Indonesia Mengantuk Sebuah Refleksi Kesehatan Tidur

Beberapa waktu lalu media diramaikan kisah seorang anak yang tidur selama 13 hari. Selang beberapa waktu, seorang tokoh Nasional terekam media terantuk-antuk tertidur dalam sebuah acara pernikahan. Sebelumnya juga sempat beredar foto tokoh tersebut dalam perawatan di rumah sakit menggunakan masker khas yang digunakan untuk mengatasi ngorok.

Tiba-tiba istilah narkolepsi, hipersomnia, bahaya mendengkur, sleep apnea, Kliene Levin Syndrome menghiasi media kita. Ini adalah istilah-istilah kesehatan tidur.

Ya, khalayak mulai menyadari pentingnya kesehatan tidur.

Istilah-istilah kesehatan tidur masuk dalam kolom-kolom kesehatan, gaya hidup, ilmu pengetahuan dan bahkan politik. Perlahan namun pasti, Indonesia mulai menyusul negara-negara maju dalam memperhatikan kesehatan tidur. Mengantuk, dan penyakit tidur sudah diperhatikan seperti sebuah penyakit menular yang diderita luas. Sebuah epidemi!

Performa Tidur

Dalam era modern ini, orang berlomba-lomba mengejar prestasi. Demi mencapai prestasi, tidur pun dikorbankan. Tidur adalah periode dimana tubuh diam dan tak aktif. Banyak orang menganggap tidur sebagai fase kehidupan yang tak penting, tak aktif, tak berguna dan dianggap identik dengan kemalasan. Bahkan banyak orang yang menganggap kantuk sebagai sebuah penyakit yang harus dicari obatnya!

Sikap kita terhadap pengurangan tidur juga cukup aneh. Para pemuja produktivitas menganggap pengurangan tidur sebagai sikap macho nan heroik. Sebuah sikap yang sebenarnya kontra produktif. Karena performa otak optimal hanya dibangun saat tidur!

Alih-alih memperhatikan kesehatan tidur, kita malah mencari kebugaran lewat berbagai stimulan dan minuman penambah energi. Coba lihat berapa banyak kedai kopi di sekeliling kita? Padahal, tak ada satu zat pun yang dapat menggantikan efek restoratif tidur.

Segala kemampuan otak dibangun pada tahap tidur mimpi. Berbagai penelitian telah membuktikan bagaimana pengurangan tahap tidur ini akan menurunkan berbagai fungsi otak dan bahkan kemampuan ereksi pria.

Mengantuk

Tidur tak sama dengan kemalasan. Sudah terlalu sering saya mendapati pasien yang datang dengan cap pemalas dari keluarganya karena terus mengantuk.

Tidur itu ada porsinya. Jika sudah cukup, kita tak akan bisa tidur lagi. Kalau mengantuk artinya masih kurang tidur. Nah, bagaimana kalau tidur sudah cukup tapi masih mengantuk? Itu namanya hipersomnia, kantuk berlebihan.

HIpersomnia memang tidak sepopuler insomnia. Tapi hipersomnia justru lebih berbahaya. Bayangkan jika seorang pengendara mengidap hipersomnia? Seorang pilot?

Mengantuk berlebihan merujuk pada beberapa penyakit tidur, antaranya: Behaviourally Induced Insufficient Sleep Syndrome, Periodic Limb Movements in Sleep, sleep apnea, narkolepsi dan Kleine Levin Syndrome. Khusus sleep apnea, mendengkur, mengakibatkan juga hipertensi, penyakit jantung, diabetes, stroke, kematian, impotensi dan depresi.

Tata Laksana

Dalam diagnosis penyakit tidur dibutuhkan pemeriksaan khusus di laboratorium tidur. Pemeriksaan sederhana yang tampak rumit. Pasien akan dilekatkan dengan berbagai sensor fungsi tubuh untuk direkam sepanjang malam. Dokter akan menganalisa perekaman, untuk selanjutnya dipilihkan perawatan yang sesuai.

Analisa tidur, menggunakan alat bernama polisomnografi. Teknik pemeriksaan tidur pun tak cuma satu. Anda perekaman sepanjang malam, ada juga perekaman di siang hari. Khusus untuk narkolepsi, pemeriksaan malam diikuti dengan multiple sleep latency test (MSLT.) Pasien diminta 5 kali tidur siang sepanjang hari sambil terus diamati.

