Rawat Ngorok Jika Tak Mau Serangan Jantung Berulang

Mereka yang telah menjalani terapi angioplasti koroner untuk membuka penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah disarankan untuk menjalani perawatan mendengkur.

Demikian menurut sekelompok peneliti dari Rumah Sakit Pusat Kobe, Jepang. Ditemukan bahwa jika mendengkur dan gangguan nafas saat tidur diabaikan, pasien yang telah mengalami sumbatan arteri koroner beresiko mengalami serangan jantung atau stroke sampai dua kali lipat.

Mengapa? Mendengkur merupakan tanda terjadinya penyempitan saluran nafas saat tidur. Akibatnya saluran nafas tersumbat dan secara berkala mengakibatkan penurunan kadar oksigen.

Sleep apnea atau henti nafas saat tidur terjadi ketika seseorang pendengkur tidur. Di antara dengkuran suara berisik terhenti, dan nafas tampak berat. Saat ini saluran nafas tersumbat, dan penderita seolah tercekik dalam tidur.

Dalam kondisi tersebut oksigen turun drastis. Karena sesak, penderita akan tersedak untuk mengambil nafas tiba-tiba. Jika dilihat gelombang otak tidurnya, pendengkur terbangun singkat tanpa terjaga.

Bayangkan jika ini terjadi berulang kali sepanjang malam. Akibatnya oksigen turun naik, dan pendengkur terpotong-potong proses tidurnya. Pendengkur akan merasa tak segar dan terus mengantuk sepanjang hari walaupun durasi tidurnya cukup. Inilah yang disebut dengan hipersomnia, kantuk berlebihan.

Proses terbangun-bangun dan turun naiknya oksigen akan memicu respon inflamasi yang bersifat merusak bagi kesehatan jantung.

Henti nafas pada sleep apnea bisa berlangsung bervariasi sepanjang malam. Sepuluh detik hingga puluhan detik. Bayangkan betapa merusaknya kondisi henti nafas saat tidur ini.

Penelitian yang diterbitkan pada the Journal of the American Heart Association Juni 2016, melihat data dari 241 pasien yang telah jalani prosedur pembukaan sumbatan arteri jantung. Kesemuanya kemudian menjalan pemeriksaan tidur yang merekam aliran udara dan fungsi-fungsi nafas saat tidur. Didapati 52,3 persen pasien ternyata juga menderita sleep apnea.

Pasien-pasien tersebut diikuti selama 5 tahun. Sejumlah 21,4 persen dari yang mendengkur ternyata alami serangan pada pembuluh darahjantung atau otak, dibandingkan dengan 7,8 persen pada non pendengkur. Sementara, resiko kematian didapati meningkat hingga tiga kali lipat pada pendengkur.

Para ahli tersebut menutup publikasinya dengan seruan agar para dokter mulai mengevaluasi kebiasaan tidur pasien-pasien dengan masalah jantung dan stroke. Tak sulit, cukup tanyakan kebiasaan mendengkurnya saja. Biasanya pasangan pasienlah yang langsung mengamini.

Behaviorally induced Insufficient Sleep Syndrome

Usia remaja dan dewasa muda memiliki jam biologis yang unik. Hingga usia akhir 20an, kita memiliki kecenderungan untuk tidur larut dan bangun lebih siang. Ditambah dengan adanya berbagai tuntutan akademis dan sosial, waktu tidur jadi dikurangi untuk menjawab berbagai tantangan. Akibatnya banyak diantara remaja alami kantuk berlebihan di siang hari karena beban hutang tidur.

Belakangan kantuk berlebihan sudah menjadi semacam epidemi yang dialami banyak orang. Bahkan menjangkiti banyak remaja dan dewasa muda di Indonesia. Dapat kita lihat bagaimana konsumsi minuman penambah energi dan kafein sangat populer di kalangan muda. Dalam praktek sehari-hari, saya juga menemukan remaja-dewasa muda datang ke klinik dengan keluhan kantuk berlebihan.

Namun, setelah menjalani berbagai pemeriksaan, para pasien yang menduga dirinya menderita sleep apnea (mendengkur) atau narkolepsi ternyata didiagnosis dengan Behaviorally induced Insufficient Sleep Syndrome (BISS). Apa ini?

BISS

Sederhana saja, BISS adalah sebuah gangguan tidur yang disebabkan oleh pengurangan tidur hingga mengakibatkan kantuk berlebihan di siang hari. Biasanya BISS dialami akibat tuntutan prestasi. Penderita BISS, secara sadar mengurangi waktu tidurnya untuk belajar atau bekerja. Untuk waktu singkat, pengurangan tidur tak memiliki akibat yang nyata. Tetapi jika dilakukan terus-menerus untuk waktu yang lama, kantuk jadi semakin sulit dikendalikan.

Pada otak, BISS berakibat langsung pada penurunan kemampuan otak dan kondisi emosi. Sekelompok peneliti di Korea Selatan menemukan bahwa remaja penderita BISS akan memiliki prestasi akademis yang lebih rendah dibanding rekan-rekannya yang tidur normal. Penelitian yang terbit pada Journal of Clinical Sleep Medicine ini juga menyebutkan bahwa beban hutang tidur, yang dilihat dari tidur berlebihan di akhir pekan, merupakan tanda dari menurunnya prestasi akademis.

Walau bisa diderita orang dewasa, pada umumnya kelompok usia remaja dan dewasa muda lebih rentan terkena. Ini disebabkan oleh berbedanya irama biologis remaja dan jadwal sosialnya. Remaja cenderung tidur larut, sementara aktivitas sudah dimulai pagi hari.

Bagaimana Menghidarinya?

Pertama, mulai prioritaskan tidur! Sadari bahwa kondisi kurang tidur malah menurunkan kemampuan konsentrasi dan daya ingat. Kamu tak akan bisa berprestasi dengan fokus dan daya ingat yang buruk. Ketahui bahwa dalam tidur juga terjadi proses konsolidasi memori. Semua bahan hapalanmu seolah ditata rapi dalam ingatan saat tidur.

Selanjutnya, batasi kehidupan sosial yang berkaitan dengan gadget. Satu komentar di sosial media akan berlanjut pada komentar balasan. Sebelum kamu sadari, akhirnya detik sudah menjadi menit dan kamu sudah mengobrol di sosial media berjam-jam dengan mengorbankan waktu tidur. Hati-hati, jika kamu mulai sleeptexting artinya beban hutang tidurmu sudah sangat parah.

Atur jadwal dengan baik. Sejak sore hari selesaikan semua pekerjaan hingga malam hari tak ada pekerjaan yang tersisa. Atau jika kamu merasa lebih enak belajar di malam hari, atur kehidupan sosial dilakukan di sore hari.

