkan produktivitas.

Kenali jam biologis lalu sesuaikan ritme kerja agar produktif.

  • Sesampai di tempat kerja, karena masih pagi dan belum ada tugas penting yang harus dikerjakan silahkan menikmati aroma kafein. Kafein baru akan bekerja setelah 30 menit dikonsumsi. Jadi jangan saat sudah mengantuk baru minum kopi, percuma.

  • Pagi hari jam 8 bukan waktu yang baik bagi kebanyakan pekerja dewasa muda untuk memulai dengan pekerjaan yang berat dan terlalu serius. Manfaatkan untuk mengatur jadwal dan tugas-tugas.

  • Mendekati jam 9:00 kebugaran mulai menghampiri. Bagi kantor dengan banyak pekerja usia dewasa muda, ini waktu yang tepat untuk memulai briefing pagi. Apalagi di bidang kreatif. Ide-ide inovatif akan dengan mudah dan lancar dikeluarkan.

  • Jam makan siang biasanya kita punya waktu satu jam untuk beristirahat. Gunakan waktu ini untuk menikmati “power nap”. Setelah makan siang, bersandar santai di kursi, tutup mata dengarkan lagu lembut dan nikmati tidur siang selama 15-20 menit. Dengan demikian kita mendapatkan segala manfaat tidur, hingga lebih produktif saat bangun.

  • Rapat-rapat penting setelah jam makan siang di jam 14:00-15:00 adalah yang paling melelahkan. Jam biologis kita sedang berada di titik rendah. Beban kantuk sedang kuat-kuatnya. Emosi juga jadi sulit dikontrol.

  • Mendekati jam pulang, dengan stress tinggi dan ketegangan menghadapi macet, ada baiknya jika bersantai sejenak dengan ber-social media atau sekedar duduk main game. Berkumpul dengan teman-teman di cafe sambil menunggu macet biasanya menjadi pilihan paling enak. Tapi sadari juga bahwa kafein dapat bekerja selama 12 jam. Pilihlah minuman dengan kadar kafein rendah atau lebih baik lagi tak mengandung kafein sama sekali.

  • Dengan waktu yang serba mepet. Sore hingga malam adalah waktu yang tersisa untuk berolah raga. Olah raga sangat penting bagi kesehatan. Tetapi olah raga yang baik juga memerhatikan ritme biologis. Jarak selesai berolah raga dan tidur disarankan 3 jam. Olah raga memang menyenangkan dan membuat tubuh lelah. Tetapi banyak jenis olah raga yang justru meningkatkan adrenalin hingga justru menyegarkan otak. Pilih olah raga yang santai dan tidak kompetitif. Berenang atau jogging ringan sekitar rumah misalnya.

 

Istirahat Dulu, Ngopi Kemudian

Tidak ada satu zat pun yang bisa menggantikan tidur.

Heru Triyono, Koran Tempo, 24 September 2009.

Entah firasat buruk apa yang merundung Andreas Prasadja pagi itu. Tiga kecelakaan sepeda motor secara berentetan terjadi di depan mata-kepalanya sendiri. Mulai perjalanan dari rumahnya di Cikini sampai tempat kerjanya di Kemayoran–dia melihat kejadian–peristiwa nahas itu terjadi di dekat Gambir, di Jalan Garuda, dan di Kemayoran.

Peristiwa ini terjadi pada pekan pertama Ramadan lalu. Menurut dia, sebagai ahli kesehatan tidur dari Rumah Sakit Mitra Kemayoran, rasa kantuk menjadi musabab rentetan kecelakaan tersebut.

Andreas, yang merupakan dokter kesehatan tidur pertama di klinik tidur pertama di Indonesia, menjelaskan, di bulan puasa banyak orang yang terlilit utang tidur karena mereka fokus menjalani ritual ibadah selama satu bulan penuh.

Dalam konteks mudik dengan berkendara sepeda motor atau mobil tentu saja sangat berbahaya bagi si pengendara dan orang lain. “Sayangnya, persepsi masyarakat bahwa rasa kantuk itu berbahaya sangatlah kurang,” ujar Andreas saat berbincang-bincang lewat telepon dengan Tempo Rabu pekan lalu.

Maka para pemudik harus memperhatikan kesehatan tidur sebelum mereka berkendara. Persiapkan dengan baik, mulai kondisi kendaraan dan kelengkapannya, hingga bekal makanan dan minuman berenergi–seperti kopi–demi menjaga stamina selama perjalanan jauh.