Perawatan gangguan tidur jelas akan meningkatkan performa seseorang. Selain itu, perawatan juga akan mencegah berbagai penyakit kronis yang mungkin diderita.

Triumvirate of Health

Prof. William Dement, Bapak Kedokteran Tidur mengemukakan bahwa untuk mencapai kesehatan yang paripurna, seseorang membutuhkan tiga komponen: keseimbangan nurtirsi, olah raga teratur dan tidur yang sehat. Bahkan, tidur sehat menjadi dasar dari kesehatan seseorang. Tanpa tidur yang sehat, segala nutirsi dan olah raga jadi percuma.

Dengan tidur yang sehat, tubuh akan memiliki sistem metabolisme yang baik. Tidur yang sehat juga akan menopang pemulihan otot yang baik serta memoles kemampuan gerak halus yang dilatih para atlet dan musisi.

Apa yang terjadi ketika kesehatan tidur terganggu? Semua, mulai dari kepala hingga kaki. Bahkan para ahli setuju bahwa tak ada satu pun spesialisasi kedokteran yang tak terganggu ketika kesehatan tidur terganggu.

Jawaban dari semua permasalahan sebenarnya sederhana saja: Tidur sehat.

Mulailah prioritaskan kesehatan tidur!

dr. Andreas Prasadja, RPSGT

www.andreasprasadja.com

Sleep Disorder Clinic RS. Mitra Kemayoran

Snoring & Sleep Disorder Clinic Pondok Indah

Kompas.com: http://lifestyle.kompas.com/read/2017/12/29/111405820/indonesia-mengantuk-sebuah-refleksi-kesehatan-tidur

Sulit Tidur Ketika Berpindah Tempat Tidur

Efek Malam Pertama (EMP), bukanlah malam pertama seperti yang dialami pengantin baru. Tetapi kejadian sulit jatuh tidur di malam pertama Anda berpindah ruang tidur. Baik itu berupa kamar hotel, rumah baru, tidur di rumah kerabat, dan lain sebagainya.
Setelah beberapa waktu, akhirnya Anda pun beradaptasi di tempat tidur yang baru. Beberapa malam kemudian tidur sudah seperti biasa lagi. Rasa nyaman seperti di rumah sendiri diketahui sebagai faktor yang paling menentukan EMP ini.

Sekelompok peneliti dari Brown University di Rhode Island, mencoba meneliti fenomena ini. Para ahli mengamati beberapa orang yang baru pindah tempat tidur dengan pencitraan fungsi saraf mutakhir (MRI) dan polisomnografi (PSG). PSG merupakan pemeriksaan tidur standar yang dilakukan di rumah sakit atau instalasi kesehatan terkemuka di dunia, juga di Indonesia.

Dari berbagai perekaman itu para ahli mendapatkan gambaran bagaimana seseorang tidur. Parameter utama yang dilihat adalah tahap tidur dalam (tahap tidur N3) yang dianggap sebagai tahap tidur yang paling memberikan kebugaran bagi tubuh.

Otak Pada EMP

Cukup mengejutkan, karena peneliti mendapati bahwa sisi kiri otak lebih terjaga dibanding sisi kanan saat pertama kali tidur di lokasi yang berbeda. Kedua hemisfer otak didapati tidur tidak seimbang.

Parameter lain yang ditentukan lewat PSG adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi seseorang untuk jatuh tidur (sleep onset). Kelompok peneliti yang sama di tahun 2005 pernah mendapati bahwa kedalaman tidur di malam pertama didominasi oleh tahap tidur ringan (tahap tidur N1). Di malam-malam berikutnya gelombang alpha yang merupakan pertanda dari tahap tidur N1 jadi menurun, dan berpindah ke theta yang merupakan petanda dari tahap tidur N2 yang lebih stabil. Tahap tidur N1, adalah tahap tidur ringan dimana seseorang masih sangat mudah terbangun.

Adapun pada penelitian terbaru, Sasaki dan timnya mendapati bahwa mula tidur akan semakin lama seiring dengan semakin berbedanya aktivitas tidur di sisi kiri dan kanan otak.

Perbedaan aktivitas tidur pada hemisfer kiri dan kanan otak mengingatkan kita pada tidur beberapa mamalia. Lumba-lumba dan beberapa jenis burung, dapat tidur separuh otak saja. Pada hewan-hewan ini, bisa didapati satu hemisfer tidur dalam sementara hemisfer satunya terjaga penuh. Para ahli berasumsi bahwa tidur separuh otak ini dibutuhkan karena lumba-lumba merupakan mamalia laut yang harus terus berenang dan mengambil nafas. Sehingga tak mungkin tidur penuh. Demikian juga dengan burung yang sedang dalam masa migrasi yang harus terbang jarak jauh.