Jangan belajar sistem kebut semalam. Cicil semua pelajaran jauh hari. Menghadapi ujian dalam kondisi kurang tidur sangat tak efektif. Kamu emosional, tak bisa fokus dan sulit memahami pertanyaan yang diberikan.

Hindari kafein dan minuman penambah energi di sore hari. Ketahui bahwa kafein bekerja sekitar 12 jam. Atur konsumsinya di pagi hari saja.

Berprestasi memang membutuhkan kerja keras. Tapi lebih penting lagi bekerja keras dengan cerdas. Sampai saat ini, belum ada satu zat pun yang dapat menggantikan efek restoratif tidur. Maka, langkah cerdas untuk meningkatkan performa adalah dengan memperhatikan kesehatan tidur!

Gangguan Tidur Berakibat Buruk Bagi Penderita Jantung

Sebuah presentasi pada acara tahunan the Council on Cardiovascular Nursing and Allied Professions (CCNAP) dari the European Society of Cardiology (ESC) di Norwegia, menungkapkan bahwa pasien-pasien payah jantung dengan masalah tidur membutuhkan perawatan di rumah sakit hingga dua kali lipat dibanding dengan pasien yang baik tidurnya.

Penelitian yang melibatkan 500 orang penderita payah jantung (heart failure) ini dilakukan di Swedia. Pasien yang dirawat di rumah sakit karena payah jantung dicatat kemudian diberi pertanyaan-pertanyaan tentang kualitas tidurnya. Setahun kemudian, para pasien ini dicatat berapa kali dan berapa lama ia dirawat di rumah sakit.

Para ahli menemukan ada 215 (43%) pasien yang memiliki masalah tidur, setelah pulang dari rumah sakit pertama kali. Sepertiganya terus memiliki masalah tidur selama 12 bulan rentang penelitian.

Setelah diikuti selama setahun, didapati bahwa pasien-pasien yang sepanjang tahun alami gangguan tidur memiliki risiko dua kali lipat untuk kembali dirawat di rumah sakit akibat penyakit jantung dibanding pasien tanpa masalah tidur.

Dari 284 pasien tanpa masalah tidur, 14%-nya mengalami masalah tidur selama rentang 12 bulan penelitian. Ada kecenderungan bahwa pasien-pasien ini akan alami perawatan kembali di rumah sakit akibat penyakit jantung dibanding pasien tanpa gangguan tidur. Walau temuan ini diakui para peneliti tidak signifikan, risikonya tidak bisa diabaikan begitu saja.

Setiap kejadian atau gangguan tidur menjadi penting. Mulai dari jadwal tidur, kesulitan tidur, kantuk berlebihan hingga dengkuran harus diperhatikan. Tak semua gangguan tidur itu insomnia, dan tak semua gangguan tidur dapat diatasi dengan obat tidur. Kita juga mengenal adanya hipersomnia atau kantuk yang berlebihan walau cukup tidur. Ketika seseorang terus mengantuk dan tidur lebih banyak, kita harus waspada, apalagi jika ia mendengkur. Dengkuran pasien justru sangat berbahaya bagi kesehatan jantung. Pasien yang mendengkur perlu pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium tidur untuk memastikan adanya henti nafas saat tidur atau ngorok biasa.

Baik insomnia maupun hipersomnia, Sementara ini, para ahli sepakat bahwa kesehatan jantung diperburuk oleh gangguan tidur lewat mekanisme peningkatan sel-sel inflamasi dan respon stres. Pahami bahwa gangguan tidur juga sebabkan stres bagi tubuh penderitanya.

Bagi pendengkur, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah jadi berlipat ganda akibat henti nafas yang dialami. Disamping peningkatan aktivitas inflamasi, turun naik oksigen serta kerja jantung yg meningkat saat tidur juga berperan.

Melihat hasil survey ini, para peneliti menekankan bahwa kesehatan tidur harus diperhatikan pada pasien-pasien penyakit jantung. Pasien harus ditanyakan, bahkan diperiksakan tentang kesehatan tidurnya. Penderita penyakit jantung serta keluarga juga sebaiknya mengutarakan pada dokter tentang kebiasaan atau masalah tidurnya.

Serangan Tidur Bernama Narkolepsi

Jika sekali waktu Anda mengalami insomnia lalu keesokan harinya merasa sangat lemah, dan mengantuk, tentu ini sangat wajar. Setelah kekurangan tidur, tentu saja kita mengantuk di esok harinya. Tetapi bagaimana jika ada orang yang sudah tidur cukup, bahkan lebih, tetapi sepanjang hari masih saja mudah mengantuk? Kondisi kantuk berlebihan walau sudah tidur cukup ini bernama hipersomnia. Sebuah gejala penyakit tidur seperti insomnia. Hanya saja jika insomnia sulit tidur, hipersomnia mengantuk terus.

Hipersomnia

Sebutlah seorang pemuda bernama Hari, berusia akhir dua puluhan. Usia yang sangat produktif. Tapi di sela aktivitas sehari-harinya, ia sering mengalami kantuk yang tidak tertahankan. Di tengah pekerjaan, beberapa kali ia harus meletakkan kepala sejenak untuk tidur sebentar. Terutama pada jam-jam tertentu seperti setelah makan siang. Sepulang bekerja ketika ‘hang out’ bersama teman-teman pun ia terkadang harus duduk sebentar di cafe, memesan kopi lalu tidur bertopang tangan selama beberapa menit. Ketika bangun, ia merasa bugar dan bisa beraktivitas kembali.

Teman-teman dekat, apalagi keluarga sudah maklum dengan kondisi ini. Hari telah mengalaminya sejak masih duduk di bangku SMU. Tak heran jika orang tuanya tak lagi mengijinkannya untuk berkendara sendirian. Ya, beberapa kali ia alami kecelakaan karena ‘meleng’.

Setelah berkeliling dokter dan orang ‘pintar’, berbagai diagnosa diberikan. Mulai dari saraf lemah, kadar gula yang tidak stabil, kurang darah hingga depresi atau gangguan jiwa. Berbagai pengobatan dijalani, Hari sempat merasa lebih baik, tapi di hati kecilnya ia terus bertanya-tanya tentang apa yang dialaminya.

Narkolepsi

Kantuk yang berlebihan banyak dialami orang di Indonesia dengan derajat yang bervariasi. Dari yang hanya menguap, kekurangan konsentrasi hingga seperti Hari yang tak kuat menahan kantuknya lagi.

Tetapi hipersomnia barulah gejala, ada beberapa penyakit tidur dengan gejala kantuk berlebihan ini. Yang paling umum adalah sleep apnea dengan gejala mendengkur, sementara lainnya adalah periodic limb movements in sleep dengan gejala kaki yang bergerak periodik dalam tidur.