Dan jangan lupa tidur yang cukup sebelum berangkat. Sebab, menurut dokter berkacamata, ini tidak ada satu zat pun yang bisa menggantikan tidur–termasuk dengan minum kopi.

Saat mengantuk, segala fungsi yang diperlukan untuk berkendara bakal menurun drastis. Termasuk fungsi paling penting, yakni kemampuan refleks menghadapi kemungkinan kecelakaan. Kala itu pengendara mulai menguap untuk menarik lebih banyak oksigen ke otak. Mata pun mulai terasa pedih dan berair. Ini adalah tanda awal kantuk.

Untuk menyiasatinya, para pengendara menenggak kopi atau minuman berenergi. Dan rasanya, zat kafein berhasil sementara dalam menjaga kesadaran dan kesegaran mata.

Namun, Andreas menjelaskan bahwa kondisi yang dipulihkan kopi tersebut tidak menyentuh ihwal kewaspadaan dan kemampuan refleks. “Yang bagus adalah istirahat sejenak lalu melanjutkan perjalanan setelah minum sedikit kopi atau minuman berenergi.”

Selesai istirahat sejenak bukan berarti risiko mengantuk sirna begitu saja. Saat perjalanan semakin jauh, bahaya tetap mengintai ketika tanpa sadar pengendara sudah masuk dalam periode tidur mikro yang ditandai dengan antukan kepala. Dalam banyak kasus, banyak pengendara mobil atau motor yang ditinggal tidur oleh penumpang lainnya, sehingga sang pengendara tidak punya pengalihan akan rasa kantuknya. “Seharusnya ada salah satu penumpang (di mobil) yang menemani,” kata Andreas.

Dari rasa lelah dan kantuk yang tak tertahankan itu, banyak pengendara yang lupa akan perjalanan yang mereka lalui selama 10-15 menit terakhir. Namun, pada umumnya mereka tetap meneruskan perjalanan dengan tenang.

Andreas memaparkan bahwa saat berkendara dengan rasa kantuk berat sebenarnya ada sebuah mekanisme otomatis yang membimbing mereka. “Tetapi saat itu otak sebenarnya sudah tertidur, sudah shutdown, dan pengendara menyetir pure dengan insting,” dia menjelaskan.

Lebih jauh, berkendara–siang maupun malam hari–sama berisikonya. Dengan kelelahan hari raya dan utang tidur yang menumpuk, kantuk akan tetap menyerang dengan intensitas yang sama. Namun, menurut Andreas, manusia itu adalah makhluk cahaya yang beraktivitas di siang hari dan istirahat di malam hari. Semua diatur oleh jam biologis yang menentukan kapan beraktivitas dan kapan harus beristirahat. Bila orang beraktivitas di saat seharusnya istirahat, jam biologis secara otomatis akan mendatangkan kantuk.

Tip dari Andreas, bagi pemudik yang berusia di atas 30 tahun, tidur 15 menit sudah bisa mencukupi satu siklus tidur. Lalu kenali juga gangguan-gangguan tidur yang menyebabkan kantuk berlebih. Seperti sleep apnea (ditandai dengan mendengkur), sindroma tungkai gelisah (kaki gerak-gerak saat tidur), dan narkolepsi atau sleep attack.

Suara musik dari walkman atau speaker mobil tetap tidak efektif memulihkan rasa kantuk. Karena itu, kenalilah tanda-tanda kantuk yang dapat membahayakan. “Berkendara dalam kondisi mengantuk sama bahayanya dengan berkendara sambil mabuk,” Andreas mengingatkan.HERU TRIYONO

Tanda-tanda kantuk mulai membahayakan:
– Kehilangan konsentrasi, sering mengerjapkan mata atau mata terasa berat
– Pikiran menerawang
– Sulit mengingat yang telah dilewati, melewatkan rambu atau lampu lalu lintas
– Berulang kali menguap dan mengusap-usap mata
– Sulit menjaga kepala dalam posisi tegak
– Melenceng dari jalur, dan melanggar marka-marka jalan
– Merasa lelah dan mudah emosi

Apakah Anda berisiko? Sebelum berangkat periksa apakah Anda:
– Kurang tidur atau lelah (tidur kurang dari 6 jam memicu risiko 3 kali lipat)
– Menderita insomnia, gangguan tidur yang menimbulkan kualitas tidur buruk (mendengkur), atau menanggung banyak utang tidur
– Melakukan perjalanan jarak jauh tanpa jeda istirahat yang cukup
– Berkendara pada jam-jam tidur
– Mengkonsumsi obat-obatan yang membuat kantuk (antihistamin, antidepresan)
– Bekerja lebih dari 60 jam seminggu (meningkatkan risiko hingga 40 persen)
– Mengerjakan dua pekerjaan sekaligus dan pekerjaan utamanya dengan shift malam
– Meminum minuman beralkohol (walau sedikit)
– Berkendara sendirian atau melewati jalan yang panjang, sepi, dan membosankan