Walau belum terbukti, para ahli beranggapan bahwa proses tidur manusia masih berkaitan dengan tidur manusia di masa lalu. Manusia gua, harus terus waspada terhadap hewan pemangsa. Sehingga ketika berada di tempat baru yang belum diketahui keamanannya, manusia gua tidur tidak dalam.

Atasi EMP

Otak manusia sangatlah fleksibel. Dengan mudah ia bisa menyesuaikan diri. Contohnya, bagi mereka yang sering bepergian, efek malam pertama bisa hilang dengan sendirinya. Jadi walaupun sering berpindah lingkungan tidur, mereka akan dengan mudah jatuh tidur.

Sementara bagi kita yang jarang bepergian, EMP bisa jadi masalah. Untuk mengatasinya, kita harus membuat lingkungan tidur yang baru senyaman dan sefamilier mungkin. Mungkin dengan membawa sarung bantal dari rumah, selimut tipis serta beberapa pernik kecil seperti jam meja kecil, foto keluarga atau sekedar boneka.

Selain itu jaga waktu istirahat yang kurang lebih sama dengan kebiasaan di rumah. Berkomunikasi dengan keluarga baik juga sebagai pengantar tidur.

Jika Anda bepergian melewati zona waktu, konsumsi melatonin satu jam sebelum tidur juga bisa membantu.

Jika Anda mengalami EMP, dan sulit jatuh tidur, jangan dipaksakan. Keluar dari kamar tidur sejenak untuk menghirup udara yang lebih segar. Setelah merasa lebih tenang, baru kembali ke kamar tidur. Di kamar, duduk dulu di sofa atau di kursi dengan santai. Nikmati musik sambil membaca majalah atau buku sejenak. Setelah rileks, baru naik ke tempat tidur.

Semoga bermanfaat!

Post Run Insomnia

Kesehatan tidur dan performa olah raga sangatlah penting. Tanpa istirahat yang baik, stamina seseorang tidak akan dapat mencapai titik optimal. Performa fisik seseorang mendapatkan modal dasarnya saat tidur. Jangan lupa kemampuan konsentrasi dan respon refleks juga hanya dibangun saat tidur.

Setelah berolah raga, tidur juga jadi penting untuk mengembalikan sel-sel tubuh yang terpakai. Otot-otot dipulihkan, peredaran darah diperlancar dan segala ketegangan juga dikendurkan. Tak banyak yang tahu bahwa gerakan-gerakan yang dilatih berulang juga diperhalus dan dipoles saat tidur.

Namun beberapa sahabat pelari mengeluhkan sulit tidur setelah berlari beberapa kilometer. Padahal, menurut mereka, badan sudah sangat lelah. Ya, badan memang sudah sangat lelah, tetapi berolah raga hingga mencapai batas kemampuan akan meningkatkan kadar adrenalin tubuh. Anda jadi bersemangat, segar bugar, dan sulit tidur. Untuk tidur yang nyaman, segala ketegangan harus dikendurkan.

Berikut tips hindari insomnia setelah berlari:

  • Setelah berlari, jangan langsung ingin secepatnya tidur
  • Turunkan adrenaline dengan aktivitas yang menyenangkan namun menenangkan
  • Jarak waktu ideal selesai berolah raga dan tidur adalah 3 jam
  • Waktu paling baik untuk berolah raga adalah di pagi hari
  • Biarkan lari jadi aktivitas yang bersifat rekreasional

Rasa Sakit dan Tidur

Orang-orang yang kurang tidur akibat insomnia atau gangguan tidur lainnya, ternyata lebih sensitif terhadap rasa sakit. Menurut penelitian yang diterbitkan pada jurnal kedokteran PAIN, mereka yang menderita insomnia dan nyeri kronis adalah kelompok yang paling parah menderita. Jurnal PAIN diterbitkan oleh International Association for the Study of Pain.

Pada penelitian tersebut, para peneliti menyertakan 10.400 orang dewasa di Norwegia. Peserta penelitian menjalani tes kepekaan rasa sakit berupa cold pressor test, dimana seseorang diminta mencelupkan tangan di air yang dingin.