Dulu, semua orang dengan hipersomnia disebut narkolepsi. Ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan tentang penyakit tidur. Narkolepsi adalah penyakit tidur ‘ngantukan’ yang pertama ditemukan. Sebelumnya dunia medis sama sekali tak mengenal kantuk berlebihan. Baru belakangan ditemukan penyakit-penyakit tidur lain yang ternyata berbeda dengan narkolepsi. Akhirnya muncullah istilah hipersomnia untuk membedakan narkolepsi dengan penyakit tidur lainnya.

Narkolepsi adalah penyakit tidur yang menyerang sistem pengaturan tidur R. Tidur R adalah tahapan tidur dimana kita kebanyakan bermimpi. Akibat gangguan ini terjadi kekacauan anatara kondisi terjaga dan mimpi. Bisa dikatakan seorang penderita narkolepsi tak benar-benar lelap saat tidur dan tak benar-benar terjaga saat bangun.

Narkolepsi termasuk penyakit tidur yang jarang ditemukan. Hal ini diperburuk dengan tenaga medis yang tak terbiasa dengan penyakit-penyakit tidur. Bahkan Amerika dengan jumlah penderita narkolepsi satu dari 3000 penduduk, hanya sekitar 25% penderita yang terdiagnosis. Itu pun butuh rentang waktu 3 hingga 15 tahun dari pertama kali gejala muncul hingga terdiagnosis.

Gejala khas narkolepsi ada empat, yaitu hipersomnia, lumpuh tidur, halusinasi hipnagogic dan katapleksi. Hipersomnia adalah kantuk yang berlebihan. Berbeda dengan hipersomnia penyakit tidur lain, hipersomnia pada narkolepsi adalah yang paling berat.

Lumpuh tidur dan halusinasi hipnagogic dikenal dengan sebutan ketindihan atau ereup-ereup di Indonesia. Ini terjadi karena menjelang bangun atau saat akan tidur, gelombang otak mimpi bercampur dengan kondisi terjaga. Bisa dikatakan berada setengah sadar dan setengah mimpi. Akibatnya muncul halusinasi hadirnya sosok lain di sekitar. Bisa berupa hantu, arwah, bayangan atau bahkan alien, tergangtung latar belakang kebudayaan seseorang. Kelumpuhan tidur adalah ciri khas dari tidur R dimana sebagai pengaman agar badan tak bergerak-gerak mengikuti isi mimpi, otot-otot dilumpuhkan.

Jika Anda alami ini, bukan berarti otomatis menderita narkolepsi lho. Bercampurnya gelombang otak terjaga dan R bisa terjadi juga saat kita kelelahan akibat kurang tidur yang ekstrim.

Katapleksi adalah kelumpuhan yang dipicu oleh emosi yang kuat, bisa emosi sedih, marah atau gembira. Kelumpuhan ini bersifat sementara, tapi sangat mengganggu, bahkan membahayakan. Bayangkan jika terjadi saat memasak atau berkendara. Contoh saja Hari, ketika ia bercanda hingga terpingkal-pingkal katapleksi menyerang. Seolah merambat, tiba-tiba ia merasa otot-otot wajah tak bisa dikendalikan. Rahangnya jatuh, mulutnya membuka dan piring di tangan terjatuh. Untung teman-temannya sempat menopang sebelum terjatuh. Saat lain, ketika menonton film komedi ia tertawa-tertawa hingga seluruh tubuh mendadak lemas. Serangan katapleksi berlangsung beberapa menit saja. Walau tampak seolah pingsan, penderita masih sadar dengan sekitarnya.

Apa yang Salah?

Penderita narkolepsi memiliki kadar hipokretin yang rendah. Hipokretin itu neurotransmiter yang mendorong agar kita tetap terjaga.

Narkolepsi belum tentu menurun, walau kadang dapat ditemukan juga adanya keluarga yang memiliki gejala yang mirip. Ia bisa menyerang siapa saja.

Jika terdapat katapleksi, kemungkinan besar sel-sel yang bertugas menghasilkan hipokretin jumlahnya sangat kurang. Sampai saat ini para ahli masih meneliti penyebab berkurangnya sel-sel ini. Sementara diduga penyakit ini bersifat autoimun. Artinya sistem daya tahan tubuh salah mengenali sel-sel ini sebagai sel asing yang harus dihancurkan.

Mekanisme hipersomnia sangat berbeda dengan yang terjadi pada penderita sleep apnea atau periodic limb movements in sleep (PLMS). Narkolepsi, yang terserang adalah sistem Pengaturan tidur R, sedang sleep apnea dan PLMS proses tidur normal terpotong-potong hingga tanpa sadar kualitas tidur jadi buruk.

Pemeriksaan dan Perwatan

Untuk diagnosis narkolepsi diperlukan pemeriksaan tidur khusus. Umumnya pemeriksaan tidur dilakukan malam hari saja, tetapi umtuk narkolepsi diperlukan tambahan pemeriksaan multiple sleep latency test (MSLT) yang dilakukan pagi hingga sore setelah pemeriksaan tidur satu malam.

Pemeriksaan tidur dilakukan di laboratorium tidur dengan menggunakan alat berupa polisomnografi (PSG). Polisomnografi sendiri sebenarnya merupakan pemeriksaan EEG (gelombang otak), nafas, oksigen dan jantung (EKG) yang dijadikan satu. Jadi pasien akan diminta untuk menginap dengan dilekatkan pada sensor-sensor. Tapi jangan bayangkan laboratorium tidur sebagai tempat menyeramkan yang penuh dengan peralatan elektronik. Sebaliknya, laboratorium tidur sangatlah nyaman.

Pemeriksaan tidur malam, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit-penyakit tidur lain. Paginya dilanjutkan dengan pemeriksaan MSLT, dimana pasien diminta kembali tidur berulang kali. Seluruhnya ada 5 tidur siang yang berjarak satu setengah sampai dua jam.

MSLT bertujuan untuk melihat seberapa mengantuknya seseorang dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk tidur, atau biasa disebut sleep onset. Misalkan ia diminta tidur jam 9:00 pagi, lalu tertidur jam 9:15 berarti sleep onset nya adalah 15 menit. Selain itu dilihat juga begitu tertidur masuk dalam tahap tidur apa. Dikatakan positif menderita narkolepsi bila seseorang rata-rata jatuh tidur lebih cepat dari 5 menit, atau terdapat dua tidur siang dimana begitu tertidur langsung masuk tahap tidur R.

Sedihnya, sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan narkolepsi. Yang ada adalah obat-obatan untuk meredakan gejala. Seperti obat untuk cegah katapleksi dan halusinasi hipnagogik, serta obat untu atasi kantuk.