Sebelum berkendara, pengemudi sebaiknya:
– Tidur cukup. Pada orang dewasa 7,5-8,5 jam, sedangkan pada remaja atau dewasa muda (18-29 tahun) 8,5-9,25 jam. Persiapan tidur sebaiknya sudah dimulai, sekurangnya tiga hari sebelum keberangkatan.
– Untuk perjalanan jauh, usahakan jangan berkendara sendirian. Teman seperjalanan dapat membantu melihat tanda-tanda kantuk dan dapat menggantikan untuk sementara waktu. Penumpang sebaiknya tidak tidur dan mengobrol dengan pengendara.
– Hindari alkohol dan obat-obatan yang menyebabkan kantuk.
– Berkonsultasilah pada dokter atau klinik gangguan tidur jika mengalami kantuk berkepanjangan, sulit tidur di malam hari, dan/atau tidur mendengkur.

Sumber: buku Ayo Bangun! dengan Bugar karena Tidur yang Benar (dr Andreas Prasadja RPSGT, ahli kesehatan tidur Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Kemayoran)HERU TRIYONO

Link: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/09/24/Gaya_Hidup/krn.20090924.177089.id.html

Tidurlah untuk Sehat

Kualitas tidur mempengaruhi produktivitas kerja.

Kebanyakan orang hanya mempersepsikan tidur sebagai rutinitas biasa. Bahkan tidur dikategorikan sebagai kegiatan yang tidak produktif. Alhasil, waktu tidur pun semakin dikurangi agar target perusahaan atau pengembangan karir bisa berjalan lebih cepat.

“Yang terjadi ketika waktu tidur dikurangi, otak sulit berkonsentrasi dan kreativitas pun ikut menurun,” ucap Dr. Andreas Prasadja, RPSGT yang merupakan Sleep Physician, Sleep Disorder Clinic – RS Mitra Kemayoran Jakarta.  Akhirnya bukan produktif, malah lamban. Tidak hanya mengganggu kemampuan kognitif, kurang tidur menurut Andreas juga dapat “mengacaukan” mental dan emosional.

Percaya atau tidak, tidur memiliki tahapannya sendiri. Mulai dari Non Rapid Eye Movement (NREM) sampai Rapid Eye Movement (REM). Pembagian tahapan tidur berdasarkan gelombang otak. “Jadi otak tetap aktif ketika tidur”. Khususnya ketika memasuki tahap REM, aktivitas otak justru meningkat.  Seolah-olah, syaraf-syaraf diaktifkan.

Dan ketika di pagi hari, saat kita bangun akan mengeluarkan hormon kortisol. Andreas menjelaskan, hormon kortisol adalah hormon yang biasanya tinggi saat stres. Hormon inilah yang memicu produksi adrenalin, sehingga ketika bangun dengan perasan segar bugar.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tentara Amerika Serikat, menunjukkan tentara yang kurang tidur, kemampuan menembaknya menurun. Hipotesa yang ada dari penelitian ini, menurut Andreas, menunjukkan betapa tidur berhubungan langsung dengan produktivitas kita.

Idealnya, orang dewasa memerlukan tidur selama 7-8 jam. Namun Andreas menekankan untuk mengenali jam biologis yang kita miliki. Jam biologis inilah yang memberitahu kapan kita harus beristirahat dan bekerja. Umumnya, orang dewasa baru bisa berkonsentrasi tinggi ketika jam 10 pagi. Dan di siang hari, usai makan siang adalah waktu yang tepat untuk sejenak tidur. “Bukan karena kenyang lalu mengantuk, tapi memang jam biologisnya seperti itu.”

Maka di siang hari, Andreas menyarankan untuk menyempatkan tidur walaupun hanya 30 menit. Andreas menyebutnya sebagai power nap. “Ketimbang minum kopi, power nap akan membantu otak untuk lebih segar sehingga pekerjaan lebih cepat selesai.” Jadi mulai sekarang, tidurlah untuk sehat. (Siagian Priska)

http://preventionindonesia.com/article.php?name=%2Ftidurlah-untuk-sehat&channel=prevention