Para peserta juga diminta menginformasikan berbagai parameter tidur dan gangguan tidur. Mereka ditanyakan tentang insomnia yang pernah dialami, waktu tidur total, dan waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur (mula tidur). Kemudian data-data tersebut dicocokkan dengan nyeri kronis (rasa sakit yang terus menerus dan berulang) serta faktor-faktor lain yang mungkin mengganggu tidur.

Hasilnya 32% peserta penelitian dapat menahan rasa sakit yang diakibatkan dingin selama 106 detik. Sementara 42% peserta yang menderita insomnia sudah menarik tangannya lebih cepat, dibanding dengan 31% peserta yang tidak menderita insomnia.

Penderita insomnia yang melaporkan sulit tidur sekali perminggu 52% lebih sensitif terhadap rasa sakit dibanding yang cuma keluhkan sulit tidur sekali setiap bulannya, yang hanya 24%. Semakin sering dan semakin parah keluhan insomnia, seseorang juga semakin tak tahan sakit. Ini sebabnya ketika mengalami insomnia seseorang mengeluhkan rasa sakit dimana-mana, dari sakit kepala, mata, otot-otot pundak, bahu, tengkuk dan lain-lain.

Sementara orang yang menderita insomnia dan nyeri kronis dua kali lipat lebih sensitif terhadap rasa sakit.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian pada jurnal SLEEP di tahun 2012 yang sebutkan bahwa sekelompok orang yang tidur cukup 25% lebih tahan sakit dibanding kelompok yang kurang tidur.

Rasa sakit dan tidur, memiliki hubungan yang erat. Sayang sampai kini kita masih belum benar-benar memahami mekanisme yang menghubungkan. Yang pasti, pada pasien-pasien dengan insomnia dan nyeri kronis, pengobatan harus diarahkan pada kedua keluhan secara bersamaan. Membantu atasi insomnia dengan Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia (CBT-i) dan pengobatan pada rasa sakitnya.

Gangguan Tidur Berakibat Buruk Bagi Penderita Jantung

Sebuah presentasi pada acara tahunan the Council on Cardiovascular Nursing and Allied Professions (CCNAP) dari the European Society of Cardiology (ESC) di Norwegia, menungkapkan bahwa pasien-pasien payah jantung dengan masalah tidur membutuhkan perawatan di rumah sakit hingga dua kali lipat dibanding dengan pasien yang baik tidurnya.

Penelitian yang melibatkan 500 orang penderita payah jantung (heart failure) ini dilakukan di Swedia. Pasien yang dirawat di rumah sakit karena payah jantung dicatat kemudian diberi pertanyaan-pertanyaan tentang kualitas tidurnya. Setahun kemudian, para pasien ini dicatat berapa kali dan berapa lama ia dirawat di rumah sakit.

Para ahli menemukan ada 215 (43%) pasien yang memiliki masalah tidur, setelah pulang dari rumah sakit pertama kali. Sepertiganya terus memiliki masalah tidur selama 12 bulan rentang penelitian.

Setelah diikuti selama setahun, didapati bahwa pasien-pasien yang sepanjang tahun alami gangguan tidur memiliki risiko dua kali lipat untuk kembali dirawat di rumah sakit akibat penyakit jantung dibanding pasien tanpa masalah tidur.

Dari 284 pasien tanpa masalah tidur, 14%-nya mengalami masalah tidur selama rentang 12 bulan penelitian. Ada kecenderungan bahwa pasien-pasien ini akan alami perawatan kembali di rumah sakit akibat penyakit jantung dibanding pasien tanpa gangguan tidur. Walau temuan ini diakui para peneliti tidak signifikan, risikonya tidak bisa diabaikan begitu saja.

Setiap kejadian atau gangguan tidur menjadi penting. Mulai dari jadwal tidur, kesulitan tidur, kantuk berlebihan hingga dengkuran harus diperhatikan. Tak semua gangguan tidur itu insomnia, dan tak semua gangguan tidur dapat diatasi dengan obat tidur. Kita juga mengenal adanya hipersomnia atau kantuk yang berlebihan walau cukup tidur. Ketika seseorang terus mengantuk dan tidur lebih banyak, kita harus waspada, apalagi jika ia mendengkur. Dengkuran pasien justru sangat berbahaya bagi kesehatan jantung. Pasien yang mendengkur perlu pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium tidur untuk memastikan adanya henti nafas saat tidur atau ngorok biasa.