Tetapi penekanan perawatan narkolepsi adalah bagaimana caranya agar penderita hidup normal dengan pengobatan minimal. Contoh saja Hari, ia mencoba menyesuaikan jadwal aktivitas, tidur dan medikasi. Di pagi hari ia minum obat penghilang kantuk dan obat pencegah katapleksi. Setelah makan siang, ia sempatkan tidur siang 20-30 menit untuk menopang produktivitasnya. Sebelum pulang, ia pun beristirahat sejenak di meja kerjanya. Ketika sangat mengantuk, ia memilih menggunakan taksi dibanding berkendara pulang.

Narkolepsi, diderita oleh jutaan orang di dunia. Apakah Anda penderita narkolepsi? Jangan takut, Anda tidak sendirian. Penderita narkolepsi tak ada bedanya dengan orang biasa, bisa gagal, bisa patah semangat namun bisa juga berprestasi.

Sleep Apnea Perburuk Kondisi Pasca Serangan Jantung

Gangguan nafas saat tidur, terutama henti nafas tipe sentral, ternyata dapat dijadikan ukuran untuk memprediksi kemungkinan seorang penderita gagal jantung kembali dirawat di rumah sakit atau bahkan mengalami kematian.

Gangguan nafas tidur sangat sering ditemukan pada penderita serangan jantung. Lebih dari 70% pasien serangan jantung yang dirawat di rumah sakit juga mengalami sleep apnea. Jumlah yang besar, sayangnya sampai saat ini pemeriksaan dan perawatan gangguan nafas tidur belum dijadikan penanganan rutin dalam perawatan jantung.

Gangguan Nafas Tidur

Gangguan nafas tidur, sleep disordered breathing, ada dalam banyak bentuk. Yang paling sering ditemui sehari-hari adalah obstructive sleep apnea (OSA) atau yang sehari-hari kita kenal sebagai mendengkur. Bentuk gangguan nafas tidur lainnya adalah central sleep apnea (CSA).

Jika OSA disebabkan oleh sumbatan pada saluran nafas akibat penyempitan saat tidur, hingga walau ada gerakan nafas, pertukaran udara tidak terjadi. Sementara CSA merupakan bentuk gangguan nafas tidur, dimana gerakan nafas hilang.

Penelitian

Penelitian dilakukan oleh sebuah tim dari Ohio State University dengan menganalisa data 1117 pasien serangan jantung yang dirawat di rumah sakit antara 2007-2010. Semuanya dengan fraksi semburan bilik kiri jantung (LVEF) kurang atau sama dengan 45%, dan belum pernah terdiagnosa dengan sleep apnea.

Pasien-pasien ini diperiksakan tidurnya pada malam kedua dirawat di rumah sakit akibat serangan jantung. Lalu pasien-pasien ini diamati kemungkinan serangan jantung kembali atau bahkan kemungkinan alami kematian.

Hasilnya pasien dengan CSA maupun OSA memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali alami serangan jantung setelah tiga atau enam bulan. Bahkan, angka kematian akibat serangan jantung meningkat 2/3 setelah diikuti selama tiga tahun.

Melihat pentingnya gangguan nafas saat tidur terhadap kondisi pasien gangguan jantung, para peneliti menyerukan agar pemriksaan dan perawatan sleep apnea menjadi bagian dalam tata laksana pasien serangan jantung.

Kesuburan, Kehidupan Seksual dan Kesehatan Tidur

Tidur dan seks, dua aktivitas ranjang yang tampaknya tak saling berhubungan. Yang satu dilakukan setalah yang lainnya. Itu saja. Tapi ternyata hubungannya sangat erat. Kesehatan tidur ternyata sangat penting bagi kesehatan seksual.

Penelitian di Denmark yang diterbitkan pada the American Journal of Epidemiology menunjukkan bahwa pria yang tak sehat tidurnya memiliki jumlah sperma 29% lebih sedikit. Mereka juga memiliki morfologi spermatozoa yang tidak normal. Kesimpulannya, jumlahnya sedikit, dan kemungkinan besar memiliki bentuk yang tak biasa.

Penelitian ini mengambil data cairan sperma dan darah dari 953 pemuda Denmark yang mendaftarkan diri untuk masuk angkatan bersenjata.

Bukan saja berpengaruh pada kualitas kesuburan pria. Gangguan tidur jelas memengaruhi libido dan kemampuan seksual. Ketika terlalu lelah, dan kekurangan energi semua orang akan malas untuk melakukan berbagai aktivitas. Gangguan tidur sudah mencapai titik tidak sehat jika seseorang (pria atau wanita) lebih memilih tidur dibanding bermesraan.

Penelitian lainnya di Israel tunjukkan bahwa penderita penyakit tidur sleep apnea (mendengkur) hanya mengeluarkan testosterone dalam kadar yang rendah. Pendengkur yang selalu lelah juga mengalami gangguan ereksi akibat penurunan oksigen dan proses tidur yang terganggu.

Sementara penderita insomnia, dikatakan oleh para ahli mengalami gangguan emosi hingga mudah tertekan dan cemas. Kecemasan dan rasa tertekan secara emosional adalah awal dari gangguan fungsi seksual.

Tidur yang sehat adalah tidur yang cukup dan berkualitas baik. Ini semua diukur dari rasa segar saat bangun dan rasa bugar di siang hari. Sementara tidur yang tidak sehat bermanifestasi dalam penurunan energi, rasa lelah dan mengantuk di siang hari. Tidur yang tidak sehat disebabkan oleh durasi tidur yang pendek, insomnia, sleep apnea, restless legs syndrome, narcolepsy, circadian rhythm disorder, dan masih banyak lagi.

Gangguan atau penyakit tidur berakibat pada penurunan fungsi-fungsi manusia. Mulai dari kesehatan, kemampuan kognitif, stabilitas emosional hingga performa seksual.
Sayang, jika selama ini kita hanya mencari solusi dari luar dalam bentuk berbagai stimulan, obat atau herbal pentingkat vitalitas seksual tanpa melihat terlebih dahulu ke dalam diri. Bagaimana kesehatan tidur saya?

Insomnia, Terjaga Tengah Malam Disebabkan Gangguan Nafas

Sebuah penelitian baru yang dilakukan oleh sebuah tim di Albuquerque, New Mexico memberikan prespektif baru tentang insomnia kronis. Penelitian yang sederhana dan masih dalam skala kecil ini mencoba untuk melihat secara obyektif kenapa penderita insomnia kronis sering terjaga di malam hari.

Para peneliti mengumpulkan 20 orang penderita insomnia kronis untuk direkam tidurnya menggunakan polisomnografi (PSG) di laboratorium tidur. Hasilnya ternyata mengejutkan banyak ahli, 90% penyebab pasien terjaga adalah gangguan nafas saat tidur, sleep apnea! Padahal secara subyektif, para peserta penelitian menyatakan penyebab mereka terjaga adalah 50% tak tahu penyebabnya terjaga, 45% karena mimpi buruk, 35% karena dorongan untuk kencing, 20% karena gangguan lingkungan tidur dan 15% akibat rasa sakit.

Tak satu pun peserta menduga dirinya terjaga akibat gangguan nafas. Bahkan 11 dari 20 peserta penelitian dinyatakan positif menderita sleep apnea. Padahal, sebelum penelitian para peserta sudah disaring. Jika menunjukkan gejala sleep apnea, seperti mendengkur atau kantuk berlebihan, peserta akan dicoret dari keikutsertaannya. Tak satu pun peserta yang mendengkur.

Keluhan penderita insomnia bisa dikatakan berlawanan dengan penderita sleep apnea. Jika penderita sleep apnea mendengkur dan terus mengantuk, penderita insomnia justru mengeluhkan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Penderita insomnia dengan kesulitan mempertahankan tidur, mudah terbangun di tengah malam dan biasanya sulit untuk tidur kembali.

Sleep apnea merupakan gangguan nafas saat tidur yang menyebabkan penderitanya terbangun (arousal) akibat sesak. Penderita terbangun tanpa terjaga, hingga ia tak ingat terbangun berulang kali sepanjang malam. Akibat proses tidur yang terpotong-potong, penderita sleep apnea bangun tak segar dan terus mengantuk sepanjang hari.

Para ahli menghipotesakan, keterjagaan di tengah malam berhubungan dengan kondisi hyperarousal pada penderita insomnia. Hyperarousal, untuk mudahnya diartikan sebagai kondisi terlalu tegang untuk tidur, akibatnya penderita mudah sekali terjaga. Diduga, episode bangun singkat yang disebabkan sleep apnea memicu penderita insomnia terjaga.

Selama ini, perawatan insomnia diarahkan pada hyperarousal. Hingga dengan sendirinya tak mudah terjaga, juga jika sampai terjaga penderita mudah kembali tidur. Namun hingga kini penyebab keterjagaannya sendiri tak pernah jadi perhatian.

Penelitian ini telah memberikan kemungkinan baru dalam perawatan insomnia kronis. Jika selama ini perawatan insomnia kronis adalah dengan CBTi, cognitive behavior therapy for insomnia dan medikasi obat-obatan, mungkin dimasa depan ditambahkan juga dengan pemeriksaan dan perawatan sleep apnea.

dr. Andreas Prasadja, RPSGT

Mengantuk dan Rasa Sakit

Proses tidur manusia masa kini terus saja berubah, baik durasi maupun polanya. Kehidupan modern terus mendesak manusia untuk mengurangi tidur. Kita lihat penelitian di tahun 1960-an menunjukkan rata-rata warga AS tidur 8 jam sehari. Sementara di tahun 2005 dilaporkan telah turun hingga kurang dari 7 jam seharinya. Sebuah survei di tahun 2006 bahkan menyatakan bahwa 21% warga AS tidur kurang dari 6 jam per hari. Bagaimana dengan Indonesia? Meski tak ada data resmi, berdasarkan pengamatan pribadi sepertinya kurang lebih sama, terutama yang hidup di perkotaan.

Berkurangnya durasi tidur disebabkan oleh banyak hal. Mulai dari tanggung jawab pekerjaan, denyut kehidupan yang memang serba cepat, serta hiburan elektronik yang tersedia selama 24 jam. Belum lagi paparan cahaya terang terus menerus yang disadari atau tidak telah mengganggu jam biologis kita. Jam biologis manusia menentukan waktu biologis tubuh seperti lapar, buang air, kantuk dan juga segar bugar.

Sepertinya saat ini kita ada di masa peralihan evolusi manusia, dimana jam biologis kita perlahan bergeser menyesuaikan dengan aktivitas sosial. Secara sengaja, atas nama produktivitas, kita membatasi waktu tidur kita. Pengurangan waktu tidur ini bukannya tanpa konsekuensi. Penurunan kemampuan kognitf dan stabilitas emosi menjadi akibat utama yang bisa kita rasakan. Banyak kita lihat di sekeliling, pribadi-pribadi yang berjalan dengan tatapan kosong dan lelah seolah zombie. Kantuk sepanjang hari menekan produktivitas manusia. Pada kesehatan, aktivasi sistem simpatis dan resistensi insulin akibat pembatasan tidur juga turut berperan dalam berkembangnya epidemi obesitas. Belum lagi resiko menderita penyakit jantung-pembuluh darah yang meningkat hingga dua kali lipat akibat durasi tidur yang terbatas.

Kini hiperalgesia, sebuah kondisi dimana seseorang terlalu sensitif terhadap rasa sakit, juga didapati disebabkan oleh kondisi kurang tidur. Contohnya mudah saja, rasa pegal, ngilu atau sakit pada tubuh sering kita rasakan saat kurang tidur. Dalam bahasa sehari-hari kita kenal dengan istilah masuk angin.

Penelitian

Sekelompok peneliti dari Henry Ford Hospital mencoba melihat hubungan antara tidur dan rasa sakit. Mereka mengamati beberapa orang yang terbiasa dengan durasi tidur yang pendek dan dilihat sensitivitasnya terhadap rasa sakit. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal SLEEP edisi Desember 2012 ini lalu juga membandingkan pengurangan rasa sakit tersebut setelah tidur cukup, dengan setelah minum obat penghilang rasa sakit.

Para peneliti merekrut 18 orang muda yang mengantuk. Walau mereka mengaku bangun segar dan tidak mengantuk, namun pemeriksaan multiple sleep latency test (MSLT) menunjukkan secara obyektif seberapa mengantuknya mereka. MSLT dilakukan di laboratorium tidur di siang hari untuk melihat seberapa cepat seseorang tertidur atau mula tidur (sleep onset). Mula tidur normal adalah 10-20 menit sejak berbaring. Para peserta penelitian memiliki mula tidur <8 menit.

Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta menambah jam tidur selama 4 hari, sementara kelompok kedua tetap mempertahankan pola tidurnya selama 4 hari. Kelompok pertama rata-rata tidur 1,8 jam lebih lama dibanding durasi tidur biasanya. Kelompok pertama tentu jadi lebih segar, ini dilihat dari mula tidur yang jadi lebih lama 2,5 menit dibanding sebelumnya. Sementara kelompok kedua, pemeriksaan MSLT menunjukkan waktu mula tidur yang tetap sama.