Baik insomnia maupun hipersomnia, Sementara ini, para ahli sepakat bahwa kesehatan jantung diperburuk oleh gangguan tidur lewat mekanisme peningkatan sel-sel inflamasi dan respon stres. Pahami bahwa gangguan tidur juga sebabkan stres bagi tubuh penderitanya.

Bagi pendengkur, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah jadi berlipat ganda akibat henti nafas yang dialami. Disamping peningkatan aktivitas inflamasi, turun naik oksigen serta kerja jantung yg meningkat saat tidur juga berperan.

Melihat hasil survey ini, para peneliti menekankan bahwa kesehatan tidur harus diperhatikan pada pasien-pasien penyakit jantung. Pasien harus ditanyakan, bahkan diperiksakan tentang kesehatan tidurnya. Penderita penyakit jantung serta keluarga juga sebaiknya mengutarakan pada dokter tentang kebiasaan atau masalah tidurnya.

Pria Dengan Gangguan Tidur Lebih Berisiko Derita Kanker Prostat

ImageSebuah penelitian dari Islandia yang diterbitkan oleh the Journal Cancer Epidemiology, Biomarkers and Prevention mengatakan bahwa pria yang mengalami gangguan tidur memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita kanker prostat. Bukan itu saja, mereka bahkan terkena kanker yang lebih ganas.

Melatonin

Walau hubungan antara gangguan tidur dan kanker prostat tampak jelas, tetapi para peneliti mengingatkan bahwa belum tentu insomnia yang menyebabkan kanker prostat.

Para ahli berpendapat, hubungan keduanya terletak pada melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan tubuh saat tidur dan sangat dipengaruhi oleh cahaya. Ia hanya dikeluarkan saat gelap. Keberadaan melatonin didapati bisa menekan berbagai proses selular dalam pertumbuhan sel kanker. Bisa dikatakan melatonin mempunyai efek anti kanker. Sayangnya ekspos cahaya yang tak beraturan serta proses tidur yang terganggu akan menurunkan produksi melatonin.

Kilas Balik

Para ahli dari Harvard Medical School di tahun 2001, melakukan penelitian pada para perawat. Survei yang dikenal dengan sebutan the Nurse’s Health Study tersebut mendapati bahwa wanita dengan kerja gilir bergantian memiliki risiko lebih besar untuk menderita kanker payudara. Bandingkan dengan wanita buta yang paparan cahayanya terbatas hingga tidur teratur dan memiliki kadar melatonin yang baik, memiliki risiko kanker payudara 50% lebih rendah.

Di tahun 2007, The International Agency for Recerarch On Cancer menyatakan bahwa gangguan pada siklus gelap-terang dan tidur merupakan salah satu karsinogen (zat penyebab kanker).

Yang terbaru, jurnal kedokteran tidur SLEEP edisi Mei 2013 menyebutkan bahwa pendengkur yang tidur lebih dari 9 jam seharinya memiliki risiko 1,4-2 kali lipat untuk menderita kanker usus. Ngorok dan sleep apnea berperan pada berkembangnya sel kanker lewat proses tidur yang terpotong-potong hingga mengganggu kadar melatonin serta efek henti nafas yang menyebabkan penurunan kadar oksigen secara berkala.

Penelitian

Para peneliti dari the Centre of Public Health Sciences, University of Iceland, mengamati pola tidur 2.102 pria. Mereka yang mengalami gangguan tidur seperti sulit tidur, sulit mempertahankan tidur atau sulit tidur kembali dikumpulkan dan dicatat. Sementara sebagian dari mereka, 755 orang, yang tidak mengalami gangguan tidur dijadikan kelompok normal sebagai pembanding nantinya.

Setelah diamati selama 5 tahun, sejumlah 135 pria dengan gangguan tidur didapati menderita kanker prostat, dan 26 orang diantaranya termasuk kanker yang ganas.

Pria dengan gangguan tidur punya risiko dua kali lipat untuk menderita kanker prostat!

Kanker Prostat

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), mengatakan bahwa 15 dari 100 orang berusia di atas 60 tahun akan menderita kanker prostat dalam waktu 30 tahun. Artinya CDC beranggapan bahwa usia merupakan faktor utama berkembangnya kanker prostat. Tetapi para ahli juga beragumen bahwa dengan bertambahnya usia tidur seseorang akan semakin pendek dan terganggu.

Sampai saat ini, bukti-bukti bahwa proses tidur berperan dalam berkembangnya kanker terus bertambah. Walau masih banyak perdebatan tentagn proses dan jalan berkembangnya penyakit, tetapi semua setuju bahwa tidur yang sehat mutlak diperlukan sebagai tindakan pencegahan tumbuhnya sel kanker.

Insomnia, Terjaga Tengah Malam Disebabkan Gangguan Nafas

Sebuah penelitian baru yang dilakukan oleh sebuah tim di Albuquerque, New Mexico memberikan prespektif baru tentang insomnia kronis. Penelitian yang sederhana dan masih dalam skala kecil ini mencoba untuk melihat secara obyektif kenapa penderita insomnia kronis sering terjaga di malam hari.

Para peneliti mengumpulkan 20 orang penderita insomnia kronis untuk direkam tidurnya menggunakan polisomnografi (PSG) di laboratorium tidur. Hasilnya ternyata mengejutkan banyak ahli, 90% penyebab pasien terjaga adalah gangguan nafas saat tidur, sleep apnea! Padahal secara subyektif, para peserta penelitian menyatakan penyebab mereka terjaga adalah 50% tak tahu penyebabnya terjaga, 45% karena mimpi buruk, 35% karena dorongan untuk kencing, 20% karena gangguan lingkungan tidur dan 15% akibat rasa sakit.

Tak satu pun peserta menduga dirinya terjaga akibat gangguan nafas. Bahkan 11 dari 20 peserta penelitian dinyatakan positif menderita sleep apnea. Padahal, sebelum penelitian para peserta sudah disaring. Jika menunjukkan gejala sleep apnea, seperti mendengkur atau kantuk berlebihan, peserta akan dicoret dari keikutsertaannya. Tak satu pun peserta yang mendengkur.

Keluhan penderita insomnia bisa dikatakan berlawanan dengan penderita sleep apnea. Jika penderita sleep apnea mendengkur dan terus mengantuk, penderita insomnia justru mengeluhkan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Penderita insomnia dengan kesulitan mempertahankan tidur, mudah terbangun di tengah malam dan biasanya sulit untuk tidur kembali.

Sleep apnea merupakan gangguan nafas saat tidur yang menyebabkan penderitanya terbangun (arousal) akibat sesak. Penderita terbangun tanpa terjaga, hingga ia tak ingat terbangun berulang kali sepanjang malam. Akibat proses tidur yang terpotong-potong, penderita sleep apnea bangun tak segar dan terus mengantuk sepanjang hari.

Para ahli menghipotesakan, keterjagaan di tengah malam berhubungan dengan kondisi hyperarousal pada penderita insomnia. Hyperarousal, untuk mudahnya diartikan sebagai kondisi terlalu tegang untuk tidur, akibatnya penderita mudah sekali terjaga. Diduga, episode bangun singkat yang disebabkan sleep apnea memicu penderita insomnia terjaga.

Selama ini, perawatan insomnia diarahkan pada hyperarousal. Hingga dengan sendirinya tak mudah terjaga, juga jika sampai terjaga penderita mudah kembali tidur. Namun hingga kini penyebab keterjagaannya sendiri tak pernah jadi perhatian.

Penelitian ini telah memberikan kemungkinan baru dalam perawatan insomnia kronis. Jika selama ini perawatan insomnia kronis adalah dengan CBTi, cognitive behavior therapy for insomnia dan medikasi obat-obatan, mungkin dimasa depan ditambahkan juga dengan pemeriksaan dan perawatan sleep apnea.

dr. Andreas Prasadja, RPSGT

Untuk Berita Satu

image

image

image

image

image

image

Tidur Lewat Tengah Malam Tak Selalu Insomnia

Bramirus Mikail | Asep Candra | Jumat, 30 Maret 2012 | 10:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 tetapi mata masih saja sulit untuk dipejamkan. Situasi seperti ini cukup sering terjadi, khususnya pada orang dewasa muda. Sehingga timbul pertanyaan, apakah saya mengalami insomnia?

Jawabannya tidak. Menurut praktisi kesehatan tidur dari Rumah Sakit Mitra Kemayoran, dr. Andreas Prasadja, RPSGT, banyak orang yang telah menyalahartikan kesulitan tidur pada malam hari sebagai insomnia. Padahal, hal ini adalah sebuah kondisi yang normal dan memang sesuai dengan jam biologis seseorang.