Di hari ke empat sensitivitas terhadap rasa sakit diukur lewat waktu yang diperlukan hingga seseorang menarik tangannya dari sumber panas (finger withdrawl latency). Hasilnya kelompok yang tidur lebih lama dapat menahan sakit lebih lama 25% dibanding kelompok yang kurang tidur. Artinya orang yang mengantuk kurang dapat menahan sakit dibanding orang yang tidak mengantuk.

Kelompok peneliti yang sama, sebelumnya pernah membandingkan efek rasa sakit setelah minum obat penghilang rasa sakit kodein 60 mg dua kali sehari. Kelompok yang cukup tidur (tidak mengantuk) dapat menahan sakit lebih lama 14% dibanding kelompok yang kurang tidur (mengantuk). Seolah kodein jadi tak bermakna jika diberikan pada orang yang mengantuk.

Mendengkur dan Rasa Sakit

Tim peneliti berkesimpulan bahwa toleransi terhadap rasa sakit dapat diperbaiki dengan mengurangi kantuk. Dalam konteks ini adalah dengan menambah jam tidur. Namun melihat data penderita sleep apnea, ternyata menunjukkan hasil yang sama juga.

Orang yang mendengkur dengan henti nafas (sleep apnea), mempunyai kualitas tidur yang buruk. Akibatnya walau durasi tidur cukup, mereka tetap mengantuk. Kondisi ini disebut sebagai hipersomnia atau kantuk yang berlebihan. Menambah jam tidur pada orang yang ngorok tidak akan mengurangi kantuknya. Penelitian di tahun 2011, tunjukkan bahwa mengatasi mendengkur dapat meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit.

Atasi dengkur dengan CPAP akan mengurangi henti nafas penderita dari 50 kali perjam menjadi 2 kali perjamnya. Setelah satu malam gunakan CPAP, penderita sleep apnea merasa segar di saat bangun dan dapat menahan rasa sakit 28% lebih lama.

Penelitian pun dilanjutkan dengan tidak menggunakan CPAP. Jadi penderita kembali ngorok dalam tidur. Henti nafas pun kembali menjadi 32 kali setiap jamnya, penderita kembali mengantuk dan ketahanannya terhadap rasa sakit menurun 17%.

Kesimpulan

Kesimpulannya mudah saja, dalam kondisi mengantuk kita cenderung mudah merasakan sakit. Sementara dengan menghilangkan kantuk, dengan cara menambah jam tidur atau mengobati mendengkur pada penderita sleep apnea, dapat meningkatkan ketahanan seseorang terhadap rasa sakit.

Tetapi para ahli belum dapat memastikan mekanisme yang melatar belakangi. Sementara ini, dihipotesakan bahwa aktivitas sitokin berperan besar. Rasa sakit adalah tanda utama dari adanya inflamasi. Banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana proses gangguan tidur dan pengurangan tidur dapat mengaktifkan reaksi inflamasi yang dilihat dari meningkatnya kadar interleukin-6 dan tumor necrosis factor.

Terlepas dari mekanismenya, mengantuk jelas menurunkan ketahanan kita terhadap rasa sakit. Satu lagi manfaat kesehatan tidur kita dapatkan. Misalkan menjelang operasi, mungkin saja dokter alih-alih meresepkan obat penghilang rasa sakit, malah menyarankan menambah jam tidur sebagai persiapan operasi.

Wanita Mendengkur Alami Kerusakan Otak Lebih Parah

Mendengkur pada wanita ternyata lebih merusak otak dibandingkan pada pria. Ini diungkapkan pada penelitian yang dipublikasikan pada jurnal SLEEP edisi Desember 2012.

Sleep Apnea

Prof. William Dement, mengatakan: “Saya tak dapat menemukan satu pun gangguan kesehatan dalam dunia medis yang demikian umum diderita, sangat mengancam nyawa, mudah dikenali, dan amat mudah dirawat selain sleep apnea!”

Ngorok terlanjur dianggap wajar oleh masyarakat kita. Padahal akibatnya tak main-main. Mulai dari tekanan darah tinggi, obesitas, peningkatan gula darah, gangguan jantung, depresi, kematian dan kerusakan otak. Mungkin salah satu kegagalan evolusi manusia adalah saluran nafas yang melemas saat tidur. Akibat menyempitnya saluran nafas, aliran udara dari dan ke paru-paru jadi terganggu. Tak ada udara yang dapat lewat! Ketiadaan nafas (apnea) inilah yang menyebabkan banyak gangguan kesehatan.

Henti nafas saat tidur, sleep apnea, terjadi secara periodik sepanjang malam. Setiap kali nafas terganggu, terjadi penurunan kadar oksigen dan peningkatan tekanan dalam dada yang sebabkan kerja jantung berlipat ganda.

Setiap kali nafas tersumbat, setelah beberapa waktu penderita akan terbangun singkat seolah tersedak untuk menghirup nafas. Penderita tak akan ingat jika ia sesak dan terbangun-bangun ratusan kali sepanjang malam. Sebab episode bangun yang terjadi hanya berlangsung beberapa detik saja. Tetapi akibatnya pada kualitas hidup luar biasa. Tanpa tahu sebabnya, pendengkur selalu mengantuk. Kemampuan konsentrasi, analisa dan daya ingat menurun. Emosi pun turut naik turun dengan tajam.

Wanita Mendengkur

Penderita sleep apnea, diperkirakan sebanyak 5% dari populasi. Jenis kelamin apa pun, usia berapa pun, kurus atau gemuk bisa saja mendengkur dan menderita sleep apnea.

Banyak sudah penelitian di bidang mendengkur ini. Kebanyakan meneliti efeknya pada penyakit serius seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan stroke. Banyak juga penelitian yang melihat berbagai pengaruh ngorok pada kategori tertentu, misalkan pada kehamilan, anak-anak, pria dewasa, ataupun wanita.

Ya, wanita pun mendengkur! Wanita yang menderita sleep apnea memang tak sebanyak pria. Diperkirakan pendengkur wanita hanyalah separuh dari pria. Tetapi karakteristiknya berbeda. Misalkan derajat keparahan yang dilihat dari indeks henti nafas, pria cenderung lebih parah dibanding wanita. Akibat pada kesehatan jantung dan pembuluh darah pun tampaknya lebih parah pada pria. Namun, efek psikologis sleep apnea lebih nyata pada wanita, yaitu depresi dan kecemasan.

Ngorok Merusak Otak

Sekelompok peneliti di UCLA mempublikasikan penelitian mereka pada jurnal SLEEP 2008 yang menunjukkan adanya kerusakan bagian-bagian tertentu otak pada penderita sleep apnea. Dengan menggunakan alat pencitraan otak, para peneliti menemukan bahwa pendengkur dengan sleep apnea mengalami kerusakan massa putih di beberapa bagian otak yang mengatur ingatan dan mood. Massa putih adalah serabut otak yang diliputi oleh myelin yang berwarna putih.

Kelompok peneliti ini juga menerbitkan publikasi lain di Neuroscience Letters pada tahun yang sama. Deitmukan bahwa badan mamilari orang yang ngorok menalami perubahan. Badan mamilari adalah salah satu bagian dari sistem limbik yang berperan pada fungsi-fungsi kognitif dan emosi seseorang. Penurunan volume badan mamilari tersebut diduga kuat terjadi sebagai efek menurunnya kadar oksigen saat tidur.

Publikasi lain pada Journal of Sleep Research tahun 2009 menyatakan bahwa sleep apnea ternyata merusak otak secara penelitian. Tim peneliti dari Perancis itu, melakukan pencitraan otak pada 16 orang yang mendengkur dan baru didiagnosa menderita sleep apnea. Hasilnya, mereka menemukan kerusakan massa abu-abu di berbagai bagian otak. Ini juga menjelaskan kenapa pendengkur mengalami penurunan konsentrasi dan daya ingat.

Kerusakan Otak Pada Wanita

Penelitian terbaru yang dimuat dalam jurnal SLEEP Desember 2012 mencoba melihat efek kerusakan otak ini pada wanita yang mendengkur. Bisa dikatakan, ini adalah penelitian pertama yang mencoba melihat efek mendengkur pada wanita. Penelitian lain semua melihat efek kerusakan otak pada pria atau pada pria dan wanita sekaligus. Mempertimbangkan adanya perbedaan efek ngorok, sleep apnea pada wanita dibanding pria, para ahli ingin melihat perbedaan kerusakan otak juga berdasarkan jenis kelamin.

Mereka pun menilai massa putih pada syaraf otak dan membandingkannya antara penderita yang mendengkur dan tidak, serta terutama pada pria dan wanita.

Para peneliti mengamati 10 orang pendengkur wanita dan 20 pendengkur pria yang baru saja terdiagnosa menderita sleep apnea di UCLA sleep laboratory, bersama dengan 20 wanita dan 30 pria sebagai kontrol. Selain gangguan nafas saat tidur, subyek juga dinilai kondisi kantuk dan psikologisnya dengan menggunakan kuesioner. Terakhir, dilakukan pencitraan otak dengan menggunakan MRI.

Walau wanita yang mendengkur lebih jarang dibanding pria, pengaruh buruknya tampak lebih berat pada wanita. Kerusakan otak akibat sleep apnea ternyata lebih parah pada wanita dibanding pada pria dengan kondisi yang sama. Area frontal otak wanita penderita sleep apnea mengalami kerusakan. Padahal area ini penting untuk fungsi pengaturan mood dan pengambilan keputusan. Penilaian psikologis pada pendengkur wanita juga tunjukkan tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi.

Sementara para ahli berhipotesa bahwa kerusakan otak terjadi sebagai akibat dari berkurangnya kadar oksigen saat tidur. Namun kemungkinan lain juga harus dipertimbangkan. Misalkan depresi dan kecemasan yang meningkatkan aktivitas simpatis dan sel-sel inflamasi hingga merusak syaraf, atau justru kerusakan syaraf yang mendorong peningkatan depresi dan kecemasan pada wanita pendengkur. Masih banyak yang harus diteliti lebih lanjut.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Jelas kerusakan otak merupakan salah satu akibat dari mendengkur dengan henti nafas saat tidur. Tetapi dari penelitian terbaru tampak bahwa efek sleep apnea pada kerusakan otak wanita ternyata lebih parah dibandingkan pada pria. Ini tunjukkan pada para dokter agar tak meremehkan dengkuran wanita. Wanita dengan keluhan cepat lelah, mengantuk, depresi dan mendengkur harus mendapatkan prioritas perawatan.

Pemeriksaan tidur sebagai alat diagnosa utama untuk ketahui bahaya tidaknya suatu dengkuran harus dilakukan sebelum melakukan perawatan. Derajat keparahan henti nafas pun harus dihitung lewat pemeriksaan yang sama.

Perawatan, baik lewat alat bantu gigi, CPAP atau pembedahan dapat dipertimbangkan tergantung kondisi setiap pasien. Sementara ini perawatan dengan continuous positive airway pressure (CPAP) menjadi pilihan utama. Penggunaan CPAP telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kondisi jantung serta kontrol gula darah.

Sayangnya kerusakan otak akibat sleep apnea bersifat permanen dan tak dapat dikembalikan walau sleep apnea dirawat. CPAP hanya dapat mencegah kerusakan lebih lanjut. Satu hal lagi yang mendorong agar perawatan sleep apnea harus dilakukan sesegera mungkin.

Mendengkur bukan lagi bahan tertawaan. Peringatkan sahabat atau kerabat yang mendengkur. Anda menyelamatkannya!

dr. Andreas Prasadja, RPSGT

7 Mitos Tidur

Kita harus tidur 8 jam setiap hari.

Ini pemahaman yang paling sering ditemui. Angka 8 jam didapatkan dari penelitian Thomas Wehr di tahun 90-an dimana subyek selama 14 jam sehari dikondisikan dalam suasana gelap tanpa bantuan cahaya buatan. Hasilnya memeasuki minggu keempat pola tidur mereka menetap menjadi 4 jam tidur, bangun 1-2 jam, lalu tidur 4 jam lagi. Tetapi jumlah total tidur 8 jam sehari terlanjur tertanam di otak masyarakat.

Tahun 2001, seorang ahli sejarah Roger Ekirch menuliskan hal yang senada dari penelitiannya selam 16 tahun. Manusia tidur 4 jam setelah 2 jam matahari terbenam, lalu bangun selama 2 jam dan akhirnya tidur lagi selama 4 jam.

Nyatanya kini dengan adanya pencahayaan buatan dan dorongan kehidupan sosial, pola tidur kita sudah amat jauh dari nenek moyang kita. Akankah pola tidur kita akan berevolusi menyesuaikan dengan perkembangan jaman? Atau kesehatan dan produktivitas kita akan terus tergerus akibat kebutuhan tidur yang tak pernah tercukupi?

Habis makan kenyang mengatuk.

Setiap jam kita terjaga merupakan hutang tidur yang menyebabkan kantuk. Tapi hutang tidur tak sendirian mengontrol tidur. Ada juga jam biologis yang berdetak dalam diri membantu menentukan saat-saat kita lapar, harus buang air dan juga saat-saat kita aktif dan mengantuk.