“Baru bisa tidur jam satu pagi pada orang dewasa muda (di bawah 30 tahun), itu normal,” katanya saat ditemui dalam acara Obrolan Langsat, di Rumah Langsat, Kamis, (29/3/2012).

Menurut Andreas, setiap orang memiliki jam biologis yang berbeda-beda. Makin tua usia seseeorang, maka kebutuhan tidur cenderung berkurang. Pada anak-anak, kebutuhan tidur bisa sampai 12 jam, orang dewasa muda sekitar 8,5-9 jam. sedangkan orang dewasa tua maksimal hanya 8 jam.

“Untuk orang diatas 30 tahun, jam 10 malam biasanya sudah ngantuk, karena itu jam biologis mereka,” katanya.

Tetapi untuk mereka yang berusia di awal 20-an, umumnya akan sulit untuk bisa tidur jam 10 malam. Karena pada usia remaja sampai dewasa muda, mempunyai jam biologis yang sangat khas. Remaja dan dewasa muda ketika jam 10 malam, otak justru lagi segar-segarnya dan penuh kreativitas. Inilah waktu yang tepat sebenarnya untuk mereka bekarya dan belajar.

“Karena normalnya, mereka baru mengantuk setelah lewat tengah malam,” paparnya.

Hanya sayangnya, pada usia ini mereka harus mengikuti jadwal orang dewasa kebanyakan, di mana aktivitas harus sudah dimulai jam 8 pagi sedangkan kalau yang sekolah harus masuk jam setengah 7 pagi. Jadi, tidak heran jika kelompok usia ini adalah kelompok yang kurang waktu tidur.

Kompas Health

Cek Insomnia Saat Anda Terjaga!

Waktu menunjukkan pukul 00.05. Anda terbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, berusaha untuk terlelap. Trik-trik meditasi yang pernah Anda baca di buku yoga, seperti melemaskan otot dan mengosongkan pikiran, tidak ada yang berhasil membuat Anda tertidur. Tapi jangan khawatir jika Anda seprti burung hantu, selalu terjaga ketika yang lain sedang tenggelam dalam mimpi. Anda tidak sendirian, kok.

Menurut dr. Andreas Prasadja, sleep scientist, waktu produktif orang dewasa muda memang justru di malam hari. Banyak yang menyalahartikan kesulitan tidur di malam hari sebagai insomnia. Padahal, indikasi insomnia atau gangguan tidur  justru terlihat saat seseorang terjaga. Jika seseorang tidak nyaman saat bangun tidur, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, atau mengantuk berlebihan, berarti dia mengalami insomnia. Kalau seseorang terjaga sepanjang malam, tapi bisa tidur nyenyak di waktu lain, dia tidak menderita insomnia.

Perbedaan waktu tidur dikarenakan jam biologis manusia yang berbeda-beda. Makin bertambahnya usia, kebutuhan jam tidur akan  makin menurun. Usia 30 tahun ke atas butuh maksimal 8 jam tidur. Sedangkan orang dewasa muda membutuhkan waktu tidur 8-9,5 jam, dan waktu produktif mereka adalah malam hari.

Sayangnya, hal ini terbentur ritme kehidupan yang mengharuskan kebanyakan orang untuk mulai beraktivitas di pagi hari sampai malam. Yang bekerja di pusat Kota Jakarta dan tinggal di luar kota, terpaksa mengorbankan waktu tidur karena harus berangkat subuh dari rumah dan pulang ke rumah larut malam. Akibatnya, banyak orang usia produktif yang mengalami kekurangan tidur atau sleep deprivation. Masalahnya, tidak ada satu pun obat yang dapat menggantikan manfaat tidur!

Penting juga untuk diingat, bahwa ekurangan tidur berdampak pada tiga hal:

  1. Memperlemah kinerja otak dan menurunkan kemampuan kognitif. Banyak orang yang ingin meningkatkan produktivitas dengan mengurangi jam tidur (lembur). Padahal, tindakan ini justru kontraproduktif. Dalam kondisi kurang tidur, orang akan cenderung susah konsentrasi dan tidak teliti.
  2. Tidur yang cukup terbukti mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
  3. Memperbesar risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sudah terbukti kan, banyak sekali kecelakaan lalu lintas yang terjadi akibat kelalaian pengemudi yang ngantuk.

Primarita S Smita

link: http://www.femina.co.id/issue/issue_detail.asp?id=812&cid=2&views=9