Jam biologis dan hutang tidur berlomba-lomba mengontrol kita. Pada saat kita bangun pagi, dengan hutang tidur minimal dan jam biologis yang mulai menanjak kita merasa segar bugar. Semakin siang hutang tidur bertambah tetapi dengan jam biologis yang tinggi, kita merasa segar bugar.

Setelah makan siang dengan jumlah hutang tidur yang agak tinggi, jam biologis kita menurunkan keterjagaannya hingga kita mengantuk. Saat ini biasa disebut dengan after lunch circadian dipping.

Hutang tidur bisa dibayar lunas.

Jam biologis kita amat peka cahaya. Ini alasannya nenek moyang kita sebelum adanya cahaya buatan, jarang mengalami gangguan tidur seperti sekarang. Kini ada gangguan tidur tersendiri yang dulu tak ada: Gangguan jam biologis.

Dengan pergeseran pola tidur dan dorongan kehidupan sosial, manusia kini banyak mengalami kekurangan tidur. Kurang tidur ini juga disebut sebagai hutang tidur. Hutang tidur yang hebat akibat kekurangan tidur akan mengalahkan jam biologis. Akibatnya kita tetap mengantuk sepanjang hari.

Masalahnya, hutang harus dibayar. Dengan tidur siang? Tidur lebih banyak di akhir pekan? Tidur lebih awal?

Kemampuan tidur siang akan berkurang seiring dengan pertambahan usia. Jika dewasa muda bisa tidur 2-3 jam di siang hari, sementara orang yang lebih tua hanya bisa tidur 20 menitan saja.

Bagaimana jika tidur lebih awal saja, karena malam kemarin kurang tidur? Boleh saja, tetapi waspadai perubahan pola tidur. Tidur akan lebih mudah jika kita rutin tidur teratur dengan jadwal yang kurang lebih sama. Lagi pula sedikit hutang tidur, malah membantu kita tidur lebih nyenyak di malam berikutnya kok.

Tidur awal, dan bangun sepagi mungkin adalah yang terbaik

Kita sering mendengar nasehat seperti ini. Dari mana? Dari orang-orang tua kita.Tapi pahami juga bahwa pada era mereka, akses listrik dan cahaya buatan masih sangat terbatas. Jam biologis bisa dikatakan masih amat peka terhadap siklus gelap dan terang alami.

Cahaya dan denyut kehidupan 24 jam tak bisa dihindari mempengaruhi pola tidur kita. Beberapa penelitian tunjukkan bahwa kita tidur 2 jam lebih sedikit dibanding nenek moyang kita.

Pergeseran pola tidur paling dirasakan oleh remaja-dewasa muda. Usia mereka membutuhkan tidur 8,5-9,25 jam sehari. Dengan hilangnya pola tidur sore seperti nenek moyang kita, dewasa muda hanya tidur di malam hari saja. Jam biologis mereka memberikan rasa kantuk mendekati tengah malam. Padahal kehidupan masa kini menuntut mereka untuk tetap bangun pagi!

Tidur awal dan bangun pagi bagi dewasa muda memiliki perbedaan. Bangun jam 7:30 pagi bagi seorang remaja, sama rasanya dengan orang tuanya bangun pada jam 5:00 pagi. Jika orang tua bangun jam 5:00 pagi dengan rasa segar bugar penuh vitalitas, anak-anak muda ini bangun dengan rasa mengantuk, berkabut dan tak segar. Bangun jam 5:00 pagi bagi dewasa muda sama seperti jika orang tuanya bangun jam 2:00-3:00 dini hari.

Tidur hanya membutuhkan kedisiplinan.

Sedangkan untuk tidur memang dibutuhkan kedisiplinan. Disiplin untuk menjaga jadwal tidur, disiplin untuk mempersiapkan tidur, disiplin untuk mematikan semua alat komunikasi dan monitor beberapa menit sebelum tidur, dan displin-disiplin lainnya. Tetapi seperti tulisan di atas tadi, kedisiplinan ini perlu juga mempertimbangkan jadwal dan jam biologis.

Siapa pun sebaiknya sudah mematikan alat-alat yang memancarkan cahaya satu jam menjelang tidur. Dewasa muda sebaiknya sudah mematikan alat-alat komunikasi sejak jam 10 malam. Kekurangan tidur dan smartphone yang tetap menyala menjadi penyebab sleeptexting pada remaja.

Disiplin agar tidur seturut jadwal yang sesuai dengan jam biologis. Memaksakan tidur terlalu sore pada remaja akan percuma saja, tanpa perhatikan jam biologisnya. Jika mau menggeser jam tidur remaja, ada caranya tersendiri. Majukan 15 menit setiap 2 malam. Jangan langsung geser 1-2 jam.

Mengantuk adalah kemalasan.

Mengantuk bukanlah kemalasan. Mengantuk menunjukkan kebutuhan akan tidur belum terpenuhi. Itu saja.

Kantuk tentu menurunkan produktivitas. Hanya tidurlah yang dapat mengembalikan dan menyegarkan kemampuan kognitif-mental kita. Dengan tidur pula emosi kita seperti disegarkan hingga lebih positif. Jadi sebenarnya, menjaga tidur tetap sehat sebenarnya justru meningkatkan produktivitas.

Kafein dan berbagai minuman penambah energi hanya menunda kantuk. Terkadang memang kita perlukan, tetapi apakah harus terus menerus?

Sayangnya lagi orang belum banyak yang tahu bahwa ada juga gangguan tidur yang sebabkan orang selalu mengantuk. Sebutannya adalah hipersomnia. Gangguan tidur itu antara lain narkolepsi, sleep apnea, periodic limb movements in sleep dan lain-lain.

Mendengkur tanda tidur yang lelap.

Sebaliknya orang yang ngorok biasanya tidur tak lelap. Mendengkur yang merupakan tanda dari sleep apnea atau henti nafas saat tidur. Henti nafas terjadi akibat saluran nafas yang melemas dan menyempit saat tidur. Walau gerakan nafas tetap ada, udara tak ada yang dapat lewat. Dalam keadaan sesak, mekanisme pertahanan tubuh akan membangunkan otak sejenak, untuk mengambil nafas. Setelahnya penderita langsung kembali tidur.

Walau mengalami henti nafas ratusan kali penderita sleep apnea tak pernah ingat kalau dirinya terbangun-bangun dari tidur. Tetapi ia bangun tak segar dan terus mengantuk di siang hari biarpun tidur sudah cukup lama.

Tanpa ia sadari, berbagai penyakit pun menghinggapi sebagai konsekuensi mendengkur seperti, hipertensi, diabetes, gangguan jantung, impotensi hingga stroke. Mendengkur adalah gangguan tidur paling berbahaya tapi paling diabaikan masyarakat kita.

dr. Andreas Prasadja, RPSGT